Share

Bab 5

“Kamu mau yang mana? Yang pedas atau yang gak pedas?” tanya Jemima lagi, dia masih menunggu keputusan pria asing itu.

“Terserah kamu saja.” Jawab pria itu lirih, sebaiknya kalimat itu saja yang dia katakan dan memendam rasa penasaran terhadap bungkusan itu belakangan saja.

Jemima tampak memilih-milih kedua bungkusan mie instan itu, lalu dia mengangguk-angguk sendiri.

“Oh iya, nama kamu siapa?”

“Namaku Jemima, kamu bisa memanggilku Jemi.” Ungkap Jemima, entah kenapa dia merasa senang saat ada seseorang yang bisa diajaknya bicara seperti ini.

Hump… mulutnya benar-benar tak bisa diam. Batin pria itu sambil menghela napas.

“Hey! Nama kamu siapa?”

“Namaku Jemi.” Tegurnya lagi.

“Ekhem! Namaku… namaku… Julian, ya. Julian.” Jawab pria itu terdengar ragu.

“Oh ya? Nama yang bagus. Aku yakin kamu hanya bangkrut atau diusir dari rumah.” Kata Jemima berasumsi semaunya sendiri.

“Maksudnya?” tanya pria yang yang kini memiliki nama Julian itu, dia tak mengerti maksud dari perkataan gadis itu.

“Ya, maksudku… maaf sebelumnya ya, setelah kamu berganti baju yang sedikit lebih cerah begitu, kamu tak tampak seperti tunawisma.” Jawab Jemima, menjelaskan.

Julian mengangguk-angguk sambil melihat-lihat pakaian yang kini sedang dikenakannya, jaket berwarna navy kombinasi bulu-bulu berwarna cream, kaos berwarna abu muda dan celana jeans berwarna denim, hanya sepatunya saja yang masih belum diganti. Itu adalah sepatu bawaannya pribadi saat keluar dari Apartemen Sarah, yaitu Air Jordan Silver shoes.

“Oh iya, hanya sepatu yang tidak aku beli. Sepatu itu tampak bagus, meskipun… sepertinya… palsu.” Celetuk Jemima saat melihat Julian sedang membuka sepatunya.

“Uhuk!” Julian sampai terbatuk karena kaget mendengar penuturan gadis itu.

“Apa kamu baik-baik saja?” tanya Jemima.

Julian mengangguk sambil meraba lehernya, “tidak apa-apa. Hanya kedinginan saja,” jawabnya.

Jemima mengangguk paham.

“Asal kamu tahu saja, itu termasuk sepatu yang unik dan langka. Sejak dirilis pertama kali, sneakers ini jadi incaran sebagian besar pria di seluruh dunia karena langsung ditandatangani oleh sang legenda NBA, yaitu Michael Jordan.” Jelas Jemima tampak percaya diri.

“Kamu tahukan Michael Jordan?” tanyanya.

Yang ditanya hanya berekspresi clingak clinguk.

“Tapi… aku gak tahu kalau ada edisi palsunya.” Celetuknya lagi.

Apa? Dia bilang sepatu ini palsu? Batin Julian tersentak kaget.

Andai saja dia tahu harganya berapa? batinnya lagi sedikit tercubit hatinya. Karena ternyata, jika dia bukan siapapun, saat memakai barang bermerek sekalipun, tetap tak ada harganya di mata orang asing yang tak mengenalnya.

“Apa kamu tersinggung? Bukankah aku sudah meminta maaf dulu?” tanya Jemima sambil datang dengan membawa dua mangkok mie yang baru selesai dimasaknya.

Julian menggeleng, “lalu kenapa diam?” tanya Jemima lagi.

Mata Julian hanya tertuju pada dua mangkuk makanan di depannya, di atas makanan itu ada potongan daging juga sayuran, terlihat tampak lezat meskipun aneh karena ini pertama kali dia melihatnya.

