"Nanti kamu juga akan tahu. Sekarang, kamu siap-siap dulu ya!" ucap Rayan yang lagi-lagi terdengar misterius di telinga Kirana.Rayan menggelengkan kepala"Jangan lupa sama dicek ulang ya, jangan sampai ada yang ketinggalan!" tambah Rayan.Kirana ingin bertanya lagi, tapi dia mencoba menahan diri dan segera menata perlengkapan miliknya dan sang suami.Rayan sendiri terlihat mengambil ponselnya dan mengetik sesuatu di sana. Kirana tidak bertanya dan hanya memeriksa kembali barang-barang mereka.Setelah yakin semuanya sudah siap, Kirana berkata, "Mas, udah siap nih."Rayan mengangguk dan tersenyum pada istrinya itu, "Ayo, kita langsung ke teras.""Loh, memang kita naik taksi online-nya dari depan rumah, Mas?" tanya Kirana dengan tatapan kaget."Iya, biar kamu enggak banyak jalan," jawab Rayan yang sebelum Kirana bertanya lagi, dirinya sudah digandeng oleh sang suami untuk berjalan keluar dari kamar.Ketika sampai di depan teras rumah, dua orang tua mereka yang terlihat duduk bersantai d
Sang sopir pun menoleh lalu menjawab setelah tersenyum, "Benar, Bu."Kirana menelan ludah, untuk pertama kalinya agak kaget karena dipanggil "Bu". Seketika dia langsung menoleh ke arah suaminya yang sedang menatapnya dengan dahi mengerut. "Kenapa, Kirana?""Aku terlihat tua ya, Mas?" tanya Kirana dalam nada suara berupa bisikan.Hal itu membuat Rayan malah semakin terkejut. Dia pun membalas dengan nada keheranan, "Memang kenapa kamu bisa bilang begitu?""Kamu memang nggak denger, Mas? Tadi bapak sopirnya manggil aku 'Bu'," jelas Kirana.Tawa renyah pun tak terhindarkan. Rayan sampai menyentuh rambut istrinya karena gemas. "Kok malah ketawa sih, Mas?" ucap Kirana lagi-lagi kembali cemberut.Rayan menggelengkan kepala dan segera menyentuh tangan istrinya lalu menggenggamnya, "Terima kasih, Kirana. Terima kasih.""Terima kasih untuk apa?" kini Kirana yang menatap suaminya dengan alis terangkat karena bingung.Rayan mengusap punggung tangan sang istri dengan lembut dan berkata, "Sudah ma
Kirana dibimbing menuju ke sebuah ruangan di mana untuk pertama kali dalam hidupnya dia mendapatkan perawatan singkat di salon, baru kemudian dia dibawa ke sebuah ruangan lain.Di sana gaun dan aksesoris yang dibelikan oleh suaminya sudah tertata rapi di bagian kanan. "Silakan, Bu!" ucap karyawan wanita yang kali ini masih berusia sangat muda.Akan tetapi, selama dia didandani olehnya Kirana benar-benar sangat kagum. Selain berhati-hati, wanita itu terlihat teliti. Sekitar empat puluh menit kemudian, seperti waktu yang telah diperkirakan oleh Rayan mengenai treatment itu selesai, sang karyawan berkata, "Sudah selesai, Bu."Kirana yang telah memakai gaun berwarna merah muda lembut berlengan panjang pun mematut dirinya di depan cermin besar. Betapa terkejutnya dia ketika melihat dirinya yang sangat jauh berbeda.Dia bahkan menyentuh rambut panjangnya yang dibiarkan terurai tapi dipasangi hiasan indah tapi tidak gelamor. Kalung dan gelang yang dipakainya juga turut membuat penampilanny
Ditatap dengan intens dan sentuhan di dagu seperti itu, tentu saja membuat Kirana semakin tak berdaya. Pesona sang suami tidak main-main. Lelaki itu seakan menjelma menjadi laki-laki yang begitu sangat berbeda. Aura dominannya terlalu kuat sehingga Kirana hampir-hampir berpikir bila suaminya mungkin memiliki dua kepribadian.Akan tetapi, saat sebuah senyum terlukis di bibir tipis Rayan dengan begitu lembut, Kirana segera menampik sebuah dugaan itu. Sifat suaminya tak berubah, masih hangat seperti biasanya. Hanya saja sekarang Rayan terlihat berbeda bentuk luarnya saja. Fisiknya yang berubah tapi sorot mata dan senyumnya masih sama seperti Rayan yang dia kenal. "Kenapa malah bengong?" tanya Rayan yang hembusan napasnya menyapu wajah Kirana.Ah, dia tidak bisa berdekatan dengan lelaki itu dalam jarak yang sangat terlalu dekat seperti itu. Dia merasa hal itu tidak aman untung jantungnya. Di matanya, Rayan terlalu tampan seperti sosok pria impian di drama-drama yang membuat para wanit
