Lulu sedikit menundukkan kepala dan berpikir sejenak. Menjadi asisten rumah tangga di rumah atasan Jovan tidaklah begitu buruk. Lulu bisa meminta surat rekomendasi dari pria itu ketika dia sudah berhenti nanti.
“Tunggu, Pak Daril. Saya, kan belum menolak tawaran Bapak. Bapak nggak bisa menyimpulkan begitu saja,” ujar Lulu yang akhirnya menghentikan Gilang dari kegiatannya untuk memasang pencarian kerja.Lulu segera menambahkan, “Saya sedikit terkejut mendengar pekerjaan yang Bapak tawarkan. Ekspektasi saya memang tidak begitu tinggi Pak karena saya hanya lulusan SMA. Jadi, tadi saya berharap mendengar Bapak menawarkan saya pekerjaan di hotel ini.”“Begitu rupanya. Kamu butuh ijazah minimal D1 untuk bisa melamar di hotel ini. Tapi, kalau kamu setuju bekerja untuk saya, saya bisa kuliahkan kamu di jurusan yang kamu inginkan. Saat itu saya mungkin memikirkan kembali untuk memberikan kamu kesempatan bekerja di hotel.”Dari bersandar di kursinya. Tangan kanannya terangkat dan jemari telunjuknya mengusap alis hitamnya. Sementara perhatiannya tertuju pada Lulu. Ia bisa melihat binar mata Lulu yang mendengar kesempatan.Bahkan Gilang pun agak terkejut mendengar tawaran atasannya. Atasan yang ia ketahui sangat perhitungan akan segala hal, kini bersikap toleran. Gilang berpikir, di balik itu semua bosnya pasti menyimpan sebuah rencana.“Selain membiayai kuliah saya, Bapak juga membayar gaji saya, kan?”Daril tertawa kecil mendengar pertanyaan Lulu. “Tentu saja saya bayar gaji kamu.”Meski rumah Felia memberikan Lulu pengalaman buruk. Karena Lulu harus mengerjakan hal sekecil apa pun sendirian. Namun, mengingat kondisinya yang tak punya rumah, ia berpikir untuk menerima tawaran Daril.“Saya bersedia bekerja untuk Bapak,” kata Lulu dengan senyum terukir di wajahnya.“Bagus. Karena CV dan surat lamaran tidak diperlukan, jadi saya harus melakukan background checks. Kamu nggak keberatan?”Lulu cukup mengerti. Orang seperti Daril tak mungkin mempekerjakan orang asing tanpa mengetahui latar belakangnya terlebih dahulu. “Iya, silakan, Pak GM. Saya tidak keberatan.”“Maaf, Pak GM, Kaivan menghubungi saya, katanya ponsel Bapak tidak aktif.” Gilang memberikan ponselnya pada Daril.“Saya sengaja memblokir nomornya untuk sementara.”Wajah Gilang berubah tegang. Dia tahu dengan pasti, Daril sengaja mengatakannya agar didengar oleh Kaivan.Daril berdecak kesal dan sangat enggan menerima telepon dari sepupunya itu. Manik Daril mengisyaratkan agar Gilang mengakhiri telepon Kaivan.“Kak Daril!” Suara Kaivan melengking dari ujung telepon. Bahkan, Lulu juga terkejut mendengar suara bocah lelaki itu.Daril mau tak mau beranjak dari duduknya, meraih ponsel tersebut dan menerima telepon Kaivan seraya berlalu dari restoran.“Nona Lulu, saya juga harus pergi sekarang. Anda bisa memesan makanan lagi dan tidak usah khawatir dengan biayanya.” Gilang bangkit dari duduknya dan merapikan jasnya.Seperti kejatuhan buah emas saat berteduh di bawah pohon. Ia bisa memesan makanan sepuasnya dan semuanya gratis? Namun, tunggu dulu! Lulu tiba-tiba merasa ada sesuatu yang tidak benar.“Pak Gilang, tunggu sebentar!” Lulu spontan berdiri dari duduknya dan mengajukan pertanyaan saat Gilang berbalik badan, “kenapa Pak GM sangat baik pada saya?”“Kamu bisa menanyakannya pada Pak Daril.” Gilang berbalik lalu melangkah pergi dari restoran.Setelah itu Daril tak muncul, bahkan setelah Lulu selesai menyantap makan malam.