Share

Misteri Menara Tanpa Nama
Misteri Menara Tanpa Nama
Penulis: Ismail Fadillah

Prolog

Semua orang yang berada di ruangan ini hanya dapat terdiam membeku saat melihat sesuatu yang tertancap di dinding, itu termasuk diriku yang hanya bisa menatap tak percaya pada apa yang jelas-jelas dapat kulihat di depan mataku.

Cairan warna merah terus menetes dari benda itu, padahal lantai ruangan itu sudah diwarnai oleh warna merah dimana-mana.

Bau menyengat juga dapat tercium dari benda tersebut. Beberapa orang yang tak tahan dengan apa yang mereka lihat mulai muntah dan meninggalkan ruangan secepat mungkin, tapi beberapa orang masih bertahan tak bergerak dari posisi mereka berdiri.

“Kenapa hal ini bisa terjadi....?”

Sebuah pertanyaan dapat terdengar dari seseorang, tapi Aku tak yakin siapa yang mengatakan hal tersebut. Sejujurnya otakku saat ini tak memiliki ruang untuk memikirkan siapa yang menanyakan hal tersebut, karena saat ini Aku juga memikirkan hal yang sama dengan orang tersebut. ‘Kenapa hal ini bisa terjadi?’

Pemandangan yang sungguh tak bisa dipercaya oleh mata ada di hadapanku. Tubuh seorang pria baru saja dipajang di sana dengan bagian tubuh yang terpotong-potong menjadi 10 bagian.

Padahal pria itu baru beberapa jam yang lalu masih bersama kami dan masih bisa berbicara dengan kami, tapi kenapa hanya dalam waktu hitungan jam, tubuh orang itu bisa berubah menjadi potongan daging. Siapa orang yang dapat melakukan hal tersebut? Dan tanpa ada yang menyadarinya? Hal seperti ini jelas tak logis bagi otakku.

Saat pikiranku sedang memproses apa yang baru saja terjadi, pikiranku kembali ke kemarin pagi, saat awal dari semua ini dimulai.

Pagi yang cerah dengan matahari yang baru saja menampakan dirinya. Aku keluar dari rumahku sambil membawa 2 tas yang berisi pakaian, peralatan dan perlengkapan yang akan diperlukan untukku memulai hidup baru di tempat yang baru.

“Oi, Kau... kenapa kau lama sekali?”

Setelah berjalan cukup jauh dari rumahku, Aku bertemu dengan teman lamaku. Dia sedang menyilangkan tangannya sambil menyenderkan tubuhnya pada sebuah tiang. Sepertinya Aku telah membuatnya menunggu cukup lama.

“Maaf, Aku harus menunggu waktu yang tepat sebelum bisa keluar dari rumah.”

“Begitukah? Kalau begitu, cepatlah! Mereka meninggalkan kita.”

Tanpa membuang banyak waktu, dia mulai berjalan. Aku segera mengikutinya dari belakang.

“Apa kau tahu dimana tempat pertemuannya?”

“Bukankah kau sudah menerima e-mail dari mereka? Kau hanya perlu mengikuti koordinat yang diberikan oleh mereka.”

“Itu memang benar, tapi Aku penasaran dengan koordinat yang mereka berikan... Aku tidak merasa bahwa tempat itu adalah tempat pemberhentian bis atau tempat kendaraan apapun untuk menunggu... kita akan naik bis untuk ke sana, kan?”

“Entahlah... kita tidak mendapatkan informasi apapun tentang itu, kan? Apakah itu penting?”

“Hmm... Aku tidak begitu yakin, tapi tempat yang akan kita tuju... Desa tanpa nama, Aku merasa ada banyak hal yang aneh dengan desa itu.”

“Ada apa? Apa kau ingin berhenti dan pulang ke rumahmu?”

Setelah berpikir selama beberapa saat, Aku akhirnya menjawab pertanyaannya.

“Kurasa tempat itu masih lebih baik dari pada rumahku saat ini... jadi kurasa Aku tak akan kembali!”

“Begitukah? Kalau begitu berhenti mengeluh dan percepat langkah kaki lambatmu itu!”

Setelah mengatakan itu, dia segera mempercepat langkah kakinya sambil memeriksa smartphone-nya untuk memastikan tempat yang akan kita tuju sudah benar arahnya.

“Hei! Tunggu Aku!”

Aku segera berlari kecil untuk dapat mengejar langkah kakinya yang sangat cepat itu.

Tak butuh waktu lama bagi kami untuk sampai ke tempat tujuan kita.

