Hari - 1
Si Kakek dengan kedua pelayannya segera meninggalkan aula, begitu mereka tidak memiliki hal lainnya yang mereka harus lakukan di sini. Sedangkan kami, para perserta, masih tidak ada yang mau meninggalkan aula. Kami masih memikirkan apa yang baru saja terjadi.
“Apa yang harus kita lakukan setelah ini?”
Seorang gadis bertanya dengan nada bingung. Wajahnya nampak pucat dan tubuhnya terlihat lelah. Meskipun belum sehari kita berada di sini, tapi tempat ini telah menguras banyak tenaga dari kami.
“Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi pertama-tama Aku ingin mencari keberadaan orang yang hilang di antara kita, apakah ada orang yang tahu kira-kira dia berada dimana?”
Aku bertanya pada semua orang yang hadir. Mereka saling berpandangan sampai ada satu pria yang mengenakan Headphone menjawab pertanyaanku.
“Bukankah dia berada di kamarnya?”
“Kamarnya? Apa kau tahu dimana kamarnya berada?”
“Entahlah... apakah ada yang tahu?”
Lelaki itu melihat ke arah yang lain untuk meminta jawaban, tapi tak ada satupun yang menjawab pertanyaannya.
Ini hanya perasaanku, tapi apa mungkin orang itu tak memiliki teman satupun di sini? Apakah dia gagal membuat teman selam perjalanan di bis? Aku bahkan tidak bisa mengingat siapa namanya dan hanya ingat dengan penampilannya.
“Aku sempat berbicara sebentar dengannya di bis, tapi Aku tidak begitu akrab dengannya, jadi Aku tak sempat menanyakan dimana kamarnya... memangnya apa yang ingin kau lakukan?”
Seorang lelaki yang mengenakan seragam tentara membuka suaranya.
“Aku hanya ingin memeriksa keadaannya, Aku ingin tahu apakah dia benar-benar telah dibunuh atau tidak.”
Aku memberikan jawaban jujurku. Aku memang tak memiliki rencana apapun, selain memeriksa keadaannya.
“Setelah kau memeriksanya, apa yang akan kau lakukan? Tidak ada gunanya kita memikirkan orang yang sudah tidak ada di sini, belum lagi tak ada orang yang benar-benar akrab dengannya, kan? Kita bahkan tak tahu apakah tubuhnya masih ada di sini atau tidak.”
Kali ini lelaki berkacamata yang membuka suaranya. Aku sudah memperhatikannya sedari tadi. Kurasa dia adalah tipe lelaki pesimis.
“Aku tidak benar-benar tahu apa yang akan kulakukan setelahnya, tapi Aku setidaknya ingin mencari petunjuk.”
Aku menjawab pertanyaannya sambil menggaruk kepalaku.
“Petunjuk? Petunjuk macam apa yang ingin kau cari?”
Seorang gadis bertanya padaku.
“Aku sendiri tak begitu yakin, tapi Aku ingin tahu bagaimana cara dia dibunuh... siapa tahu Aku bisa menemukan cara bagaimana kita tak akan dibunuh.”
Setelah mendengar jawabanku, beberapa orang nampak berpikir dengan serius, sementara yang lainnya nampak tak begitu peduli.
“Pokoknya Aku akan mulai mencari di lantai dua.”
Karena tak ada kamar tidur di lantai pertama, jadi kamarnya pasti berada di lantai 2 keatas.
Setelah mengatakan itu, Aku segera beranjak pergi dari sana tanpa menunggu tanggapan dari yang lain, tapi sebelum Aku meninggalkan aula, tiba-tiba saja tubuhku dihentikan oleh seorang yang mencengkram bahuku dengan kuat.
“Bagas?”
Aku secara tak sadar mengucapkan nama dari orang yang menghentikanku, dia adalah teman baikku.
“Di sini berbahaya, lebih baik kau tak berada jauh-jauh dariku, setidaknya untuk saat ini.”
Dia berkata tanpa mengubah ekspresi wajahnya yang datar. Aku hanya menganggukkan kepalaku dengan pelan untuk menanggapinya.