“Kalau Tante Felia melihatku makan makanan mahal, dia pasti langsung naik darah. Aku ingin melihat wajah mereka saat tahu nanti aku akan bekerja di rumah atasan Jovan.” Mata Lulu berkilat dingin dengan sedikit seringai di bibirnya.☘️Keesokan harinya, Gilang telah menyelesaikan tugas yang diberikan Daril semalam. Lelaki itu membawakan berkas yang berisi latar belakang Lulu. Siapa sangka Daril menemukan sesuatu yang membuatnya sedikit terkejut.Daril duduk di kursi eksekutifnya. Membaca lebih banyak informasi tentang kehidupan Lulu. Jari rampingnya mengetuk-ngetuk sebuah kolom dalam berkas tersebut. “Dia anak dari pemilik perusahaan supplier kita yang lama. Tapi beberapa tahun lalu perusahaan itu bangkrut.”“Betul, Pak. Lulu adalah anak perempuan Pak Wahyu. Dia dititipkan di rumah teman Pak Wahyu setelah lulus SMA. Tapi, mereka memperlakukan Lulu seperti pembantu, padahal Pak Wahyu membantu mereka membayar setengah dari pinjaman rumah,” terang Gilang memberi jeda sejenak.Gilang lalu melanjutkan, “Lulu sempat dijodohkan dengan lelaki bernama Jovan yang sekarang menjabat sebagai Manajer F&B di hotel kita. Namun, semalam Jovan membawa calon istrinya. Dan ibunya langsung mengusir Lulu.”“Itu sebabnya kopernya tergeletak di tengah jalan,” gumam Daril, lalu kembali menilik dokumen di tangannya.Merasa sudah cukup lama membaca dokumen tersebut, Daril meletakkannya di atas meja. Dengan suara datar ia berkata, “antar dia melakukan medical check up. Jika hasilnya bagus. Langsung antar dia ke rumah.”“Baik, Pak Daril.” Gilang segera melakukan tugas tanpa bertanya. Lelaki itu pergi ke kamar Lulu untuk membagikan kabar baik tersebut.Setibanya di depan kamar hotel Lulu, Gilang segera menjelaskan dan mereka pergi ke rumah sakit yang sering dikunjungi keluarga Rajyesta. Karena mereka perlu menunggu hasil pemeriksaan, maka Gilang kembali mengantar Lulu ke hotel.Melihat ekspresi Lulu yang agak cemas Gilang menyemangatinya, “Hasilnya pasti bagus. Kamu terlihat begitu sehat.”“Saya memang sehat Pak Gilang. Tapi, sampai sekarang Bapak belum menjelaskan kontrak kerja dan ada siapa saja di rumah Pak Daril. Saya harus menyiapkan mental dari sekarang, Pak Gilang.”Dalam benak Lulu, Daril tak tinggal sendirian. Mungkin saja pria itu tinggal bersama sang kekasih. Atau mungkin juga semua anggota keluarganya tinggal dalam satu rumah besar seperti mansion. Lulu sungguh tak tahu apa-apa tentang kehidupan Daril.“Saya belum buatkan kontrak. Setelah saya buat kontrak, harus saya serahkan dulu pada Pak Daril. Mengenai informasi lebih lanjut, kamu harus bersabar dan menunggu hasil medical check up,” jelas Gilang.“Saya akan kembali ke ruangan saya sekarang. Selamat beristirahat, Nona Lulu.” Gilang membawa langkahnya menjauh dari kamar Lulu, lalu masuk ke dalam lift.Jovan dan Aini yang kebetulan melihat mereka di lobi, mengikuti sampai di lantai kamar Lulu. Awalnya Jovan mengira bahwa penglihatannya salah, karena tak mungkin Lulu mampu menginap di hotel semahal Senggani View Hotel.Orang yang lebih membuat Jovan tercengang adalah Gilang, kenapa bisa mereka saling mengenal?“Van, kenapa Lulu bisa mengenal Pak Gilang?” Aini bertanya.“Aku juga nggak tahu. Lulu nggak pernah keluar dan selalu di rumah. Rasanya mustahil kalau mereka saling kenal.”