Weningratih (Balas Dendam Si Putri Tersayang)

Weningratih (Balas Dendam Si Putri Tersayang)

Oleh:  Bella De Richie   Baru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
11Bab
43Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Siapa sangka gadis pendiam nan lembut itu berubah menjadi kejam dan keras. Kejadian memilukan yang menimpa sang ibu meninggalkan luka menganga dalam dada. Hatinya pilu membayangkan ibunya tak berdaya saat peristiwa itu. Tetangga yang sedang mencari kayu bakar di sekitar kebun karet menemukan jasad sang ibu dalam keadaan penuh luka tanpa busana. Kemaluannya penuh darah, matanya melotot lebar keatas, membuat siapa saja yang melihatnya tak sanggup menahan air mata. Ratih hanya bisa menangis sesenggukan tak tahu apa yang harus ia lakukan. Ia hanya tinggal bersama sang ibu, dan kini tinggal dirinya sendiri. Dendam menumpuk di dalam dadanya, kasus pemerkosaan yang terjadi seolah kasus biasa. Pihak berwenang tidak melanjutkan penyelidikan dan aparat desa diam-diam saja. "Ibu ..., para keparat itu akan kubuat sekarat." Kobaran api amarah menguasainya, membuatnya bertekad menghabisi para pelaku keji yang sedang berleha-leha.

Lihat lebih banyak
Weningratih (Balas Dendam Si Putri Tersayang) Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
11 Bab
「 Prolog 」
Sejak kejadian memilukan yang menimpa sang ibu, Ratih menjadi gadis pendiam dan dingin. Cahaya hidupnya meredup, hanya menanggapi segala hal dengan singkat. Sungguh menyayat hati bila diingat, wanita cantik berlumuran darah tanpa busana tak bernyawa tergeletak begitu saja di kebun karet. Siapapun yang melihatnya akan ikut merasakan deritanya, lecet di seluruh badan, lebam dibeberapa bagian, dan paling pilu bagian kemaluannya robek seperti disayat benda tajam."Bu, Ratih bersumpah ..., para keparat itu akan kubuat sekarat," Lirih Ratih didepan makam sang ibu, tangannya mencengkram erat tanah basah, air matanya luruh tanpa aba.Orang-orang sudah pulang setelah pemakaman diselesaikan, tinggal Ratih yang seolah tak ingin beranjak meninggalkan. Langit mendung seperti ikut merasakan kemalangan, tak lama gerimis turun bagai tangisan.Ratih mendekat ke nisan dan menciumnya dalam, memaksakan senyum untuk sang ibu yang sudah di alam baka. "Ratih akan sering berkunjung ke sini, ibu yang tenang
Baca selengkapnya
Chapter 1
"Tuhan akan melaknat para keparat itu, aku takkan membiarkan mereka bertaubat!" Ratih kembali menjalani hari-harinya dengan sisa tenaga yang ia punya, rasanya aneh jika rumah begitu sepi tanpa siapapun selain dirinya. Malam yang begitu sunyi dan senyap, hanya suara televisi yang memenuhi ruangan.Melongok ke dapur memandang sendu, biasanya malam sebelum hari berganti Ratih memasak bersama ibunya dan membuat beberapa makanan untuk dijual dikemudian hari. Kini ia sendirian duduk di ruang tengah dengan televisi yang menyala menontonnya. Ratih terbangun dengan pegal di sekujur tubuhnya, posisinya sungguh tak karuan, kakinya di atas dengan badannya menyamping kebawah. Selimutnya teronggok tak berdaya dilantai dengan bantal kecil disebelahnya."Sial, ini sungguh pegal," gerutu Ratih memegangi pinggangnya. Televisi masih menyala belum dimatikan, untungnya tidak meledak karena terlalu lama dinyalakan. Mencari remote control dan menekan tombol power off, Ratih melihat ke ponselnya sudah men
Baca selengkapnya
Chapter 2