Saat sampai di sana, kami dapat melihat sebuah bis yang berukuran cukup besar sedang terparkir. Kami juga bisa melihat orang-orang yang sedang berkumpul di dalam bis itu.

“Apakah bis itu adalah tujuan kita?”

“Entahlah, kenapa tak periksa saja?”

“Hm... baiklah.”

Aku melangkahkan kakiku menuju pintu bis yang terbuka. Di sana Aku dapat melihat seorang sopir bis yang sudah tua.

“Anu, maaf... apakah bis ini menuju ke Desa tanpa nama?”

Pak tua itu kemudian melihat ke arahku dengan menggerakan kepalanya dengan perlahan, lalu dia menjawab pertanyaanku tanpa merubah ekspresi wajahnya.

“Ya, bis ini sebentar lagi akan berangkat ke Desa tanpa nama.”

“Begitukah! Syukurlah! Kami tak terlambat.”

Setelah itu, kami berdua segera memasuki bis itu, tapi tak berapa lama kemudian, Aku merasakan ada orang yang berlari ke arah bis ini.

Aku menengokan kepalaku untuk melihat siapakah orang itu. Di sana Aku dapat melihat seorang gadis kecil yang sedang berlari sekuat tenaganya menuju ke bis ini.

“Tungguuuu!”

Mendengar teriakan itu, beberapa penumpang bis langsung memfokuskan pandangan mereka pada gadis yang berlari itu. Mereka pasti bertanya-tanya siapakah gadis itu, sama seperti diriku.

Gadis itu sampai di depan pintu bis dengan napas yang memburu. Sambil membungkuk, kedua tangannya memegang lututnya. Untuk beberapa detik, dia mencoba untuk mengatur napasnya kembali.

“Hm... Anu... apa kau tak apa-apa?”

Aku bertanya sambil mengulurkan tanganku padanya.

“Eh?”

Gadis itu menengokan kepalanya ke arahku dengan wajah terkejut. Kemudian melihat ke tanganku yang terulur, lalu melihat ke wajahku.

Dia nampak ragu untuk menangkap uluran tanganku. Tangannya yang ramping dengan gemetar mencoba untuk meraih tanganku, tapi pada akhirnya tangan kami tak pernah bersentuhan.

Saat akan bersentuhan dengan tanganku, tangannya malah berbelok ke arah samping pintu bis. Wajahnya nampak pucat saat dia melakukan itu

“Maaf...”

Katanya pelan sambil mencoba untuk masuk ke dalam bis. Aku yang berdiri di pintu masuk bis segera memberi ruang agar gadis itu bisa naik ke dalam bis dengan aman.

Gadis itu segera mencari kursi yang kosong, lalu duduk di sana. Dia nampak menundukkan kepalanya tanpa memperhatikan sekitarnya yang berisik.

Aku kemudian duduk di samping temanku yang sudah mendapatkan tempat duduk sedari tadi. Dia nampaknya sama sekali tak peduli dengan gadis yang datang terakhir tadi.

Aku menaruh barang bawaanku loker yang ada di atas tempat duduk kami, tapi karena satu tasku tak muat, Aku menaruhnya di bawah tempat dudukku.

“Bis akan berangkat sebentar lagi! Jika ada dari kalian yang ingin keluar dari bis ini, maka cepat lakukan sekarang juga!”

Suara dari sopir bis dapat terdengar dari pengeras suara.

Meskipun terjadi keributan kecil saat kami mendengar pengumuman itu, tapi tak ada satupun dari kami yang turun dari bis ini.

Aku melihat sekelilingku dan menghitung jumlah orang yang ada di dalam bis ini. Ada 30 orang di antara kami, termasuk Aku dan temanku, kecuali si sopir bis. Jadi apakah mereka semua yang akan menjadi teman sepanjang hidupku setelah ini?

“Kami berangkat!”

Aku sedikit terkejut saat mendengar hal itu dari pengeras suara.

Setelah itu, pintu bis tertutup secara otomatis, lalu bis mulai bergerak.

Aku dapat mendengar keramaian di dalam bis saat bis bergerak menuju tempat tujuan kami.

Saat itu, kami sama sekali tak tahu bahwa peringatan yang diberikan oleh si sopir bis mungkin adalah peringatan terbaik yang seharusnya kami turuti. Seharusnya pada waktu itu, kami keluar saja dari bis itu.

Tapi semuanya sudah terlambat, saat pintu bis itu tertutup, takdir kami sudah ditentukan. Kami tidak bisa kembali lagi ke kehidupan kami yang sebelumnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status