Tidak ada wanita yang bisa menerima pengkhianatan dari pernikahan yang sudah ia putuskan bersama seorang laki-laki. Begitu lah yang terjadi pada pernikahan Elisa dan juga Bima yang berujung perceraian, ketika ia mengetahui bahwa ia sudah dibohongi dan dikhianati oleh suaminya yang memilih menjadi simpanan para tante-tante. "Maaf Mas, aku menyerah menjadi istrimu, aku memilih menjadi janda daripada harus hidup dengan seorang pengkhianat seperti mu!"
View More"Jangan sombong kau, Bima. Kau tidak lain adalah orang miskin yang tidak memiliki apa-apa," tukas Margaret marah besar, lantaran semua barang yang ia bawa rupanya ditolak mentah-mentah. "Ya, kau benar Nyonya, memang saya bukan lah orang yang berpunya, sebab itu lah saya menolak saat kau membawa barang-barang seperti ini, karena saya tahu, esok atau nanti, kau akan mengungkitnya." jawab Bima dengan lantang. Duka kehilangan putri masih terasa begitu nyata, namun rupanya Bima harus menelan kecewa karena kedatangan mama mertua yang tidak memiliki perasaan sama sekali, pertengkaran antara Bima dan Margaret berujung pada pengusiran terhadap wanita itu sendiri, dan Elisa lah yang melakukannya karena tak tahan lagi. "Jika kedatangan Mama hanya akan memperkeruh suasana di rumah ini, lebih baik Mama pulang, aku sama sekali tidak membutuhkan Mama yang egois seperti Mama, pergi Ma, pergi!" teriak Elisa kecewa. "Kamu berani mengusir Mama, Elisa. Kamu bahkan tidak menyuruh Mama masuk te
"Maaf Pak, pasien bernama Gendhis Putri Ningsih sudah meninggal dunia beberapa jam yang lalu, jadi terhitung untuk biaya administrasi lhanya sebesar dua juta rupiah karena pasien tidak lagi menggunakan alat-alat medis lagi," ucap seorang wanita memakai seragam itu menerangkan. "Apa! Meninggal dunia!" Bima terbelalak kala mendengarnya, bak tersambar petir di siang bolong, rasanya hampir tidak percaya, amplop di tangan sebesar dua puluh juta rupiah itu terjatuh ke lantai karena gemetar, matanya menganak sungai, rasanya benar-benar tidak menyangka. Namun saat tersadar, gegas Bima kembali bangkit lalu mengeluarkan uang yang disebut oleh petugas administrasi, dan setelah itu gegas ia pergi ke ruangan Gendhis untuk menemui Elisa. Pintu itu sudah dibuka, Elisa memang meminta para petugas rumah sakit untuk membiarkan putrinya tetap dalam posisi terbaring di sana, sampai Bima datang dan ia tahu kabar duka yang sedang menyelimuti hatinya itu. "Elisa, apa benar... Gendhis," Bima te
"Jangan lakukan ini, Nona. Bukannya kau baru bercerita bahwa kau sedang memiliki masalah dengan suamimu, lantas kenapa kau melakukan hal ini!" Protes Bima berusaha menolak rayuan dari wanita yang kini sedang menindih nya. "Kau benar, aku memang memiliki suami, tapi dia hanya memenuhi materi ku, dia bahkan tidak pernah mengerti perasaan hatiku bagaimana. Bima, bantu aku sekali ini saja, aku akan memberimu lebih dari sekedar lima belas juta." Bisik wanita itu menatap dengan sayu, seolah memberikan kode pada Bima, agar pria itu bisa menuruti keinginannya. Bima tak langsung memberikan jawaban, rasanya itu sangat berat, ia berpikir dalam apakah yang ia lakukan itu atas dasar hati nuraninya atau keterpaksaan semata, namun rupanya Joelin menganggap diamnya Bima adalah sebuah jawaban persetujuan, sehingga membuat wanita itu dengan penuh nafsu bereaksi. Bima yang tak bisa menolak secara terang-terangan akhirnya pasrah dan mulai menikmati permainan, dan berakhir pada pengendalian yang
"Elisa, jika kamu memintaku untuk meminjam uang pada mamamu, itu artinya kamu sudah siap jika aku akan di hina dan di rendahkan lagi sama mama kamu, maaf Elisa, aku lebih memilih mencari pinjaman orang lain, di dunia ini masih banyak orang baik," Celetuk Bima menolak keras. "Aku paham Mas, baik lah kalau memang itu maumu, aku berharap kamu bisa mendapatkan pinjaman segera, agar kita bisa dengan cepat mengobati anak kita." Jawab Elisa memberikan kepercayaan penuh pada suaminya. Bima terdiam tak menjawab, namun tubuhnya dengan cepet bergerak keluar dari ruangan itu untuk berpikir.Beberapa hari sibuk di rumah sakit, memang Bima memutuskan untuk tidak masuk bekerja, dan selama dua terkahir ia tidak menerima kabar dari Joelin maupun Indah yang biasanya saling mendahului. Bima akhirnya memutuskan untuk menemui Joelin di klup malam itu juga, dan kali ini ia harus memberanikan diri mengungkapkan apa yang ia inginkan. Merapihkan pakaian yang ia kenakan, lalu berjalan menemui Joelin yang sa
