“Cukup Diego, makin kesini Kau makin ngelantur. Apa perlu aku suruh Victor menendang Mu dari Hotel itu?” tanya Julian. “Hah! Kau mengancamku? apa Kau memiliki kemampuan itu?” Julian mengangguk. “Hah! memangnya siapa Kau, gembel?!” “Aku? kalau... kukatakan Dante Vascos, apa Kau percaya?” Diego sempat terdiam sejenak, tapi tak menunggu lama pria itu kembali tertawa. “Hahaha….” “Kau? Dante Vascos?” “Hey gembel! apa kurasa Kau semakin sakit?” “Selain gembel, Kau juga mungkin saja orang gila. Apa Kau punya uang untuk berobat?” “Haha… dasar sinting!” Diego terus saja mengejek Julian dengan berbagai macam kutukan, dia benar-benar tak habis pikir dengan pria paling dibencinya ini, bagaimana mungkin dia mengaku sebagai Dante Vascos? idolanya selama ini. “S
Mendengar perkataan dari Julian yang tampak lebih berani dari Victor, Diego yang dari tadi menjadi orang yang menyimak pertemuan akrab dua pria tersebut semakin penasaran.“Iya Tuan, pecatlah aku. Asal Kau kembali ke tempatmu,” terdengar Victor membalas dengan santai.“Haha… sialan Kau! masih tetap tak berubah.” Puji Julian sambil menepuk-nepuk pundak Victor.“Terimakasih, Kawan.” Lanjutnya, tampak sangat bersyukur.“Ah, terimakasih untuk apa?” tanya Victor.“Karena sebagai manusia, Kau dapat kupercaya.” Jawab Julian.Victor menghela napas dalam-dalam, “Kau terlalu baik, tak pantas dikhianati.” Katanya sambil senyum.“Ayo sebaiknya kita segera masuk.”“Aku mulai kedinginan.”Julian mengangguk.“Tuan Victor, tunggu! siapa dia sebenarnya?” tanya Diego.Victor dan Diego segera menghentikan langkahnya, Victor berbalik dan mendekat ke arah Diego.“Ah, hampir saja aku melupakan pecundang yang satu ini.” Ucap Victor.“Bangun Kau!” lanjutnya berseru.Diego segera bangun dengan terhuyung-huyun
“Benarkan… Kau gembel yang kemarin diusir itu, ayo ngaku?” tanya penjaga pintu itu lagi sambil menghadang jalan Julian hingga pria itu sedikit mundur beberapa langkah.Penjaga tersebut memandangi Julian dari atas hingga bawah dengan tangan memegang dagunya, bersikap seakan dia adalah seorang penilai fashion.“Wah, apa yang berubah?” tanyanya bicara sendirian, lalu berjalan mengelilingi Julian sambil tampak sedang memikirkan sesuatu.“Oh ya! hari ini gembel itu datang dengan setelan jas.” Lanjutnya mengejek, tampak senang karena berhasil menebaknya.Julian mendengus, menahan tawa karena tingkah konyol si penjaga pintu yang arogan itu.“Untuk apa gembel yang ganti baju ini datang lagi ke Hotel bintang lima begini?” tanya penjaga pintu tersebut.Julian menghela napas dalam-dalam, sebenarnya dia berharap bisa langsung masuk kedalam tanpa ada kendala seperti ini, namun sepertinya masuk ke Hotel ini tidakl
Hans menghela napas putus asa karena bingung dengan perubahan sikap atasannya tersebut, bukankah baru saja kemarin dia juga ikut-ikutan membully pria gembel itu?“Lihatlah dia__”Ucapan Hans terpotong oleh tatapan tajam Diego, kedua matanya bahkan seperti mau keluar dari cangkangnya. Namun, Hans tak mau tinggal diam karena dia yakin kalau atasannya itu sedang linglung.“Di-di-dia ini gembel yang kemarin Tuan marah__”“SIAL! BISA DIAM? DASAR PENJAGA PINTU SIALAN!” potong Diego lagi, suaranya kini terdengar menggelegar hingga mental Hans seketika ciut.Hans langsung terdiam tak berkutik, hanya saja hatinya tak menerima begitu saja kekalahan tersebut. Pria itu menatap jijik juga dendam ke arah Julian yang cuek saja seakan tak peduli keberadaannya, Hans sampai-sampai ingin sekali mencincang Julian jika saja tak ada Diego disana. Hans tak habis pikir dengan keangkuhan pria gembel itu juga sikap drastis Diego padanya.