“Gimana kalau kamu pergi dan tanyakan pada Lulu? Aku takut dia menggunakan cara yang nggak benar untuk merayu Pak Gilang.”Mendengar ucapan Aini, Jovan mengepalkan tinju. Pria itu teringat ketika Lulu hanya menatapnya seorang. Namun, kini bisa-bisanya setelah keluar dari rumah, Lulu sudah bersama seorang pria.Lulu mendengar ketukan pintu dan segera menoleh. Perlahan ia berjalan, tangannya meraih gagang pintu. Matanya membulat ketika melihat dua sosok yang membuatnya terluka. Dua sosok itu tak lain adalah Jovan dan Aini. Mereka berpenampilan segar dan rapi dalam balutan busana kerja. Sama halnya dengan Lulu yang terkejut, Jovan juga memiliki tatapan terperangah di matanya. Lelaki itu tak biasa melihat penampilan Lulu yang lebih modis daripada biasanya.Mulut Jovan terbuka seperti ingin mengatakan sesuatu. Akan tetapi, Jovan menelan kata-katanya karena sadar ada Aini di sampingnya.“Jovan? Aini? Ada perlu apa sampai kalian repot-repot datang ke kamarku?” tanya Lulu dengan nada datar.Jovan menekuk alis. Terlihat tak senang mendengar nada datar Lulu. “Kamu menjual semua hadiah yang aku berikan supaya bisa menginap di hotel ini?”Sudut bibir Lulu terangkat memperlihatkan seringai mencibir. Lulu memang membawa hadiah ulang tahun dari Jovan—sebuah perhiasan. Lulu sama sekali tak menjual perhia
Hasil medical check up menunjukkan kesehatan Lulu sangat baik. Malam itu juga, Lulu tiba di rumah Daril. Pria yang kini hanya mengenakan kemeja putih dengan satu kancing terlepas dan dasi yang sengaja dilonggarkan, tengah duduk di sofa panjang berwarna hitam. Jarinya yang panjang dan ramping meletakkan sebuah berkas di meja, dan sorot matanya yang datar mengarah pada Lulu.“Itu kontrak kamu dan jumlah gaji kamu juga sudah tertera di sana. Kalau kamu merasa jumlahnya kurang, kita bisa bernegosiasi. Gilang akan menjelaskan lebih detail mengenai pekerjaan kamu.” Daril kemudian menenteng jas di tangan kanannya sambil berlalu ke lantai dua.Lulu membaca kontrak tersebut dengan saksama. Ia tak mau melewatkan detail sekecil apa pun yang bisa merugikan dirinya.“Gajinya beneran segini?” Lulu bertanya pada Gilang. Siapa tahu matanya salah membaca. “Sesuai yang tertera pada kertas itu. Kalau pekerjaan kamu bagus, gaji kamu akan naik dalam satu tahun.”“Di sini tertera, saya harus mengurus dua
“Kamar kamu di sebelah sana,” ucap Daril seraya menunjuk sebuah pintu melalui isyarat mata.Lulu menatap ke arah pintu tersebut lalu berkata sedikit terbata, “Kalau begitu, saya akan merapikan pakaian saya, Pak.”Daril mengangguk santai. “Hm, kamu sudah bisa istirahat. Kalau kamu lapar, di kulkas ada bahan makanan yang bisa kamu masak,” katanya.Pria bertubuh jangkung itu bangkit dari sofa menuju dapur.Sementara Lulu yang beranjak menarik kopernya, memberanikan diri untuk mengintip. Bola matanya yang jernih melihat Daril tengah menuangkan air ke dalam gelas. Tubuh Lulu pun mematung kala Daril meneguk air dalam gelas bening. Entah kenapa perhatian Lulu mengarah pada bibir tipis pria itu.“Ini nggak benar,” gumam Lulu. Segera ia mengalihkan perhatian dan menarik kopernya.Dia baru saja mengalami patah hati karena hubungan yang bertahun-tahun dijalin dengan Jovan kandas dalam semalam. Meskipun perasaan Lulu berubah menjadi rasa kecewa dan benci terhadap Jovan, tapi tak mungkin seorang
