Share

Mengejar Hati Cewek Dingin
Mengejar Hati Cewek Dingin
Penulis: Atami NM

PROLOG | Cewek Terbang

Sekumpulan siswi tampak berdiri cukup jauh dari tempat parkiran. Sudah cukup lama mereka berdiri, sekedar menunggu kapan gerombalan tukang rusuh itu pergi. Nyali mereka sangat kecil hanya sekedar untuk diganggu kakak kelas, setelah lelah melakukan kegiatan ekstrakuriler masing-masing.

“Gimana nih, nekat ke sana nggak ya?” ucap salah satunya.

“Ih jangan! Kita tunggu bentar lagi, kak Ika pasti bentar lagi ke sini.”

Yang diharapkan terjadi, orang yang ditunggu kedatangannya muncul. Pandangan Ralika datar dibalik topi berwarna putihnya. Ada banyak alasan kenapa tak seorang pun mau berurusan dengan cewek yang selalu menguncir rambutnya itu. Ralika bukan tandingan mereka.

17.36

Ralika berganti menatap kumpulan siswi itu setelah melirik arloji yang melingkar dipergelangan tangannya. Matanya beralih fokus pada mereka yang tengah bersiul memanggil siswi di area parkiran. Pertanyaannya sudah terjawab, alasan kenapa mereka belum pulang padahal sudah lewat jamnya.

“Bro, ada Ika tuh,” ucap salah satu yang baru menyadari.

“Gawat, buruan cabut!” seru salah satunya.

Suara knalpot motor perlahan meninggalkan kawasan. Ralika bisa mendengar dengan samar, hembusan napas lega dari adik kelasnya itu. Ia mendekati mereka, masih dengan eskpresi yang sama.

“Kalian sudah bisa pulang sekarang.”

Mereka tersenyum. “Iya, makasih kak Ika.”

Ralika tetap berdiri di tempat yang sama, kedua matanya tetap mengawasi satu-persatu siswa yang meninggalkan parkiran. Setelah memastikan semuanya sudah pergi, ia mengeluarkan sebuah buku kecil dan pena. Peraturan tetap peraturan, dan tak akan ada yang luput dari pengawasannya.

Ralika Caitlin Andara si tangan kanan guru, memiliki segudang prestasi dan jago dalam hal beladiri. Ia tak pernah suka basa-basi atau apapun yamg sering dilakukan siswi kebanyakan. Hidupnya sederhana, labelnya sebagai ketua OSIS dan Siswi teladan adalah yang utama. Ia juga tak punya waktu untuk berteman, baginya orang berdiri di kaki sendiri. Untuk apa bergantung pada orang lain.

Tentu tugasnya kali ini belum selesai, tepat berhenti di gerbang, Ralika membuka kaca helmnya. “Pak, besok setelah ekstra selesai, area parkiran tolong dilihat lagi, banyak siswa yang menganggu siswi di sana.”

“Eh iya, Neng, makasih udah dikasih tau.”

Untuk hari ini tugasnya berjalan baik seperti biasa. Hanya menunggu hari esok lagi.

☁️☁️☁️

Debu halus mulai terlihat di pinggiran ibukota. Meskipun fajar baru menyapa, sudah banyak kendaraan roda dua maupun empat terlihat di sepanjang jalan. Masyarakat telah memulai hari dengan aktivitas masing-masing.

Di awal hari, sepantasnya orang-orang mendapat semangat penuh. Tapi mungkin hal itu tak berlaku bagi Deriel Magenta Arrafi yang hanya menatap lesu pohon-pohon dan bangunan tinggi yang tampak bergerak mundur. Matanya beralih pada Jodi, yang tetap fokus pada jalanan.

Dipindahkan karena terlalu jahil pada guru? Alasan macam apa itu? Yah ada sedikit kenakalan lain juga, tapi mengapa harus dipindahkan?

“Pak Jodi, ini mobil dibikin ngebut kek, lambat banget. Saya ini anak laki, bukan nenek-nenek,” protes El, “atau gini aja deh, bapak balik aja naik taxi, biar mobil saya yang bawa.”

“Maaf Mas, ibu udah bilang ke saya kalau Mas El nggak boleh bawa mobil dulu.”

“Nanti biar saya deh tanggung jawab, paling cuman dimarahin bentar." El kembali membujuk.

“Maaf Mas, ibu udah peringatan saya kalau Mas El sampai bawa mobil gaji saya bakalan dipotong.”

El berdecak, sekarang ia merasa diawasi lebih ketat. Seolah, dirinya akan membuat kekacauan kalau dibiarkan lepas. Mamanya itu khawatir berlebihan, bahkan semalam saja Nala sampai memeriksa kembali tas El, untuk berjaga kalau putranya itu membawa bahan kenakalan baru. Tingkah El seperti membuat wanita itu trauma. Padahal dia merasa kenakalannya selama ini masih normal, menurutnya.

“Maaf Mas, saya juga izin ke toilet sebentar.”

Mata El tanpa sadar mengikuti arah tujuan Jodi sampai lelaki itu hilang sepenuhnya. Merasa bosan menunggu, cowok itu keluar. Sepatu kanannya tanpa sadar mengikis dasar jalan, sedangkan lengan kanannya bersandar pada pintu mobil, tak jauh dari tempatnnya ada sebuah minimarket kecil yang baru dikunjungi segelintir orang.

Lumayan sepi.

Pandangannya tertarik ke arah pintu minimarket, seorang nenek baru saja keluar dengan barang belanjaannya. “Itu nggak ada yang bantuin apa?”

Baru saja ia berucap seorang pria menghampiri nenek tersebut.

“Ada ternyata orang baik,” ucapnya sambil tersenyum.

“Tolong! Copet!”

“Hah? Copet? Duh orang jahat ternyata.”

El berniat mengejar pria itu, tapi belum siap kakinya berlari. Dari arah berlawanan seseorang datang dan langsung menendang tepat punggung pria itu hingga ia terlempar. Masih dengan tatapan membeku dan mulut terbuka. El melihat jelas bagaimana cewek dengan seragam putih dan memakai trening dibalik rok-rok abu-abunya, mengambil dompet nenek tadi dengan ekspresi datar.

“Pergi! Sebelum saya seret ke kantor polisi!” ucap cewek itu. Dengan sigap si pria kabur.

Suara tegas si cewek terdengar lantang di gendang telingan El, ia menjadi saksi mata kejadian langkah ‘cewek terbang dengan tendangan maut'.

“Ini Nek, lain kali hati-hati, meski masih pagi jakarta emang rawan copet," ujarnya.

“Iya terimakasih banyak, ya Nak.”

Beberapa saat setelahnya tepukkan Jodi memudarkan tatapan kagum El. “Mas, maaf saya lama.”

“Eh?” Hanya sesaat ia berpaling, orang yang sejak tadi ditatapnya hilang, “ish Bapak sih, orangnya jadi pergi ‘kan!”

Jodi yang kebingungan hanya menatap arah pandangan El tadi. Apa yang membuat majikan mudanya itu kesal padanya?

El sudah kembali ke dalam mobil, ia masih tak percaya harinya dimulai dengan menyaksi aksi hebat dari seseorang yang tak disangkanya. “Sayang banget udah pergi, padahal mau kenalan.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status