Share

4. Uang Halal Kan?

"Tapi, Bu. Kami kan-"

"Bereskan!" potong Herni sambil menunjuk ke arah lantai sementara dia duduk di kursi sofa bersama dengan suami dan dua putrinya yang lain serta dua menantunya.

Kirana mengepalkan tangan karena kesal. 

Dengan terpaksa dia membungkukkan badan untuk melipat tikar. Tapi, tanpa dia duga Rayan menahan lengannya, seolah melarangnya untuk melakukan hal itu. 

Herni menaikkan alis kanan, "Heh, tunggu apa lagi?"

"Mas," panggil Kirana dengan nada bingung.

Rayan pun berujar, "Kamu masuk ke dalam aja, biar saya yang urus."

Nadia yang mendengar hal itu seketika menyeletuk, "Owh, so sweet!"

Dia juga bertepuk tangan untuk Rayan tapi lalu menambahkan, "Kalau begitu jangan lupa cuci gelas-gelas kotor ini juga ya!"

Dia menggunakan mata untuk memberitahu Rayan. 

Kirana pun berkata, "Mas, aku-"

"Kamu masuk aja ya," ucap Rayan.

Kirana menggeleng tapi Rayan bersikeras, "Kamu masuk aja. Percaya sama saya, biar saya yang urus."

Wanita muda itu ingin sekali membantah, tapi melihat tatapan tidak ingin dibantah suami barunya itu dia mendadak menurut dan akhirnya masuk ke dalam kamar.

Saat dia berada di dalam kamar, dia tidak bisa tenang. Dia penasaran tentang apa yang sedang dilakukan oleh suaminya. Tapi, hanya dalam waktu lima menit pintu kamarnya diketuk.

"Ini saya, Rayan. Boleh saya masuk?" 

Tanpa membuang-buang waktu, Kirana membuka pintu kamarnya dan mempersilakan suaminya masuk sambil membawa tas ranselnya.

"Kok cepat banget, Mas?" Kirana bertanya dengan nada heran.

"Iya," jawab Rayan sembari mulai membuka kancing baju.

Kirana mengerutkan dahi, "Iya gimana, Mas maksudnya? Udah beres?"

Rayan tersenyum, "Ya belum beres."

"Lha terus? Bapak sama ibu memang enggak ngomel Mas masuk kamar?" tanya Kirana masih terlihat bingung.

Rayan menggelengkan kepala, "Enggak juga."

Kirana ingin bertanya lagi, tapi Rayan sudah bertanya mendahuluinya, "Boleh saya mandi sebentar?"

Wanita itu pun hanya bisa mengangguk pasrah dan akhirnya menunda apa yang ingin dia tanyakan. 

Tetapi, begitu sang suami masuk ke dalam kamar mandi, Kirana buru-buru mengganti baju dan kemudian segera keluar dari kamar untuk melihat keadaan ruang tamu.

Betapa terkejut dirinya ketika dia melihat dua orang pemuda yang terlihat sedang membersihkan ruang tamu itu. Sementara dua adik perempuan dan dua adik iparnya sudah tak terlihat di sana.

"Eh, ini mereka siapa, Pak?" tanya Kirana dengan ekspresi terkejut pada sang ayah.

Parlan yang berdiri di pojok dengan raut wajah memerah karena marah itu langsung memberi tatapan kesal pada putrinya.

"Tanyakan saja pada suamimu si tukang sol sepatu itu!" kata Parlan dengan ketus.

Herni mengertakkan gigi, "Menantu enggak berguna. Bisa-bisanya suami kamu itu manggil dua orang enggak jelas ini ke sini untuk membereskan ini."

Kirana tercengang. 

"Hah? Mas Rayan yang ... manggil mereka? Kok-"

"Makanya sana tanya sama suamimu itu. Kalau memang pemalas ya ngaku aja, enggak perlu suruh dua gembel yang dekil itu buat ngerjain ini," ucap Herni.

Kirana sontak menoleh pada dua orang pemuda yang dia tebak usianya masih belasan itu.

Tetapi mereka tidak terlihat menggubris ucapan ibunya dan tetap melanjutkan membersihkan ruang tamu itu seakan tak mendengar kalimat tidak mengenakan itu. 

Kirana yang dilanda kebingungan itu pun segera kembali masuk ke dalam kamar untuk menanyakan hal itu pada suaminya.

Secara kebetulan Rayan ternyata sudah selesai mandi dan sedang mengeringkan rambut dengan handuk.

"Mas, kamu yang manggil dua orang pemuda itu? Itu siapa, Mas?" tanya Kirana cepat-cepat.

Rayan menoleh, "Iya. Mereka teman saya dan mereka bantu-bantu bersih-bersih, mumpung lagi berkeliling di daerah sekitar sini."

"Te-teman?" ucap Kirana dengan terbata-bata.

Dua orang pemuda yang berpenampilan kucel, lusuh dan tidak rapi itu teman Mas Rayan? Mengapa dia berteman dengan orang-orang seperti itu? pikir Kirana semakin bingung sekaligus cemas.

Melihat ekspresi aneh Kirana, Rayan seketika bertanya, "Mengapa?"

Kirana mengelengkan kepala, "Enggak. Enggak apa-apa kok."

Rayan seketika mendesah pelan, "Ekspresimu jadi kaya gitu karena penampilan mereka ya?"

Kirana seketika salah tingkah, "Eh, enggak kok, Mas. Aku-"

"Jangan melihat orang hanya dari penampilan luar, Kirana!" ucap Rayan tiba-tiba, memanggil namanya untuk pertama kali.

Dia lalu melanjutkan, "Terkadang apa yang terlihat di luar, berbeda dari yang sebenarnya."

Kirana menelan ludah, sadar bila perkataan suaminya memang benar. Wanita itu pun berkata dengan lirih, "Maaf, Mas. Iya, aku salah."

Rayan pun membalas sembari tersenyum lagi, "Iya, enggak apa-apa."

Wanita itu terduduk dengan canggung di atas tempat tidur mereka. Dia melirik mas kawin pemberian Rayan yang dia letakkan di atas meja rias kecil.

Mas kawinnya hanya berupa seperangkat alat salat dan uang sebesar satu juta rupiah tapi Kirana sudah merasa cukup.

"Ada sesuatu yang belum saya kasih untuk kamu," ucap Rayan tiba-tiba.

Kirana segera menoleh ke arah suaminya yang dilihatnya mengambil sesuatu dari dalam tas ranselnya. 

"Ini. Uang bulanan kamu, maaf ya saya baru bisa kasih segini," ujar Rayan sambil menyodorkan sebuah amplop putih.

Kirana menerimanya dengan alis tertaut. Perlahan dia membuka amplop itu dan seketika dia ternganga. Dia mengeluarkan semua isinya dan semakin kebingungan.

"Mas, i-ini serius? Sebanyak ini? Semuanya buat aku?" ucap Kirana dengan mata membulat karena kaget.  

"Iya, semuanya buat kamu," jawab Rayan santai.

Awalnya Kirana ingin tersenyum, tapi tiba-tiba dia mengurungkan hal itu. Dia malah menatap sang suami dengan kening berkerut, "Mas, ini uang halal kan?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status