“Apa pun yang terjadi, jangan tunjukkan wajah kamu ke ruang makan. Bawa makan malam kamu ke kamar sekarang juga!”Lulu mengernyit mendengar ucapan ibu sang kekasih yang terdengar dingin dan memperingatkan. Tidak biasanya wanita paruh baya itu menggunakan nada seperti itu padanya. Apalagi Lulu sudah menghabiskan sepanjang sore memasak menu-menu yang Felia inginkan.Lagi pula, mereka selalu makan bersama sebelumnya.“Kenapa begitu, Tante?” Lulu yang masih bingung bertanya. “Ck. Turuti saja perintah saya,” kata Felia, ibu kekasih Lulu, dengan nada kesal seraya mendorong tubuh kurus Lulu. Lulu menuruti perintah Felia tanpa banyak bertanya lagi. Di dalam kepala Lulu selalu diisi pemikiran yang mana ia harus berbakti dan selalu menurut pada calon ibu mertuanya.Namun, karena penasaran, Lulu mencoba mengintip dari balik tembok dapur, tidak benar-benar langsung pergi ke kamarnya.Netranya memperhatikan punggung Felia yang menjauh dan menghilang di balik tembok. Namun, tak lama kemudian, Fe
Mata Lulu menampilkan kilatan kesedihan ditunjukkan pada Felia dan Jovan. Tak ada satu orang pun yang membela Lulu. Bahkan, Banyu, teman ayahnya, tetap diam sampai sekarang.“Aku sudah tinggal di rumah ini selama empat tahun, Tante. Dan Tante selalu mengajarkan aku menjadi calon ibu rumah tangga. Menjadi calon istri yang bisa mendukung Kak Jovan, sehingga aku bekerja keras selama empat tahun ini.” Lulu menjeda sesaat. Matanya yang berkaca-kaca menyapu Jovan dan kedua orang tua lelaki itu. Ia melanjutkan ucapannya dan terdengar semakin sendu, “tapi posisiku begitu mudah digantikan oleh orang lain. Bukankah seharusnya kalian memberiku penjelasan?”Merasa geram, Felia mengangkat tangannya dan menjatuhkan tamparan di pipi mulus Lulu. Rasa panas menyengat pipinya, hingga ke sudut bibirnya terasa keram.“Kamu cuma parasit yang dititipkan di keluarga kami. Perempuan lusuh seperti kamu nggak pantas untuk anak saya.” Ucapan kejam Felia seketika meruntuhkan secercah harapan Lulu. Ia mati rasa
“Mau sampai kapan bengong di sana?” tanya Daril bernada dingin. Lulu merasa panik sampai-sampai badannya terasa lemas. Lekas ia bangkit dan berjalan ke pinggir.“Maafkan saya, Tuan,” katanya sambil menunduk takut. Lulu diam-diam menggigit bibir bawahnya dan memejamkan mata karena kepanikan terus bergema di dadanya.Pria yang tadi mengemudikan mobil tersebut buru-buru menghampiri mereka, setelah menepikan mobil.Keringat dingin mengucur dari dahi pria itu. Tampaknya pria itu juga syok dan panik seperti Lulu. “Maafkan saya, Pak Daril.”Daryl menarik napas kesal dan menghiraukan asistennya. Dia menoleh pada Lulu yang diam-diam mendongak. “Urus masalah ini, Gilang.”Lantas Daril kembali ke dalam mobilnya. “Apa kamu terluka?” Gilang bertanya seraya mengamati Lulu.Lulu menggelengkan kepala kuat-kuat, hingga helaian rambutnya yang kusam dan berminyak keluar dari tatanan. “Saya nggak terluka. Mengenai … mengenai bemper mobil yang lecet—”Gilang memotong ucapan Lulu. “Kamu tidak perlu memik
Lulu lekas memilih pakaian yang membuatnya merasa bingung karena ketiga pakaian itu sama-sama bagus. Ia memutuskan untuk mengenakan setelan jaket dan rok modis berwarna krem. Melihat dirinya di depan cermin, seperti melihat orang lain. Kenapa tidak dari dulu ia berpenampilan seperti ini? Sialnya, ia membuang waktu empat tahunnya untuk mengurus rumah Felia. Lulu merapikan lagi rambutnya yang sudah ia cuci. Kali ini ia pastikan tidak akan berminyak ataupun kusam. Juga memoles wajahnya dengan riasan tipis.Setelah keluar dari kamar hotel, ia masuk ke dalam lift menuju lantai 5. Kemudian diarahkan oleh staf menuju ke restoran. Hanya ada sedikit tamu dalam restoran tersebut. Manik coklat Lulu dengan cepat menemukan pria dalam setelan hitam bermerk itu.“Selamat malam, Pak GM. Selamat malam, Pak Gilang.” Lulu melirik pada Daril yang ekspresinya tak lagi memperlihatkan kekesalan. Perasaan tegangnya pun sedikit memudar. Daril mendongak, memperhatikan Lulu. Alis hitamnya yang tebal sedikit