Hari - 1
Setelah kami sepakat membentuk aliansi, kami berlima duduk melingkar di lantai kamarku dan Bagas. Posisi kami dari searah jarum jam adalah Aku, Crona, Ria, Sarah dan Bagas.
“Apakah kamar ini tak memiliki tempat duduk apapun yang bisa digunakan?”
Crona mengeluh sambil menepuk-nepuk lantai dengan wajah kesal.
“Entahlah, Aku belum memeriksa lemari dan berbagai tempat lainnya... lagi pula, kita memiliki hal lainnya yang lebih penting untuk dibahas saat ini.”
“Ya, itu benar... apa yang harus kita lakukan setelah ini?”
Sarah memegang dagunya saat mengatakan hal tersebut. Dia nampak berpikir cukup keras.
“Meskipun kita sudah membentuk aliansi, tanpa adanya rencana, maka aliansi ini tidak akan berarti banyak.”
Lanjut Sarah.
“Kalau tak salah kaulah yang pertama kali mengajukan permintaan untuk membuat aliansi, kan? Apa ada yang kau pikirkan saat kau mengajukan hal tersebut?”
Crona mengajukan pertanyaan.
“Aku hanya berpikir untuk mencari rekan yang bisa diajak berkerja sama... Aku tidak benar-benar memikirkan rencana yang matang.”
“Kalau begitu, Aku punya ide!”
“Apa itu?”
“Bagaimana kalau sekarang kita membahas nama dari aliansi kita? Tidak enak rasanya jika memanggil aliansi kita hanya dengan aliansi.”
“Tak berguna!”
“Apa katamu?!”
Crona dan Bagas menatap satu sama sekali dengan tatapan membunuh.
“Kalian berdua, berhentilah bertengkar! Kita harus membahas masalah yang penting!”
“Kau dengar itu! Masalah nama aliansi kita itu penting.”
“Bukan itu yang kumaksud! Tapi pembahasan awal kita, apa yang harus kita lakukan selanjutanya?”
Bagas memasang senyuman menghina saat mendengar perkataan Sarah. Crona kembali menatap Bagas dengan geram.
“Kurasa kita bisa meninjau kembali apa saja yang terjadi dan apa saja yang kita ketahui.”
Aku menjawab dengan tenang.
“Aku setuju denganmu, tapi sebelum itu... Kau! Kenapa kau sedari tadi diam saja?!”
Crona menanggapi ideku, tapi setelah itu dia menunjuk ke arah Ria dengan lolipopnya dan mengajukkan pertanyaan yang tak ada hubungannya dengan ideku tadi. Apakah dia sebenarnya sangat suka menunjuk orang lain dengan lolipop dan mengalihkan pembicaraan ke arah yang tak penting? Atau dia melakukan hal itu tanpa sadar?
“Anu, maaf... Aku... tidak terbiasa... berinteraksi dengan.... orang asing.”
Ria menjawab dengan suara yang gemetaran. Matanya mengawasi Aku dan Bagas secara bergantian. Sepertinya dia tak nyaman dengan keberadaanku dan Bagas di ruangan ini. Jadi sepertinya dia lebih tak nyaman dengan keberadaan laki-laki dari pada orang asing.
“Jadi kau memiliki bertipe sama dengan Bagas, ya... kalian sama-sama tak pandai berurusan dengan orang asing.”
“Oi! Apa yang maksud ucapanmu tadi!?”
“Meskipun cara kalian memperlakukan orang asing berbeda, tapi kurasa kalian memang sama-sama tak pandai berinteraksi dengan orang lain.”
Sarah memberikan senyuman berarti ke arah Ria saat mengatakan itu. Di lihat dari reaksinya itu, Aku rasa Sarah mengetahui keadaan Ria sebelum dia datang ke sini.
“Aku tidak tahu apa yang telah kau lalui sebelum datang ke tempat ini, tapi saat ini kita telah membuat aliansi, jadi lebih baik kau mencoba berkerja sama dengan yang lain.”
“Ya, Aku... akan mencobanya.”