Setelah itu kami berdua pergi meninggalkan aula. Aku bisa mendengar langkah kaki yang mengikuti kami dari belakang. Sepertinya beberapa mereka telah memutuskan untuk membantuku mencari kamar dari orang itu.
Pertama kami memutuskan untuk mencari di lantai 2, seperti yang sudah kusebutkan sebelumnya, lalu beranjak ke lantai 3 setelah tidak menemukannya di lantai tersebut. Karena ada banyak pintu yang terkunci membuat kami lebih cepat menyelusuri setiap lantai, karena tak perlu menghabiskan waktu dengan membuka dan menutup pintu.
Kami terus menyelusuri setiap lantai untuk menemukan keberadaan dari orang itu, sampai kami mendengar teriakan salah seorang dari kami.
“Oi, teman-teman! Aku mungkin sudah menemukannya!”
Seorang lelaki berpakaian tentara berteriak dari depan pintu yang tertutup. Meskipun dia tidak melihat ke dalam ruangan itu, tapi dia sepertinya sangat yakin kalau kamar di depannya adalah kamar milik orang itu. Melihat hal tersebut membuatku memiliki perasaan buruk.
Aku melangkah mendekati kamar itu, diikuti oleh beberapa orang yang kebetulan berada di dekat sana.
Saat berada di dekat pintu itu, akhirnya kami semua sadar bahwa apa yang dikatakan lelaki berpakaian tentara itu memang benar. Kami dapat mencium bau yang tak sedap di balik pintu itu, meskipun pintu itu tertutup sangat rapat.
Aku menyentuh gagang pintu dari pintu tersebut.
“Para gadis, Aku sarankan kalian tak mengintip ke dalam dan menunggu di luar atau lebih baik, kembalilah ke kamar kalian!”
Sebelum membuka pintu, Aku mengatakan hal tersebut.
“Huh?! Kenapa kami harus melakukan hal itu? Kami sudah repot-repot membantumu mencarinya, jadi kenapa kami harus pergi?”
Seorang gadis yang berpenampilan cukup terbuka memprotes perintahku.
“Itu karena Aku memiliki firasat yang sangat buruk... Aku yakin sesuatu yang berada di balik pintu ini bukanlah hal yang bagus untuk dilihat.”
Setelah mengatakan itu, Aku kembali memfokuskan diri pada pintu di depanku.
“Apa kau tak apa? Kau berkeringat.”
“Ya, Aku tak apa... Aku buka, ya.”
Lelaki berpakaian tentara di sampingku merasa khawatir saat melihat wajahku yang berkeringat. Aku mengatur napasku sejenak, sebelum membuka pintu.
Setelah Aku membuka pintu, bau yang sangat tidak menyenangkan menjadi sangat kuat. Kamar itu sangatlah gelap hingga membuatku tidak bisa melihat apa yang ada di dalam sana, tapi Aku sangat yakin bahwa kamar itu memiliki sesuatu yang disebut mayat di dalamnya.
Aku berjalan perlahan menyelusuri dinding untuk mencari tombol lampu. Aku merasakan bahwa ada seorang yang juga masuk ke kamar itu selain Aku, setelah memeriksanya Aku mengetahui bahwa dia adalah temanku, Bagas. Dia menyelusuri sisi dinding lainnya.
“Aku menemukan tombol lampu, apa kau siap?”
Aku bisa mendengar suara Bagas yang berada di sisi lain dinding. Aku meneguk ludahku, sebelum memberikan jawabanku.
“Aku siap, bagaimana yang lain?”
Butuh beberapa detik, sebelum kami mendapatkan jawaban dari mereka.
“Aku tak masalah, tapi para gadis sebaiknya kalian menuruti perkataan lelaki tadi! Aku juga merasa hal yang buruk.”
Aku bisa mendengar suara dari lelaki berbaju tentara yang berada di depan pintu. Setelah itu Aku bisa mendengar suara beberapa langkah kaki yang menjauh dari pintu masuk.
Tanpa menunggu aba-aba dari siapapun, Bagas tiba-tiba saja menghidupkan lampu di ruangan ini.
