Share

3. Keputusan

Kebimbangan seketika menyelimuti hati Kirana. Jelas itu adalah pilihan yang sangat sulit. 

Seno meskipun seorang yang suka memainkan wanita, dia tetaplah memiliki harta yang cukup. Kehidupannya pasti akan terjamin jika dia memilih Seno.

Akan tetapi, membayangkan dia harus melihat orang itu bermain dengan wanita lain membuatnya tak mungkin sanggup menjalaninya.

Sedangkan jika dia memilih Rayan yang hanya seorang tukang sol sepatu, masalah ekonomi sudah jelas di depan mata. 

"Na, dijawab sana cepat," kata Herni.

Lamunan Kirana pun buyar. Dia kembali menatap pria yang belum dia ketahui namanya itu dengan pandangan bingung. "Kenapa kamu mau menikahi aku?"

Nadia yang duduk di samping ibunya langsung angkat bicara, "Astaga, Mbak. Pakai ditanya, udah terima aja."

"Kalau kamu enggak mau sama Seno, ya enggak apa-apa kalau mau yang ini," kata Parlan, tanpa menyebut nama pemuda itu.

Sedangkan Siska yang masih berpakaian rapi itu mendecak lidah, "Enggak perlu lama mikirnya, Mbak. Yang penting nikah."

Kirana menggelengkan kepala, "Bisa enggak kita bicara sebentar, Mas?"

Sang pria dengan profesi tukang sol sepatu itu menjawab, "Bisa, Mbak."

Kirana lalu menoleh ke arah bibinya.

"Bi, Bibi bisa ikut Kirana sebentar?" pinta Kirana.

Siti mengangguk setuju.

Herni mendengus tidak sabar, "Jangan lama-lama, Ibu bentar lagi mau arisan. Buruan bikin keputusan!"

"Iya, Bu," jawab Kirana yang kemudian mengajak Rayan dan Siti untuk keluar rumah dan berjalan ke bagian dekat pagar.

Setelah dirasa keluarganya tidak bisa mendengar pembicaraannya, Kirana segera bertanya, "Mas, kamu kenapa mau menikahi aku? Bi, kenapa dia, Bi?"

Rayan berdeham kecil, menyamarkan kegugupannya. Dia pun berkata dengan hati-hati, "Bi Siti mengatakan kalau ada gadis berusia matang yang belum menikah. Dan ... karena kebetulan memang saya sedang mencari istri ya sudah saya memutuskan untuk melamar ke sini."

Kirana menatap pemuda itu mengernyit heran. "Kamu melamar orang tanpa tahu identitasnya atau bagaimana?"

"Sudah cukup informasi yang diberikan oleh Bi Siti."

Jawaban pemuda itu membuat Kirana menoleh ke arah bibinya, meminta penjelasan.

Siti pun mengangguk mengerti, "Kirana, Bibi hanya coba buat mencegah agar kamu nggak jatuh ke tangan Seno. Kalau Bibi enggak lakuin ini, kamu bisa dipaksa menikah sama Seno."

"Ya, tapi ... kenapa harus ... harus dia, Bi?" tanya Kirana dengan nada pelan.

Siti mendesah pelan, "Karena Bibi kenal Rayan dengan baik dan dia tulus mau menikahi kamu, Nduk."

Kirana mendesah, memberanikan diri menatap mata pemuda itu. 

Tak ditemukannya pandangan mencurigakan sehingga dia bertanya lagi, "Kamu benar-benar serius mau melamarku?"

"Iya, Mbak," kata Rayan tanpa ragu.

Kirana mengusap hidungnya, dia ingin menolaknya tapi masih belum menemukan kata-kata yang tepat.

"Mbak ragu karena profesi saya yang cuman tukang sol sepatu ya?" tebak Rayan.

Awalnya memang begitu, tapi Kirana sudah tak memikirkan masalah profesi pemuda itu sejak menatap mata yang penuh kejujuran pemuda itu. 

Sehingga cepat-cepat sang gadis dengan rambut panjangnya yang diikat itu menggelengkan kepala, "Bukan, bukan begitu. Hanya saja ...."

"Percayalah, Mbak! Saya pasti bisa bikin Mbak banyak senyum nanti," kata Rayan dengan penuh keyakinan.

Kirana mengangkat wajah, menatap Rayan yang sedang menatapnya lurus-lurus.

Belum sempat Kirana berkata-kata, suara ibunya sudah terdengar lagi, "Na, cepat!"

"Woi, Mbak. Ayolah, aku harus buru-buru pulang nih, suamiku mau pulang," teriak Nadia dari dalam rumah.

Kirana menghela napas lelah. 

Rayan pun berkata lagi, "Yakinlah, saya pasti bisa bikin Mbak bahagia."

"Nikah tanpa cinta?" gumam Kirana pelan tanpa sadar.

Rayan tertawa kecil, "Cinta bisa ditumbuhkan nanti, asal kita saling membuka diri."

Kirana masih terlihat ragu, tapi Parlan sudah berdiri di depan pintu, "Kirana, apa yang sedang kamu tunggu?"

"Sudah, Na. Percaya sama Bibi, Rayan pasti pilihan yang lebih tepat buatmu," bisik Siti.