Ria menjawab dengan suara pelan sambil mengepalkan kedua tangannya. Entah kenapa gerakannya itu terlihat sangat imut di mataku.
“Kembali ke pembahasanku yang awal tadi, kita akan meninjau ulang apa saja yang telah terjadi sampai detik ini.”
“Apa kau ingin membahas apa yang terjadi sebelum lelaki itu meninggal? Siapa ya namanya?”
“Kira... tidak, Aku ingin membicarakan hal yang jauh lebih awal dari itu.”
“Misalnya?”
“Dimana kita saat ini berada?”
“Huh!? Bukankah nama tempat ini adalah Menara Tanpa Nama? Si kakek itu menyebut menara ini begitu, kan?”
Crona bertanya, sebelum dia kembali menghisap lolipopnya.
“Tidak, kurasa yang dimaksud Asraf adalah lokasi dimana menara ini berada.”
“Menara ini dapat ditempuh hanya dalam satu hari perjalanan menggunakan bis, jadi kurasa lokasi ini tak begitu jauh dari pemukimam penduduk... benar, kan?”
“Tidak, itu salah... sebenarnya selama berada di dalam bis, Aku telah melacak lokasi kita menggunakan GPS, tapi tiba-tiba sinyalku hilang dan Aku kehilangan lokasi dimana tempat ini berada.”
“Kau benar... kupikir karena ini berada di pedasaan, jadi wajar jika kita kehilangan sinyal secara tiba-tiba.”
“Bagaimana dengan kalian berdua?”
Pandangan Sarah, Crona dan Ria saat ini mengarah padaku dan Bagas.
“Sejujurnya Aku belum mengecek smartphone-ku setelah naik ke dalam bis.”
“Aku juga sama.”
Sarah dan Crona memandang kami dengan pandangan yang tak percaya, sementara Ria hanya menyembunyikan ekspresi wajahnya dengan menunduk.
“Aku tak percaya ada orang yang hidup di era ini yang bisa tak mengecek HP-nya lebih dari seharian penuh.”
“Yah, kurasa setiap orang memang berbeda-beda.”
Mengabaikan komentar mereka berdua, Aku kemudian berjalan ke tasku untuk mengambil smartphone-ku, begitu juga dengan Bagas. Kami berdua memiliki alasan kami sendiri, kenapa kami tidak ingin memeriksa smartphone kami.
Aku kemudian menghidupkan smartphone-ku untuk melihat apakah smartphone-ku dapat menangkap sinyal atau tidak.
“Sepertinya smartphone-ku memiliki nasib yang sama dengan milik kalian.”
Aku melaporkan hasil temuanku sambil menunjukan layar smartphone-ku pada mereka. Sayang sekali, tapi keadaan smartphone-ku saat ini berada di luar layanan.
“Aku juga mengalami hal yang sama.”
Bagas juga menunjukkan smartphone miliknya pada kami. Sama sepertiku, smartphone-nya tidak bisa menangkap sinyal apapun.
“Bagaimana denganmu?”
Crona bertanya pada Ria yang sedari tadi hanya menundukkan kepalanya.
“Hn... Aku juga sama..”
Dia merogoh tas kecil miliknya, lalu menunjukkan smartphone miliknya. Kami tak bisa melihat adanya batangan sinyal di layar smartphone miliknya.
“Itu berarti saat ini kita berada di wilayah tanpa sinyal sama sekali.”
“Ya, tapi itu aneh sekali... karena bagaimanapun Aku mencoba mencari sinyal, Aku tak pernah bisa menemukannya... ini seperti ada penangkal sinyal yang terpasang hingga kita tak bisa menghubungi dunia luar.”
Sarah kembali memegang dagunya dan nampak berpikir keras.
“Nah, Sarah... kau mengatakan bahwa kau memeriksa lokasi kita sepanjang jalan, kan?”
“Ya, memangnya ada apa?”
“Apa kau mengetahui dimana kau terakhir kali mendapatkan sinyal?”