Hal selanjutnya yang kami lihat adalah pemandangan yang tak bisa dipercaya oleh mata kami. Kami memang benar-benar menemukan tubuh orang itu yang sudah tak bernyawa seperti yang sudah kami duga, tapi Aku sungguh tak menyangka keadaan tubuhnya saat ini.
Tubuhnya dipotong menjadi beberapa bagian, lalu potongan tubuh itu dipajang dinding dengan menggunakan paku yang sangat besar. Darah segar masih terus berjatuhan dari tubuh tak bernyawa itu.
“Yang benar saja... mana mungkin...”
Aku mendengar suara seseorang yang berkata dari pintu masuk. Aku tidak bisa memastikan siapa yang berbicara itu, karena kepalaku seakan membeku dan tak bisa mengalihkan pandanganku ke arah lainnya selain pemandangan tak menyenangkan itu.
Selain dia, Aku juga mendengar beberapa gumaman tak percaya yang datang dari yang lainnya. Aku juga mendengar suara seseorang yang seakan mau muntah.
Setelah beberapa puluh detik berdiam diri, pada akhirnya Aku memberanikan diri untuk mendekati mayat itu. Aku menutup hidungku saat mendekatinya, karena bau yang sangat menyengat dari mayat itu.
“Oi, apa kau benar-benar ingin menyentuh mayat itu?!”
Aku mendengar suara yang mencoba memanggilku, tapi Aku menghiraukannya. Aku fokus pada sekitar mayat itu untuk mencari beberapa petunjuk yang mungkin berguna.
Aku mendengar beberapa langkah kaki yang mendekatiku dari belakang. Saat Aku menengok ke belakang sebentar, Aku bisa melihat Bagas dan beberapa lelaki juga ikut mendekati mayat itu.
“Ini...”
Sesuatu menangkap mataku saat Aku berjalan mendekati mayat itu, Aku berjongkok untuk mengambil benda tersebut. Beberapa orang termasuk bagas menengok benda itu lewat bahuku.
“Itu... bukankah itu adalah tanda pengenalnya?!”
Ya, benar. Ini memang adalah tanda pengenalnya. Tanda pengenal yang sama dengan yang baru saja kami dapatkan. Wajah di tanda pengenal itu sama dengan wajah milik orang itu, jadi tak salah lagi bahwa ini adalah miliknya.
Tanda pengenal itu tertera nama ‘Kira’ di atasnya.
Hari - 1 Aku dan temanku, Bagas, kembali ke kamar kami, setelah menyelidiki kamar Kira. Rasa syok masih kurasakan saat Aku membaringkan tubuhku di atas lantai. Pemandangan itu jelas bukan sesuatu yang bisa kau lihat setiap hari. Setiap kali mengingat adegan itu, Aku selalu menggelengkan kepalaku, lalu mengacak-ngacak rambutku agar Aku bisa melupakan adegan tersebut. “Nah, Asraf... sebetulnya apa yang ingin kau cari di kamarnya?” Aku melirik sejenak ke arah Bagas yang sedang menyenderkan tubuhnya di dinding, sebelum kembali menatap langit-langit, lalu menjawab pertanyaannya. “Tentu saja petunjuk... Aku sudah mengatakan itu sebelumnya, kan?” “Itu memang benar, tapi petunjuk macam apa yang kau bicarakan?” “Pertama Aku ingin tahu petunjuk untuk bisa menghindar dari terbunuh, tapi dilihat dari kondisi tubuh lelaki itu, sepertinya sulit untuk menghindar dari hal tersebut, setelah kau menjadi target dari pembunuhan.” “Kondisi lelaki itu... itu bukan cara biasa orang terbunuh.” “Ya, k