Dibawah hujan deras Ratih berlatih dengan keras, dipukulnya berkali-kali samsak buatannya dari campuran pasir halus yang dibalut kumpulan kain. Samsak itu ia kaitkan dengan dahan pohon, bunyi pukulan dan kecipak air saling bersahutan.Keringatnya meluruh bersamaan dengan air hujan yang mengguyur tubuhnya, Ratih tidak terlalu terlihat karena hanya lentera kecil dari atas yang menyinari kegiatannya. Bugh, bugh, bugh. Bunyi hantaman meredam bercampur air hujan."Argh! Hahh, hah!" Nafas Ratih tak beraturan, ia berhenti memukul dan memeluk erat samsak, matanya terpejam menikmati aliran air hujan yang dingin ditubuhnya.Buku-buku tangannya lecet berdarah, meski lelah Ratih paksa untuk tetap terjaga di sana. Dinginnya hujan malam sedikit membuatnya menggigil, dirasa cukup berlatih ia kembali naik ke rumah pohon dengan basah kuyup.Tiap langkah nya meninggalkan bercak air di lantai, suara hujan diluar meramaikan sunyinya ruangan kecil ini. Mengambil handuk kecil dan mengeringkan dirinya, Rat
Baca selengkapnya
Chapter 3
Setelah Gina dan Reva pamit pulang, Ratih pergi ke kantor polisi menemui salah satu pelaku. Dihadapannya ada pria kurus berkulit sawo matang, kantung matanya menghitam berkerut. "Aku bisa membebaskan mu," tawar Ratih melalui telepon penghubung, meski amarah menguasainya ia tetap berusaha terlihat tenang. Kaca pembatas menjadi tameng untuk Saiful, si tahanan itu. Ingin sekali Ratih pecahkan kaca pembatas itu dan menyayat kulit Saiful dengan pecahan itu, mencoblos matanya dengan bagian kaca yang tajam, juga menusuk-nusuk kasar batang kemaluannya."Tawaran mu tidak menarik," sahut Saiful meremehkan. Ratih menunduk sejenak, membasahi bibirnya menyeringai kecil. Tangannya mengambil ponsel dan mencari sesuatu yang ingin ia tunjukkan."Mata hitam penuh sangat langka, ini akan dihargai sangat tinggi." Ratih berucap senang menunjukkan foto seorang bocah lelaki yang tersenyum manis menatap kamera.Saiful mengepalkan tangannya, raut wajahnya memerah menahan diri. Itu adalah foto anaknya yang
Baca selengkapnya
Chapter 4
Berita kebakaran ruko kecil begitu tersebar dengan cepat, naasnya menelan 3 korban jiwa dan 2 orang luka-luka parah. Entah untung atau tidak, ruko itu terpisah beberapa langkah dari bangunan sebelahnya jadi apinya tidak merembet kemana-mana."Kebocoran gas?""Katanya begitu, tapi aku tidak tahu."Reva dan Gina sedang berbincang di kelas menunggu Ratih datang. Mereka membahas tentang kebakaran tadi, ruko kecil itu tak jauh dari sekolah."Ayah bilang ada maling, ya .... Kebakaran itu untuk menghilangkan jejaknya, begitu." Gina menyampaikan apa ayahnya bilang tadi pagi sebelum dirinya berangkat sekolah.Reva mengangguk paham, "Pintar juga, bisa dicontoh!" ucapnya yang mendapatkan sentilan dari Gina."Dasar bodoh."Terlihat dari tempat mereka duduk Ratih yang berjalan masuk ke bangkunya, gadis itu tampak lesu dan kurang tidur."Kau belum sarapan ya?" tanya Gina setelah Ratih sampai.Ratih hanya menggeleng."Astaga!" Gina mengeluarkan jajanan roti dan air mineral, menyodorkannya kepada Rat
Baca selengkapnya
Chapter 5
Gina berlari kecil keluar dari gudang itu, bel pulang sudah berbunyi setengah jam lalu. Gadis itu di spam telepon oleh Reva sejak tadi, dengan kejam Gina memblokir nomornya sementara."Kau diblokir," ungkap Ratih yang sejak tadi menonton Reva bolak-balik sembari menggigit bibirnya."Hah? Diblokir?" Tanya Reva linglung setelah berhenti.Ratih hanya mengangguk saja, toh Gina sudah besar jadi tenang saja tak perlu panik seperti ini. Reva meluruh ke lantai, ingin sekali gadis itu menyentil dahi Gina, ia khawatir sejak tadi gadis itu belum kembali.Kelas sudah sepi menyisakan mereka berdua, Ratih masih sibuk di bangkunya dengan bukunya. Reva masih panik di bawah sana, pasalnya gadis itu di kirimi pesan oleh ayahnya Gina."Rat, menurutmu tuan Herdian galak tidak?" "Kenapa tiba-tiba?" Heran Ratih, tak biasanya mereka membicarakan hal seperti ini."Bacalah," pinta Reva menyodorkan ponselnya yang berisi chat antara dirinya dengan ayah Gina.Ratih menerimanya dan membacanya, keningnya berkerut
Baca selengkapnya
Chapter 6