David dan Hans mangap bersamaan, sementara Diego yang paham dengan reaksi itupun hanya mengangguk-anggukan kepalanya apalagi sudah berkali-kali dia juga memperingatkan Hans.“Dia pewaris tunggal kerajaan Vascos,” katanya lagi.“Orang terkaya di negara kita.” Sambungnya sekali lagi sebelum akhirnya berlari masuk ke dalam Hotel.Sementara itu David, terutama Hans tampak sangat terpukul hingga tubuhnya lemas tak berdaya.“Siapa yang mengira kalau dia… dia, dia ___” Hans sampai tak bisa melanjutkan kalimatnya karena tak percaya.“Habislah aku, David.” Lanjutnya merengek tapi percuma saja karena semuanya sudah terlambat.Sementara itu, kini Julian sudah berada di dalam ruangan kerja miliknya sekaligus tempat yang sesekali dia datangi kalau mengecek keadaan Hotel tersebut. Tempat pribadi yang biasa Julian gunakan berada di lantai 8 yang disebut sky villa, ruangan itu memiliki luas lebih dari 800 meter pers
“Benarkah? mereka memiliki andil sebesar itu?” tanya Victor.Dante terlihat mengangguk, “berkat mereka, kini aku bisa menilai orang yang tulus atau hanya memanfaatkanku saja.”Victor memahami maksud dari perkataan sahabat juga orang yang sangat dikaguminya itu.“Aku akan melakukan apapun perintahmu seperti biasa, jadi apa yang harus aku lakukan untumu sekarang?” lanjutnya bertanya.“Sebaiknya jangan terlalu mengekspos keberadaan juga tentang siapa aku.” Jawab Dante.“Ada alasannya?” tanya Victor.Dante mengangguk, “ya, kalau ada orang-orang seperti mereka tadi, maka aku serahkan Kau yang mengurus atau menyingkirkannya dari kehidupanku.”“Baiklah, aku mengerti.” Balas Victor, “selamat datang kembali, Kawan.” Lanjutnya sambil mengangkat gelas.“Thanks.” Balas Dante.“Lalu… bolehkah aku bertanya tentang Jemima? siapa wanita ini? apa harus aku lindungi atau….”
Melihat tingkah laku temannya itu membuat Dante tertawa puas, rasanya begitu senang saat dia bisa mempermainkan perasaan temannya tersebut.“Tapi, Kawan. Aku pikir Sarah juga Hector harus menerima ganjarannya.” Sahut Victor.“Hector? apa dia menemuimu?” tanya Dante.“Hampir setiap akhir pekan, dia menemuiku di Bar biasa.” Jawab Victor.“Oh ya? apa yang kalian bicarakan?” tanya Dante cukup merasa penasaran karena tidak biasanya temannya itu menyimpan dendam.“Aku lihat dia bersama Sarah di ruang VIP, lalu saat dia menemuiku di meja bartender, pria itu membanggakan dirinya yang kini bersama Sarah.”“Ah… aku selalu ingat wajah sombongnya itu.”Dante mendengus kasar, tapi dia tak berani mengeluarkan tawa yang dapat menyinggung perasaan temannya yang sedang prihatin itu.“Tapi… bisakah sebaiknya Kau berpura-pura dulu? kita kalahkan semua musuh kita secara pelan-pelan.” Pinta Da
Dante menggelengkan kepalanya karena dia masih belum tahu jawabannya, tapi yang pasti kini dia merasa nyaman hidup tanpa memiliki apa-apa serta bisa melihat beraneka ragam sifat manusia yang sesungguhnya. Semakin dirinya tidak dikenal, dicaci maki hingga dihina-hina, maka semakin kuat dirinya ingin membuka semua topeng palsu dari wajah orang-orang tersebut.Tok, tok, tok. Terdengar suara pintu diketuk dari luar, Dante melihat layar kamera di depan pintu dan terlihat ada seseorang di balik pintu itu. Seorang pria muda yang gagah dan tampan dengan balutan setelan formal, dia terlihat tampak gugup.“Siapa?” tanya Dante.“Tuan, selamat siang. Saya disuruh tuan Victor untuk mendampingi Anda.” Jawab orang tersebut.“Oh, masuk saja.” Balas Dante, dia tidak perlu membuka pintu kalau benar pria itu suruhan Victor.Pria tersebut tampak merogoh sesuatu dari balik saku celananya, sebuah kartu berwarna hitam yang merupakan kartu khusus untuk membuka pintu Villa tersebut.Suara kunci pintu berbunyi