Share

05. Teman?

"Pelan-pelan ih sakit," rengek Azura yang sedang di obat di ruang uks.

Kebetulan petugas uks tengah mengikuti pelatihan di luar sekolah. Jadi mau tidak mau Azura harus di obati dengan terpaksa oleh Angga, calon yang di jodohkan oleh Ayahnya.

"Percaya sama gue, Ra, tahan bentar gue pengalaman kok ngobatin ini."

"Kalo sakit cengkram aja bahu gue gapapa," ujarnya menawarkan diri.

Lalu dalam hitungan 3 detik, Angga langsung membenarkan kaki Azura sehingga mengeluarkan bunyi.

KREKK!!

"AAGHH," teriak Azura sambil mencengkram bahu Angga dengan erat.

Angga hanya tersenyum bangga saat melakukannya. Ia sama sekali tidak merasakan sakit saat Azura mencengkramnya dengan kuat.

"Coba gerakin kaki lo pelan-pelan," titah Angga yang langsung di turuti oleh Azura.

Azura terkejut bukan main, kakinya sudah pulih hanya dalam waktu lima menit?

"Kaki gue sembuh." Mata Azura berbinar. Ia turun dari ranjang uks lalu berjalan-jalan dengan mata yang riang.

"Ternyata kemampuan lo bagus juga. Makasih Angga," ujarnya dengan tersenyum tulus.

"Sama-sama calon," goda Angga membuat Azura berdecak sebal.

"Gue mau traktir lo makan di kantin besok boleh? Sekaligus ada hal yang mau gue tanyain."

"Boleh banget."

"Oke."

Keheningan melanda beberapa detik, "Lo pulang sama siapa?" tanya Angga mengubah suasana.

"Gue pulang naik bus," jawab Azura seadanya.

Angga mengangguk paham. "Hari ini bareng gue mau?"

Azura tampak meminang-minang tawaran Angga. Sejujurnya ada rasa sedikit tidak nyaman berada satu frame dengannya seperti ini. Namun di sisi lain ia juga harus berterimakasih karena Angga telah membantunya.

"Hanya hari ini ya?"

"Iya calon."

"Kita belum sah!" sanggah Azura tak terima.

"Bentar lagi juga sah." Leon memasang mimik konyol di wajahnya. Membuat sang empu mendelik sebal.

* * *

Azura menyandang tasnya di bahu. Sambil berjalan, ia menguncir rambutnya sedikit kesusahan akibat terkena angin.

Lalu nampaklah motor ninja hitam berhenti tepat di depannya.

"Ayo naik," titah Angga dengan tangan yang mengulurkan helm berwarna hitam serupa.

Tanpa banyak bicara, Azura memakai helmnya lalu menaiki motor Angga. Sedikit kesusahan karena bagi dirinya motor ini lebih tinggi daripada Azura. Membuat Angga terkekeh di balik helm full face nya.

"Butuh bantuan nona?"

"Ga usah," ketus Azura yang berhasil menaiki motor Angga.

"Kenapa ngga jalan?" tanya Azura heran karena orang yang di depannya ini tidak kunjung menjalankan motornya.

"Pegangan!"

"Hah?"

"Pegangan! Lo mau jatuh dari atas motor gue?"

Azura menggeleng cepat. Lalu tangannya perlahan sedikit melingkar di pinggang Angga.

Angga yang gemas langsung menarik tangan Azura. Motornya melesat kencang membelah jalanan di sore hari.

Selang lima belas menit kemudian, Azura terheran karena Angga tidak menurunkannya di depan gerbang rumah. Motornya masuk ke dalam pekarangan rumahnya dan yang lebih anehnya gerbang terbuka begitu saja ketika motor Angga sampai disana. Apakah Ayahnya memasukkan plat motor Angga ke sistem?

"Kenapa? Lo pasti heran gue bisa masuk?"

Azura hanya mengangguk kebingungan.

"Seperti yang lo pikirkan," jawab Angga seadanya.

"Terus kenapa--"

"Kenapa gue turun?" potong Angga yang di angguki Azura.

"Karena gue di suruh mampir sama Ayah mertua," ucap Angga sambil menekankan kata Ayah Mertua dengan narsis.

Azura berdecak sebal, ia memberikan helm kepada sang pemiliknya lalu masuk ke rumah meninggalkan Angga yang tengah terkekeh melihat kekesalan Azura yang terkesan gemas di matanya.