Kirana sontak menengadah, menatap suaminya yang tingginya menjulang itu. Dilihatnya, suami tampannya itu kembali melukiskan sebuah senyuman hangat hingga tanpa sadar Kirana membalasnya dengan senyuman yang manis."Nah, gitu dong. Istrinya Rayan itu cantik, kamu enggak perlu gugup," kata laki-laki itu yang reflek membuat Kirana memutuskan tatapan mereka.Rayan memahaminya dengan baik bahwa istrinya sedang malu. Dia yang masih merangkul Kirana dengan tangan kiri di pundaknya itu mengajak sang istri cantiknya itu berjalan mendekat ke arah teman-teman kerjanya. Rayan mengangguk pada mereka sebelum meminta istrinya untuk duduk di kursi yang kosong, tepat di samping Serin yang juga datang bersama dengan suaminya."Rin," sapa Kirana sebelum duduk.Serin yang terbengong-bengong itu membalas dengan tergagap, "I-iya, Mbak."Seseorang lainnya memberanikan diri bertanya, "Mbak Na. Itu ... suaminya?" Bagian terakhir kata 'Suaminya' itu diucapkan tanpa suara oleh wanita itu. Kirana pun mengangg
Bukannya menjawab pertanyaan istrinya, Rayan malah berkata, "Nanti ya, Sayang. Eh, itu ... lihat!"Rayan menunjuk ke arah seorang anak kecil yang akan menari. Kirana pun langsung mengerti. Suaminya masih belum ingin membahasnya.Sebenarnya jelas Kirana sangat penasaran. Tapi, dia tidak mungkin memaksa suaminya untuk mengatakan apa yang dia tidak ingin dia bahas.Dia bukan seorang pemaksa. Lagipula, setelah mengenal Rayan selama lebih dari satu minggu lamanya, dia merasa bila suaminya itu orang yang baik. Hanya saja dia memang memiliki rahasia saja.Maka dia pun mencoba untuk memakluminya dengan tidak memaksa suaminya."Kamu ... pasti cantik banget kalau pakai gaun pengantin," ucap Rayan tiba-tiba.Perubahan topik yang mendadak itu membuat Kirana sedikit terkejut. Terlebih lagi dia mendapati Rayan menoleh ke arah dirinya dan berkata sembari tersenyum manis, "Nanti kita adain pesta ya."Kirana melotot kaget."Hah? Ke-kenapa, Mas? Uangnya kan-""Hm, kamu lupa ya saya tadi bilang apa?" uc
Kirana memamerkan senyum cantiknya dan berkata, "Ini asli kok.""Enggak mungkin," ucap Vena.Dia menggelengkan kepala seakan tak percaya, "Itu harganya mahal banget. Seharga motor. Mana ... mungkin kamu bisa beli?"Kirana mendesah penuh sabar dan menoleh ke arah suaminya yang sedang menatapnya dengan takjub.Dia menggandeng suaminya dengan wajah yang cerah lalu berkata tanpa menoleh ke arah Vena, "Bukan aku yang beli. Ini suami aku semuanya yang beliin.""Tukang sol sepatu kaya dia bisa beliin perhiasan mahal kaya gitu? Kamu pikir saya percaya, Mbak? Tarif dia aja cuman lima belas ribu tiap benerin sepatu," ejek Fildan.Laki-laki itu memasang ekspresi menyebalkan untuk menghina Rayan, tapi Kirana terlihat ta terpengaruh."Oh, itu memang benar. Tapi, nyatanya dia sanggup beliin," balas Kirana cuek.Rayan menggelengkan kepalanya tapi tersenyum pada istrinya yang menurutnya sangat berani itu. "Bohong banget. Enggak percaya aku itu asli," kata Serin yang kemudian tiba-tiba saja berjalan
"Gaji kamu nggak seberapa, umur juga udah 25. Mendingan kamu cepet nikah sebelum jadi perawan tua, Na." Wanita berambut panjang keriting bernama Herni itu pun mendesah penuh kesal sembari melirik ke arah putrinya, Kirana yang hendak berangkat bekerja. "Ibu udah bosen denger orang-orang nyebut kamu 'perawan tua'. Lagian, kalau kamu nikah, tuh suamimu bisa bantu kasih Ibu tambahan uang," lanjut Herni dengan begitu entengnya. Kirana hanya terdiam, tanpa berniat membalas perkataan sang ibu. Dia justru ingin lanjut pergi saja, tapi kemudian suara sang ayah terdengar. "Kalau kamu enggak bisa cari suami, biar Bapak yang carikan. Kamu tinggal terima beres aja," ucap Parlan yang sedang meniup kopi panasnya tanpa repot-repot menoleh pada putrinya ketika dia berbicara. Gadis manis dengan tubuh cenderung kurus itu pun seketika membeku di tempatnya berdiri, tak bisa begerak selama beberapa detik lamanya. Apa ini? Maksudnya dia sedang dipaksa menikah? Dia akan dijodohkan? Begitukah? Kira