“Sayangnya Aku tidak begitu yakin... sebelum Aku kehilangan sinyal, tiba-tiba saja GPS milik smartphone-ku mengalami error yang tak bisa kumengerti dan saat Aku bisa menggunakan GPS-ku kembali, Aku sudah kehilangan sinyal.”
“Yang benar saja...”
Sarah nampak berpikir lagi. Dia seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi ragu untuk melakukannya.
“Nah, Asraf... sebetulnya ada hal yang ingin kukatakan padamu, tapi Aku akan menyimpannya untuk nanti, jadi bisakah kita membahas hal lainnya.”
Aku sebetulnya penasaran dengan apa yang ingin dia bicarakan, tapi karena nampaknya dia tidak ingin membahas hal itu untuk saat ini, lebih baik Aku tidak mengejar masalah itu untuk sementara waktu, jadi Aku menganggukkan kepalaku.
“Aku mengerti... kita lanjutkan pembicaraan kita.”
“Tapi apa yang ingin kau bicarakan?”
Aku menatap Crona yang mengajukan pertanyaan itu.
“Aku ingin mengingat kembali apa saja yang terjadi saat bis kita berangkat sampai kita tiba di menara ini, jadi Aku akan bercerita tentang apa saja yang kulakukan pada saat itu.”
“Baiklah, Aku tidak tahu apakah Aku akan menceritakan bagianku atau tidak, tapi Aku akan mendengarkan ceritamu.”
“Crona, Aku tidak akan memaksamu untuk menceritakan semua kisah perjalananmu, tapi Aku ingin kau menceritakan kesanmu tentang orang-orang yang berinteraksi denganmu selama perjalanan, siapa tahu kita bisa mendapatkan petunjuk dari sana.... karena sebetulnya Aku juga memiliki hal yang ingin kuceritakan pada kalian, jadi Aku setuju dengan ide Asraf.”
“Ceritaku dan Asraf kurang lebih akan sama, jadi kurasa Aku tak perlu mengatakan itu.”
“Maaf... Aku tidak bisa menceritakan banyak hal.”
“Itu tak masalah... untuk saat ini, kau hanya perlu mendengarkan ceritaku.”
Aku kemudian memandang wajah satu persatu rekanku dimulai dari Crona sampai Bagas. Setelah menerima anggukkan dari mereka, Aku memulai ceritaku.
“Aku mulai ceritaku!”
Hari - 0 Aku dengan gugup melihat ke sekelilingku. Ada banyak sekali orang asing di sekelilingku, tapi mereka mungkin akan menjadi temanku di masa yang akan datang jadi mungkin Aku perlu untuk mendekatkan diriku dengan mereka mulai sekarang. “Anu... hmm...” “Tes... tes... tes...” Tapi sayangnya saat Aku ingin berbicara dengan seorang gadis yang duduk di bangku seberangku, tiba-tiba Aku dikejutkan dengan suara microphone yang sedang dites oleh seorang lelaki. Perhatianku dan beberapa orang lainnya langsung tertuju pada lelaki tersebut. “Hallo semuanya, apa kabar kalian?” Tidak ada satupun orang yang menjawab sapaannya. Beberapa dari kami memandangnya dengan bingung, beberapa lainnya nampak tak tertarik dengannya dan sisanya sibuk dengan urusan mereka sendiri. “Anu, semuanya tolong perhatiannya!” Dia masih tak mendapatkan balasan apapun dari kami. Matanya nampak gugup saat dia melihat wajah kami satu persatu dari tempatnya berdiri. Setelah beberapa saat, seorang wanita cantik ke