* * *

Saat Azura masuk, pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah Amira yang tengah terbaring di pangkuan Leon. Lalu tangan Leon yang mengusap-usap kepala Amira yang sudah tertidur pulas di pahanya.

"Udah pulang, Ra?" tanya Leon mencairkan suasana.

Azura tersenyum tipis. "Hm."

"Angga mana?"

Suara bariton Ayahnya terdengar dari arah pinu ruang kerja Ayahnya yang tak jauh dari sana. Mengalihkan pandangan Leon dan juga Azura yang tengah bertatapan tadi.

"A-ada di luar Ayah," jawab Azura seadanya.

"Kenapa kamu tinggal? Suruh dia masuk!" titah Ayahnya.

Namun saat Azura membalikkan badannya, Angga sudah berada di hadapannya dengan menampilkan senyum manis terbaiknya.

"Assalamualaikum Ayah mertua." Angga menghampiri Mahendra yang di balas kekehan ringan oleh Ayah Azura.

"Kamu bisa saja." Mahendra terkekeh pelan.

"Om, boleh ngga saya main di sini bentar? Sekalian belajar bareng sama Azura," izin Angga yang mendapat pelototan dari sang empu.

"Tidak apa-apa, nak. Bukankah bagus jika belajar bersama?"

"Iya, om, saya punya beberapa pertanyaan yang belum saya mengerti di materi fisika. Kebetulan Azura sangat pintar di kelas kami, bahkan dia pernah menjadi juara umum olimpiade di Tokyo. Saya kagum, ingin sekali belajar jika dengan Azura. Bolehkan, om?"

"Benarkah? Kapan kamu mengikuti olimpiade?"

Azura membeku di tempatnya. Begitu juga dengan Leon yang tidak berani membuka suara sedikitpun.

"Ya sudah, kalian belajar di sebelah kamar Azura, ya nak Angga. Di sana tempat ruang keluarga. Enak jima di pakai untuk belajar."

Setelah mengucapkan itu, Mahendra pergi dari sana. Membuat Azura menghela nafas dengan lega. Jujur ia tidak tahu bagaimana ia harus menjawab pertanyaan tadi dari Ayahnya.

Dengan wajah kesal, Azura menarik tangan Angga. Lalu mereka memasuki lift menuju ruang yang di tuju.

"Lo mau apa sih? Kita baru kenal sehari. Lo cuma bantu gue hari ini dan gak lebih Angga! Jadi stop ikut campur hidup gue mulai detik ini."

Angga mematung. Ia sepertinya memang melakukan kesalahan tadi. Dirinya sendiri merutuki omongannya karena mencampuri kehidupan pribadi Azura.

"Maaf kalau gue terlalu ikut campur kehidupan pribadi lo. Tapi gue tulus pengen deket sama lo, Ra. Kalau ga boleh dekat, kita jadi Teman saja. Bisakah gue minta hal itu dari lo?"

Azura menghela nafasnya guna menenangkan diri. Ia sedikit tertegun dan menyesali perkataannya yang terlalu ngegas terhadap Angga.

"Gue butuh waktu."

* * *

Azura turun dari lift dengan memasang muka datar seperti biasa. Ia muak melihat meja makan yang selalu menampilkan kehangatan keluarga tanpa dirinya.

"Azura!"

Suara bariton Ayahnya membuat langkah Azura terhenti seketika. Kemudian badannya berbalik.

"Sejak kapan kamu mengikuti perlombaan SCI di Tokyo?"

Pertanyaan yang keluar dari mulut Aris sukses membuat Amira dan Anita tersedak.

"Beneran, Yah?"

"Apa peduli Ayah?"

"Dasar anak tidak tahu sopan santun!" maki Anita sambil fokus kembali memakan sarapannya.

Amira hanya tersenyum sinis.

"Tapi memang benar, Mas, apa peduli kamu jika dia menang perlombaan atau tidak? Ingat kejadian saat Amira masih kecil. Kamu tidak boleh melupakan kejadian itu sampai kapanpun! Mau dia menang lomba apapun saya tidak peduli. Lagi pula tidak ada manfaatnya bagi saya."

"Anita-"

"Aku berangkat."

"Sebentar Azura, Ayah mau berbicara sama kalian."

Azura menghela nafasnya.

"Sepertinya perjodohan akan tetap berjalan sesuai rencana awal."

"APA?"

* * *

Next Part ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status