“Hey, kok gak jawab?” tegur Jemima lagi.

“Eh maaf, jadi apa yang harus aku jelaskan?” jawab Julian balik bertanya.

“Ah sudahlah… lupakan saja, ayo kita makan dulu saja. Julian,” jawab Jemima karena pikirnya seorang seperti Julian yang hidupnya di jalanan, mana mungkin tahu urusan sneaker palsu tidaknya, bisa pakai alas kaki saja sudah bersyukur.

“Hump… yummy… “ gumam Jemima sambil bersiap menyendok kuah di mangkuk tersebut, tapi saat gadis itu akan memasukkannya ke dalam mulut, tiba-tiba seseorang menggedor pintu rumahnya.

DOR! DOR! DOR!

Kedua mata Jemima melotot ke arah pintu lalu bergantian kearah Julian, keduanya saling memandang dan Julian yang tidak tahu apa-apa itu terlihat tak begitu peduli.

“Jemima! Keluar!” teriak seorang wanita di luar sana.

“Siapa?” tanya Julian.

“Sttt!” balas Jemima sambil mengangkat jari telunjuknya.

Meskipun tak mengerti, Julian membalasnya dengan mengangguk dan melakukan hal yang sama, yaitu mengangkat jari telunjuknya tepat di atas bibirnya.

“Keluar kau Jemima, aku tahu kamu ada di dalam!” panggil wanita itu lagi, terdengar berteriak-teriak.

Kedua mata Julian mencuri-curi pandang ke arah Jemima, wajah gadis itu tampak sangat kebingungan.

“Sebaiknya kamu buka saja,” bisik Julian.

Jemima tak menggubris perkataan pria di sampingnya, dia malah menggigit kuku jari telunjuknya.

“Jemima! Keluar kau! Apa mau ku dobrak saja pintunya, hah?!” teriak wanita itu lagi.

Bibir Jemima tampak meringis, gadis itu akhirnya berdiri dan berjalan ke arah pintu rumah yang hanya ada satu-satunya itu.

Kunci dibuka dan wanita di luar sana dengan segera membuka lebar pintu itu, hampir saja wajah Jemima terhantam daun pintu kalau saja Julian tak segera menarik baju gadis itu hingga membuat tubuhnya mundur.

“Oh! Rupanya sedang berduaan dengan seorang pria?!” dengus wanita setengah baya yang langsung saja menerobos masuk ke rumah itu.

Jemima hanya menunduk, gadis itu tampak sungkan bahkan tak berani membalas kekasaran wanita itu.

“Cih! Buah tidak jatuh jauh dari pohonnya, like mother, like daughter.” Cibir wanita itu lagi.

“Ah terserah-terserah, saya tak peduli. Pantas saja kau tak mau menikahi Ian, rupanya kau sudah selingkuh dengan pria lain.” Sambungnya.

Julian melirik ke arah Jemima, gadis itu tampak ketakutan dan bingung.

“Ingat Jemima, hutang kamu itu sangat banyak. Ian tak butuh dibayar balik, pria itu hanya butuh dibayar oleh tubuhmu.”

Julian sangat kaget bahkan pikirannya mulai bertanya-tanya tentang pekerjaan Jemima, mungkinkah dia seorang pekerja sex? batinnya sambil melihat dan memperhatikan tubuh Jemima yang mulai bergetar ketakutan.

Belum sampai Jemima membela diri, tiba-tiba saja semangkuk mie yang masih panas itu diambil wanita itu, lalu disiramkan ke atas kepalanya.

“Akh!” Jemima meringis kepanasan.

“Apa-apaan ini? Apa kau gila!” bentak Julian yang tiba-tiba saja reflek memaki wanita paruh baya itu sambil segera berlari dan mencari sesuatu untuk mengelap mie yang disiramkan ke tubuh Jemima.

“Kamu tidak apa-apa?” lanjutnya bertanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status