Hari - 1 Saat Bagas membukakan pintu, Aku dapat melihat dua orang gadis sedang berdiri di depan kami. Satu memiliki wajah yang serius, sedangkan yang satunya sedang membuat wajah ketakutan sambil memegang ujung cardigan yang dipakai oleh gadis lainnya. “Maaf tiba-tiba mengganggu kalian, tapi apakah kita bisa berbicara sebentar?” Aku saling memandangan dengan Bagas untuk beberapa saat. Sejujurnya Aku tidak begitu yakin bagaimana harus menanggapinya. “Apa kau tidak keberatan berbicara dengan mereka berdua?” “Jujur saja, Aku menentangnya!” “Kau benar-benar berterus terang.” Aku kagum dengan temanku yang bisa mengatakan hal itu langsung di depan mereka berdua. “Aku tahu bahwa kalian mungkin tidak bisa langsung mempercayai kami, apalagi setelah apa yang baru saja terjadi, tapi ada hal yang ingin kubicarakan dengan kalian.” “Apakah hal itu penting bagi kami?” “Bagaimana jika Aku mengatakan bahwa Aku mengenal salah satu dari kalian, sebelum kita berada di sini.” Aku langsung berwaj
Hari - 1 Kami semua menatap ke arah Crona yang baru saja memperkenalkan dirinya. Ekspresi tak percaya berada di wajahku, ekspresi yang mengatakan ‘yang benar saja’ di wajah temanku, ekspresi datar di wajah Sarah dan ekspresi yang tak bisa kudeskripsikan di wajah Ria. Apakah dia memasang wajah ketakutan, bingung atau khawatir? Atau mungkin itu adalah ekspresi dari gabungan ketiganya? “Apa kau tidak pernah diajarkan untuk tidak menguping pembicaraan orang lain oleh orang tuamu?!” Bagas berkata dengan kasar. Sudah jelas, dia sangat tak menyukai Crona. Crona kemudian menarik permen lolipop di bibirnya dengan tangan kanan, lalu menunjuk ke arah Bagas dengan lolipop tersebut. “Kau kasar sekali! Apakah orang tuamu tidak pernak mengajarimu cara berbicara kepada seorang wanita?!” “Berisik! Aku tidak ingin mendengar ceramah dari bocah sepertimu!” “Meskipun kau bersikap seperti itu, tapi bukankah kita hanya berbeda satu tahun?” Saat Crona mengatakan itu, kami semua (kecuali Ria) menatap C
Hari - 1 Setelah kami sepakat membentuk aliansi, kami berlima duduk melingkar di lantai kamarku dan Bagas. Posisi kami dari searah jarum jam adalah Aku, Crona, Ria, Sarah dan Bagas. “Apakah kamar ini tak memiliki tempat duduk apapun yang bisa digunakan?” Crona mengeluh sambil menepuk-nepuk lantai dengan wajah kesal. “Entahlah, Aku belum memeriksa lemari dan berbagai tempat lainnya... lagi pula, kita memiliki hal lainnya yang lebih penting untuk dibahas saat ini.” “Ya, itu benar... apa yang harus kita lakukan setelah ini?” Sarah memegang dagunya saat mengatakan hal tersebut. Dia nampak berpikir cukup keras. “Meskipun kita sudah membentuk aliansi, tanpa adanya rencana, maka aliansi ini tidak akan berarti banyak.” Lanjut Sarah. “Kalau tak salah kaulah yang pertama kali mengajukan permintaan untuk membuat aliansi, kan? Apa ada yang kau pikirkan saat kau mengajukan hal tersebut?” Crona mengajukan pertanyaan. “Aku hanya berpikir untuk mencari rekan yang bisa diajak berkerja sama..