Hari - 0 “Baik, teman-teman sekalian... kalian pasti tahu tujuan dari bis ini, kan?” Tak ada yang menjawab pertanyaan dari James. Semuanya hanya terdiam dan sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Aku jadi kasihan dengannya, jadi Aku mengangkat tanganku. “Ya, kakak di sana... kemanakah tujuan dari bis ini?” “Ke Desa tanpa nama.” “Benar sekali... untuk apa kita ke sana?” Aku tahu dia ingin memeriahkan suasana di sini, tapi jika tak ada yang peduli dengannya, rasanya sangat menyedihkan. “Memulai hidup baru.” Karena tak ada yang menanggapinya lagi, Aku kembali menjawab pertanyaannya. “Benar sekali... kita akan memulai hidup kita dengan hidup yang baru... kita akan melupakan semua yang terjadi di masa lalu, bahkan nama kita... Aku tahu bahwa kalian tadi hanya menyebutkan nama samaran kalian, tapi itu akan menjadi nama kita yang sebenarnya mulai hari ini, kita tak perlu lagi mengingat nama lama kita... kita akan membuang semuanya!” Meskipun dia berbicara dengan semangat, tapi te
Hari - 0 “Kenapa bisnya berhenti? Apakah kita sudah sampai di tujuan?” Aku bertanya sambil melihat-lihat keadaan di sekitarku. “Tidak, sepertinya ini waktunya makan siang.” James menjawabku sambil menunjuk ke arah Rest Area. Bis yang kami tumpangi berhenti, karena harus mengantri untuk masuk ke Rest Area. “Jadi ini sudah waktunya makan siang, Aku sama sekali tak sadar... apakah kau mau makan sesuatu, Bagas?” “Aku masih belum lapar, tapi jika ada hal yang menarik, mungkin Aku akan makan.” Sejujurnya Aku juga masih tidak lapar, tapi mungkin kami tak akan melakukan pemberhentian dalam waktu dekat, jadi kurasa lebih baik kita memakan sesuatu. Dan buang air selagi sempat, yah jangan sampai lupa dengan buang air. “Kurasa Aku akan buang air dulu, sebelum makan...” “Kau tidak seharusnya mengatakan itu di dekat seorang gadis.” “Maaf...” Sepertinya gumamanku yang kurang sopan dapat didengar oleh Rina, jadi Aku langsung meminta maaf padanya. “Kalian hanya memiliki waktu satu jam untuk
Hari - 1 “Nah, apa mungkin penilaian tentang kita sudah dimulai sejak saat itu?” Sarah bertanya sambil memegang dagunya. “Karena orang itu dibunuh hari ini, maka kemungkinan dia terpilih karena perbuatannya kemarin, jadi bisa saja kita sudah dinilai sejak kita pertama kali naik bis.” “Orang kurus yang kau temui waktu itu adalah Kira, kan?” “Ya, Aku yakin kalau itu memang dia... kau bisa bertanya pada kedua temannya, jika kau tidak yakin dengan ceritaku... meski Aku tak ingat nama mereka, tapi Aku masih ingat wajah mereka.” “Kenapa kau tidak bisa mengingat nama semua orang?” Crona menatapku dengan pandangan kecewa. “Mau bagaimana lagi... ada banyak orang di dalam bis dan Aku jarang berinteraksi dengan yang lain, selain Rina, Cinta dan James yang kebetulan ada di dekatku waktu itu.” “Tapi kau juga tak berinteraksi dengan orang yang duduk di belakangmu, kan? Padahal dia juga duduk di dekatmu... begitu juga dengan Ria dan Sarah, mereka berdua duduk tak jauh darimu, kan?” “Agak su
Hari - 0 “Di sana kami memulai hidup kami yang baruuu!”” Selama berada di dalam bis, kami menanyikan lagu Himne dan Mars dari Desa tanpa nama. Jika kau bertanya dari mana kami mengetahui lagunya, maka jawabannya sangat sederhana, kami menerima e-mail yang berisi kedua lagu tersebut. Dipimpin oleh Maria, kami mulai menanyikan kedua lagu itu untuk mengisi waktu luang kami. Aku melirik ke arah temanku saat Aku menanyikan lagu tersebut. Cukup mengejutkanku, meski suaranya pelan, tapi dia tetap ikut bernyanyi bersama kami. “Hmm, karena kita sudah selesai bernyanyi, kurasa kita lebih baik melakukan suatu permainan untuk mengisi waktu luang... apakah ada yang punya ide?” Maria bertanya pada kami, tepat setelah kami menyelesaikan lagu kami. “Aku punya ide!” James mengangkat tangannya sambil berbicara di depan mic. “Ya, apa idemu?” “Bagaimana jika kita memainkan permainan kejujuran?” “Permainan kejujuran? Bagaimana cara kita memainkannya?” “Mudah saja, kita hanya perlu saling menyera