Dengan jantung berdebar, akhirnya Kirana kembali masuk ke dalam rumah bersama dengan Rayan dan Siti.

Keduanya pun duduk secara terpisah. Rayan duduk di sebelah Parlan, sementara Kirana duduk di dekat Herni. Sedang bibinya, Siti duduk di belakang.

"Jadi, keputusan kamu gimana? Terima tukang sol sepatu ini atau yang Bapak tawarkan tadi pagi?" tanya Parlan dengan melirik Rayan seolah memang tak menghargai profesi Rayan.

Nadia terenyum meremehkan, "Ya enggak apa-apa sih, Mbak. Daripada jadi perawan tua yang enggak laku-laku, mending sama tukang sol sepatu juga enggak masalah."

Anehnya Kirana terlihat kesal ketika keluarganya menghina profesi Rayan. Sedangkan pemuda itu sendiri terlihat santai saja dihina seperti itu.

"Yah, malah bengong. Terima atau enggak nih? Tinggal milih loh, tukang sol sepatu atau duda kaya?" ucap Siska.

"Na, cepat! Ibu lagi ditunggu Bu RW," desak Herni tidak sabar.

"Cepat putuskan, biar Bapak bisa ngabarin Seno kalau kamu udah ada yang melamar," kata Parlan.

Ditekan dan didesak seperti itu, Kirana semakin bingung mengambil keputusan.

Namun gadis yang mulai berkeringat itu kemudian mendengar Rayan berkata dengan nada pelan dan menenangkan, "Saya siap mendengar keputusan Mbak. Jangan khawatir, Mbak! Dengarkan saja hati kecil Mbak!"

Kirana mendongak dan menatap Rayan yang sedang tersenyum lembut ke arahnya. Seketika hatinya menghangat dan perlahan dia menjawab, "Iya, aku terima lamaran kamu."

Nadia dan Siska saling lempar pandang lalu tertawa tanpa suara.

"Baiklah, kapan akadnya?" tanya Parlan.

"Kalau bisa secepatnya saja," tambah Herni.

Tanpa ragu, Rayan berkata, "Dalam minggu ini juga saya siap, Pak."

Kirana meremas tangannya sendiri, gugup tapi dia mencoba meyakinkan dirinya sendiri jika dia sudah memutuskan memilih Rayan sehingga dia harus siap dengan rencana apapun.

"Lusa, bagaimana? Enggak perlu besar-besaran, akad aja udah cukup," ucap Parlan.

Hati Kirana mencelos. 

Secepat itu dia akan menikah? 

"Baik, Pak, saya siap." Rayan menjawab dengan yakin.

Dua hari berikutnya, pernikahan Rayan dan Kirana pun akhirnya digelar. 

Pernikahan itu berlangsung dengan dihadiri beberapa orang anggota keluarga inti mereka saja. Di pihak Rayan, Pak RT tempat dia tinggal di kampung Siti menjadi saksi baginya.

Kirana pun tidak didandani layaknya pengantin kebanyakan. Dia hanya mengenakan gamis putih yang dia beli saat lebaran tahun lalu serta merias wajahnya dengan sapuan make up tipis. 

Namun, Rayan terlihat terpukau saat melihat penampilan sederhana Kirana. Bahkan, pemuda itu berkomentar, "Kamu cantik, Mbak." 

Kirana terdiam, tanpa tahu bagaimana dia harus membalas. Sebab, Rayan adalah pria pertama yang memberinya pujian seperti itu.

"Pak penghulu, tolong dipercepat!" desak Herni sambil mengipasi diri dengan kipas hias.

Sang penghulu pun meminta Parlan menjabat tangan Rayan. Kirana meremas tangan dan tiba-tiba saja sayup-sayup terdengar kata "Sah" dari beberapa orang.

Astaga, Kirana meneteskan air mata. Tidak pernah dia sangka bila dia akan melangsungkan pernikahan dadakan seperti itu. Namun, dia tak mau berlarut-larut memikirkan hal yang telah terjadi dan segera mencium tangan suaminya, "Mas."

Rayan tersenyum lembut pada wanita yang telah sah menjadi istrinya. Siti memberi ucapan selamat dan langsung pergi karena ada tamu dari luar kota sehingga di rumah itu tinggalah keluarga inti Kirana saja.

"Ciee ... ciee, udah resmi jadi istrinya si tukang sol sepatu nih!" ejek Nadia secara terang-terangan.

"Udah enggak jadi perawan tua lagi ya Mbak," sahut Siska dengan senyum menyebalkan.

"Mbak, kalau sepatuku rusak bisa dong ya dibenerin sama suami Mbak ini," ujar Rio, suami Nadia dengan nada merendahkan.

Kirana hampir saja akan membuka mulut, tapi lengannya tiba-tiba dipegang oleh Rayan, "Kita masuk kamar dulu aja yuk! Saya mau ngomong sesuatu sama kamu."

Parlan dan Herni terlihat cuek saja, sementara Bagas, suami Siska berkata, "Eh, mau ke mana? Kok main masuk kamar aja? Ini diberesin dulu."

Kirana mengedipkan mata, "Beresin apa?"

"Ya ini tikar, semuanya," jawab Parlan dengan nada ketus sambil berdiri.

"Mentang-mentang pengantin, mau jadi pemalas ya kalian?" kata Herni.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status