Hari - 0 Aku dengan gugup melihat ke sekelilingku. Ada banyak sekali orang asing di sekelilingku, tapi mereka mungkin akan menjadi temanku di masa yang akan datang jadi mungkin Aku perlu untuk mendekatkan diriku dengan mereka mulai sekarang. “Anu... hmm...” “Tes... tes... tes...” Tapi sayangnya saat Aku ingin berbicara dengan seorang gadis yang duduk di bangku seberangku, tiba-tiba Aku dikejutkan dengan suara microphone yang sedang dites oleh seorang lelaki. Perhatianku dan beberapa orang lainnya langsung tertuju pada lelaki tersebut. “Hallo semuanya, apa kabar kalian?” Tidak ada satupun orang yang menjawab sapaannya. Beberapa dari kami memandangnya dengan bingung, beberapa lainnya nampak tak tertarik dengannya dan sisanya sibuk dengan urusan mereka sendiri. “Anu, semuanya tolong perhatiannya!” Dia masih tak mendapatkan balasan apapun dari kami. Matanya nampak gugup saat dia melihat wajah kami satu persatu dari tempatnya berdiri. Setelah beberapa saat, seorang wanita cantik ke
Hari - 0 “Baik, teman-teman sekalian... kalian pasti tahu tujuan dari bis ini, kan?” Tak ada yang menjawab pertanyaan dari James. Semuanya hanya terdiam dan sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Aku jadi kasihan dengannya, jadi Aku mengangkat tanganku. “Ya, kakak di sana... kemanakah tujuan dari bis ini?” “Ke Desa tanpa nama.” “Benar sekali... untuk apa kita ke sana?” Aku tahu dia ingin memeriahkan suasana di sini, tapi jika tak ada yang peduli dengannya, rasanya sangat menyedihkan. “Memulai hidup baru.” Karena tak ada yang menanggapinya lagi, Aku kembali menjawab pertanyaannya. “Benar sekali... kita akan memulai hidup kita dengan hidup yang baru... kita akan melupakan semua yang terjadi di masa lalu, bahkan nama kita... Aku tahu bahwa kalian tadi hanya menyebutkan nama samaran kalian, tapi itu akan menjadi nama kita yang sebenarnya mulai hari ini, kita tak perlu lagi mengingat nama lama kita... kita akan membuang semuanya!” Meskipun dia berbicara dengan semangat, tapi te
Hari - 0 “Kenapa bisnya berhenti? Apakah kita sudah sampai di tujuan?” Aku bertanya sambil melihat-lihat keadaan di sekitarku. “Tidak, sepertinya ini waktunya makan siang.” James menjawabku sambil menunjuk ke arah Rest Area. Bis yang kami tumpangi berhenti, karena harus mengantri untuk masuk ke Rest Area. “Jadi ini sudah waktunya makan siang, Aku sama sekali tak sadar... apakah kau mau makan sesuatu, Bagas?” “Aku masih belum lapar, tapi jika ada hal yang menarik, mungkin Aku akan makan.” Sejujurnya Aku juga masih tidak lapar, tapi mungkin kami tak akan melakukan pemberhentian dalam waktu dekat, jadi kurasa lebih baik kita memakan sesuatu. Dan buang air selagi sempat, yah jangan sampai lupa dengan buang air. “Kurasa Aku akan buang air dulu, sebelum makan...” “Kau tidak seharusnya mengatakan itu di dekat seorang gadis.” “Maaf...” Sepertinya gumamanku yang kurang sopan dapat didengar oleh Rina, jadi Aku langsung meminta maaf padanya. “Kalian hanya memiliki waktu satu jam untuk
Hari - 1 “Nah, apa mungkin penilaian tentang kita sudah dimulai sejak saat itu?” Sarah bertanya sambil memegang dagunya. “Karena orang itu dibunuh hari ini, maka kemungkinan dia terpilih karena perbuatannya kemarin, jadi bisa saja kita sudah dinilai sejak kita pertama kali naik bis.” “Orang kurus yang kau temui waktu itu adalah Kira, kan?” “Ya, Aku yakin kalau itu memang dia... kau bisa bertanya pada kedua temannya, jika kau tidak yakin dengan ceritaku... meski Aku tak ingat nama mereka, tapi Aku masih ingat wajah mereka.” “Kenapa kau tidak bisa mengingat nama semua orang?” Crona menatapku dengan pandangan kecewa. “Mau bagaimana lagi... ada banyak orang di dalam bis dan Aku jarang berinteraksi dengan yang lain, selain Rina, Cinta dan James yang kebetulan ada di dekatku waktu itu.” “Tapi kau juga tak berinteraksi dengan orang yang duduk di belakangmu, kan? Padahal dia juga duduk di dekatmu... begitu juga dengan Ria dan Sarah, mereka berdua duduk tak jauh darimu, kan?” “Agak su