"Mas Bima sedang di rumah sakit, Ma. Menjaga putri kami yang sedang sakit keras," ucap Elisa dengan mata yang menganak sungai. "Sakit keras? Apa maksud mu?" Margaret menatap tajam saat mendengar penuturan Elisa. "Anak kami terkena leukemia, Ma. Sudah lebih dari seminggu Gendhis dirawat, dan kedatangan ku ke sini sebenarnya ingin...." Elisa menjeda, ia terdiam beberapa saat karena masih harus menghilangkan rasa malu yang ada dalam dirinya, bagaimana tidak, Elisa saat itu memang telah dikalahkan dengan sosok Bima yang telah memenuhi hatinya. Dan lebih memilih meninggalkan sang mama. "Ingin apa, katakan saja, Elisa!" sentak wanita itu menunggu. "Sebenarnya aku ingin meminta bantuan pada Mama. Ma, aku datang karena aku butuh uang untuk membayar biaya rumah sakit, apa aku bisa meminjam dari Mama?" wanita itu terlihat memasang wajah memelas, meksipun sebenarnya Elisa begitu tersiksa berada di posisi ini. "Kenapa meminta biaya pada Mama, mana suami kamu? Yang harusnya bertang
Tring... Tring.. Dering telpon membuyarkan pikiran Bima, gegas ia menatap ke layar HP lalu menyadari siapa yang telah mengusik lamunannya. [Halo mas, kamu ke mana si? Kenapa kamu nggak ke sini, aku lapar mas, Gendhis nggak mau di tinggal, dia rewel] protes Elisa yang merasa begitu kelaparan, lantaran sejak tadi ia fokus menjaga Gendhis. [Iya, ini aku masih di jalan, kau mau aku belikan makan apa? Biar sekalian aku bawakan] tanya Bima yang sebenarnya lupa bahwa ia harus berganti sip dengan Elisa. [Kebetulan aku lagi pengen makan ayam bakar mas, kamu bawain ya,] jawab Elisa yang merasa senang kala suaminya memberikan pilihan. Tanpa menjawab lagi, Bima segera mematikan sambungan telepon dan memesan makanan yang diinginkan istrinya itu. Tiba di rumah sakit, Elisa dengan lahap menikmati makannya, sementara Bima nampak sedang menggendong Gendhis yang masih terpasang selang di punggung tangannya. Setelah tertidur, Bima merebahkan kembali putri kecilnya itu di brankar, duduk
"Kalau Joelin bisa mendapatkan pria setampan Bima, harusnya aku juga bisa mendapatkan hal yang sama." Tiba-tiba Indah mengulas senyum kala menatap wajah tampan yang terpasang di foto profil WA Bima, diam-diam wanita itu memiliki niat ingin mendekati Bima, dan tidak memperdulikan jika pria itu sebenarnya milik temannya sendiri. Siang itu, kembali Indah mengirimkan sebuah pesan pada Bima, dan saat itu Bima baru saja menikmati waktu santainya setelah beberapa jam istirahat, perut yang terasa begitu lapar membuat pria itu harus bangun dan membuat sarapan pagi, sementara Elisa sendiri masih berada di rumah sakit. [Bima, apa kau sudah bangun? Bagaimana kalau siang ini kita makan di luar. Tenang, soal biaya biar aku yang nanggung.] Pesan itupun langsung tercentang biru, dan tawaran dari Indah membua Bima tiba-tiba mengulas senyum lalu bangkit dari tempat duduknya. "Kebetulan banget, aku memang lagi laper. Dan karena Elisa sibuk di rumah sakit, dia sampai lupa bahwa ada aku yang h
"Bagaimana dengan malam ini, apa kamu menyukainya?" tanya Joelin setelah membawa Bima pergi makan-makan mewah. "Sangat terkesan sayang, aku menyukainya," ucap Bima mengulas senyum manis. "Jika kau selalu berhasil membuat hatiku bahagia, maka aku akan pastikan hidupmu seperti di surga," tandas Joelin menatap Bima buas. "Benarkah, aku sangat terharu sekali. Oh ya, apa malam ini aku akan mendapatkan gaji setelah aku menemanimu sampai jam segini?" tanya Bima mulai merayu, tentu saja ia tidak mau jika pekerjaannya itu sia-sia. "Tentu saja, aku akan membayar mu mahal, karena kau sudah sukses membuat teman-teman ku cemburu." jawabnya tanpa ragu. Lalu tak lama kemudian Joelin mengeluarkan segepok uang di dalam tasnya, dan memberikan pada Bima secara cuma-cuma. Pria itu tentu saja merasa sangat senang, meskipun ia harus menemani wanita tua itu sampai pagi menjelang. Mengucapkan terima kasih rupanya tidak cukup bagi Joelin yang mulai meminta lebih, wanita itu memejamkan kedua matanya dan
"Mas, apa kamu serius mau mengambil tindakan kemoterapi untuk anak kita?" tanya Elisa memastikan, tatapannya berbinar seolah memiliki suatu harapan lain. "Iya, aku serius. Untuk apa aku bercanda," singkat Bima yang memantapkan keputusannya. "Baik lah, aku akan berusaha membantumu, Mas." telak Elisa yakin, jika keputusan yang sudah dipilih oleh suami adalah keputusan yang tepat. Bima mengerutkan kening, hatinya bertanya apa yang akan dilakukan oleh Elisa yang katanya ingin membantu, namun Bima lebih memilih diam dan tidak menanyainya, pria itu fokus pada ponselnya kembali dengan pikiran yang melalang buana. 'Setidaknya aku bisa mengandalkan ketampanan ku untuk ku jadikan uang, Elisa tidak perlu tahu dari mana aku akan mendapatkan uang.' batin pria itu nekat. Tepat pukul tujuh malam, Bima bangkit dari tempat duduknya, menyadari hal itu Elisa pun menanggapi sang suami. "Elisa, aku harus bekerja, dan malam ini jangan menungguku, mungkin aku akan mengambil jatah libur, agar aku bisa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.