Saiful mondar-mandir di dalam sel nya, pria itu sangat bingung dan ketakutan. Ini sudah hari ke 3 sejak Ratih memberikannya penawaran kebebasan, ke-dua temannya hanya diam sembari saling menatap penasaran.Suara langkah kaki dari kejauhan terdengar menggema, itu adalah pengawas penjara dan menghampiri sel Saiful. Pria buncit berseragam polisi membuka kunci gembok dan menatap tajam tiga orang didalamnya."Atas nama Saifullah, ada yang ingin menemui Anda." Ucapan sang pengawas itu membuat Saiful tercekat sejenak, pria itu mengangguk lemas dan bersiap keluar.Tangannya di borgol sembari di tuntun berjalan ke ruang pertemuan, di kursi sana sudah duduk seorang gadis dengan aura gelap yang mencekam. Ratih memandang rendah Saiful didepannya, gadis itu mengulas senyum manis palsu sebagai ungkapan sambutan dengan telepon penghubung yang sudah ia angkat.Saiful mengangkat telepon penghubung dengan gemetaran, keringat dingin membasahi tubuhnya bagian dalam."Apa jawaban mu?" Tanya Ratih membuka
Baca selengkapnya
Chapter 7
"Hei ini apa?" Tanya Reva ke Gina, mereka berdua tengah berada dalam perjalanan di mobil."Oh ini untuk mengatur suhu AC mobil, kau kedinginan tidak?" jelas Gina."Oh iya iya, tidak kok. Apa masih lama sampainya?" "Hm, kurang tahu." "Pak, berapa lama lagi kita akan sampai?" Tanya Gina ke sang sopir."Sekitar tiga jam lagi, Non." Gina mengangguk saja, gadis itu mengeluarkan jajanannya dari tas."Biar tidak bosan," ungkap Gina menyodorkan beberapa camilan."Ah, aku kenyang Na. Aku merasa bosan, Ratih online tidak?" Gina masih mengunyah makanan nya, ia menyodorkan ponselnya ke Reva. "Coba kau hubungi, video call!" perintahnya."Hehhe oke!" seru Reva segera mengambil ponsel Gina dan mencari Ratih.Hanya bunyi deringan terdengar, sepertinya Ratih sedang tidak aktif. Reva terduduk lesu, mengembalikan kembali ponsel Gina dan mencomot makanannya."Perasaan ku tidak tenang, apakah Ratih baik-baik saja?" ungkap Reva menunjukkan keresahannya."Em, aku juga merasa ganjal. Semoga dia baik-baik
Baca selengkapnya
Chapter 8
Disebuah tempat nan jauh dalam hutan, tampak dua lelaki tengah berusaha menyusun kayu. Mereka membuat gubuk dengan benda seadanya, hanya bermodalkan ranting-ranting dan dedaunan."Sampai kapan kita disini?" "Entahlah, bos cuma bilang bakalan jemput kalau keadaan udah membaik.""Tapi sampai kapan?" "Sampai kiamat! Udah kerjain ini, udah mau malem!" gerutu seorang pria. Akhirnya Anton kicep dimarahi oleh Farid, kini mereka berdua melanjutkan pekerjaannya. Dengan kayu yang ditata rapat menancap tanah, kemudian atapnya di beri alas daun kelapa. "Kita ga bawa makan apa? Laper gila!" Anton mengeluh kembali."Habis ini nyari ikan di sungai, ga usah ngeluh mulu." Anton diam kembali, dengan terpaksa bekerja meski perutnya keroncongan meminta di beri asupan. Farid, pria itu bolak-balik mengangkut kayu dan daun kelapa. Mengikatkan daun kelapa dengan pelepah pisang, kemudian membuat pintu dari daun pisang. Hari sudah mulai petang, gelap sekali di tengah hutan ini. "Gue takut bre. Kenapa si
Baca selengkapnya
Chapter 9
"Pelatih tidak bisa datang, kita latihan sendiri." Ucapan senior itu meredupkan semangat para anggota junior, apalagi yang anak-anak. Tampak wajah mereka langsung berubah masam, mereka merindukan pelatih karena orangnya sangat baik dan supportif. "Yah, kenapa kak? Beliau kemana?" tanya seorang bocah lelaki. "Beliau pergi ke luar negeri, bisnis." Jawaban itu mendapat anggukan dari beberapa orang. "Kalau begitu biar Kak Safar yang ngajar, setuju?" ungkap bocah tadi. "Setuju!!" Ratih hanya tersenyum saja, kemudian mereka semua mulai berbaris dan melakukan pemanasan. Sejak tadi Safar yang berdiri di depan sana tak henti-hentinya mencuri pandang ke arah Ratih, namun Ratih abaikan, gadis itu tampak sangat fokus dengan pemanasannya. "Ah, Bang Safar gak fokus ih!" seru bocah perempuan di depan Ratih. "He'em, matanya jelalatan mulu!" sahut bocah lelaki disebelahnya. "Heh astaga bocah ini," gumam Safar lirih. Bocah perempuan itu berbalik badan menatap ke belakang, "mending kak Ratih
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status