Hari - 1 “Setelah mendengar ceritamu tadi, sekarang Aku mengerti alasan kenapa kau berpikir bahwa terpilihnya Kira sebagai korban pertama agak aneh.” Sarah membuat komentar itu, setelah Aku berhenti bercerita. “Setelah dipikir-pikirkan lagi, lelaki bernama Rock itu juga melakukan banyak hal yang bisa membuatnya terpilih sebagai korban pertama.” Croba berkata sambil mengangkat kedua bahunya. “Meski begitu, kau masih tetap menjadi orang yang paling mencurigakan di sini.” “Ya, Aku mengerti... cerita Asraf tadi tak membuktikan apapun bahwa Aku bukanlah si pengkhianat.” Sarah berkata dengan tenang. Sepertinya dia tidak lagi memikirkan dirinya yang dicurigai oleh kami semua. “Meski kau bersikap arogan seperti itu, tapi kau juga sama mencurigakannya!” “Kenapa Aku juga sama mencurigakannya dengannya?!” “Itu karena kau menguping pembicaraan kami!” Bagas dan Crona kembali menatap satu sama lain dengan pandangan yang tajam. Aku tak bisa menyangkal perkataan Bagas sedikitpun, Crona mema
Hari - 0 Kami kembali mendapatkan istirahat di Rest Area, tapi berbeda dengan yang sebelumnya, kali ini kami mendapatkan waktu istirahat sepanjang 2 jam. Banyak yang memanfaatkan waktu ini untuk menghabiskan uang mereka dengan berbelanja berbagai hal. Aku sendiri memutuskan untuk berpisah dengan Bagas sampai waktu makan malam yang telah kami tentukan, yaitu 45 menit sebelum waktu istirahat berakhir. Sebelum melakukan hal lainnya, pertama-tama Aku memutuskan untuk membeli minuman. Aku lumayan haus, karena permainan yang terus kami mainkan di dalam bis yang biasanya memerlukan kami untuk membuka suara kami untuk bernyanyi. Aku harap kami tak perlu lagi bernyanyi di malam hari atau suaraku benar-benar akan hilang. Saat Aku akan mengambil minuman di mesin pendingin, Aku menjumpai seorang gadis yang menatap mesin pendingin dengan tatapan kosong. Aku ingat gadis itu, kalau tidak salah namanya adalah Ria. “Anu... apa ada masalah?” Aku berjalan ke arahnya dan bertanya dengan nada khawati
Hari - 0 Setelah waktu yang dijanjikan telah tiba, Aku langsung menuju food court untuk bertemu dengan Bagas dan makan malam. Saat Aku sampai di sana, Aku langsung bisa melihat Bagas yang sudah duduk di salah satu meja dengan makan malam di hadapannya. Sepertinya dia telah datang ke sini jauh sebelum jam janjian kami dan memesan makan malam kami tanpa menghubungi diriku terlebih dahulu. “Apa kau juga memesan makan malam untukku atau kau akan menghabiskan semua ini sendirian?” Dilihat dari jumlah makanan yang ada di hadapannya yang melimpah, Aku ragu bahwa dia berniat menghabiskannya sendirian. “Tentu saja Aku sudah memesankan makan malam untukmu.” “Bukankah lebih baik kau membicarakannya denganku sebelum kau memesannya?” “Aku sudah tahu seleramu, jadi hal itu tidaklah penting!” Harus kuakui jika Aku tak keberatan dengan apa yang dia pesan. Ayam bakar, sayur kangkung, sambal dan jus Apel. Meskipun itu bukanlah makanan favoritku, tapi Aku tetap menyukai semua menu yang dia pesan.