Pagi yang cerah dimana arunika telah menampakan dirinya dengan baik. Seperti biasa hari- hariku tidak ada yang istimewa atau bahkan ada orang yang membutuhkanku. Aku tinggal di apartemen seorang diri, apartemen yang kudapat dari pemberian ibuku.
Kegiatanku sehari- hari hanyalah pergi ke kampus dan belajar dengan baik. Seperti hari ini, aku mempersiapkan diriku untuk pergi ke kampus. Tidak perlu buru- buru, jarak dari apartemen ini ke kampus tak jauh sehingga aku dengan leluasa mengatur waktuku.
Disisi lain, aku juga seorang penulis. Ya walaupun bukan penulis terkenal. Aku hanya penulis biasa yang tidak banyak dikenal orang, aku telah menyelesaikan sebuah buku. Sebuah buku novel tentang kehidupan raja vampir dengan ending bahagia. Ya raja vampir yang telah mendapatkan tahtanya, ia ditakuti oleh semua orang dan selalu menjadi misterius dalam dunia ini.
Aku sangat menyukai novelku itu meski hanya lah sebuah karangan belaka yang dilintasi dengan mimpi- mimpi seperti nyata yang kudapat. Ya, ketika aku menulis novel itu aku selalu saja mengalami hal- hal aneh seperti mimpi yang sama yang terus datang padaku. Aku tidak mengerti, dan ketika aku telah menyelesaikan novelku, mimpi itu menghilang. Kini novelku itu hanya aku simpan dan kadang dipublikasikan ke publik lewat aplikasi ataupun situs web yang menerima naskah. Ya meskipun tidak di bayar, atau pun aku tidak mendapatkan bayaran setidaknya aku mendapatkan balasan dari pembaca. Ada banyak pembaca yang menyukai novelku dan ada pula yang membencinya karena alurnya yang berbelit- belit. Tapi menurutku hanya orang malas membaca saja yang akan mengatakan itu, sebenarnya dari dalam naskah itu jika terus membacanya maka kita akan dibawa tiba pada waktu yang indah. Perlahan- lahan akan dibawa kemana dunia mengatakan hukum alamnya yang sama sekali tidak dipengaruhi oleh apapun. Ya, hukum alam.
Hari ini, bukanlah jadwalku untuk pergi ke kampus. Hari ini adalah hari kebebasanku dimana aku akan pergi jalan- jalan. Setelah membersihkan kamar ini, aku pun bergegas pergi keluar. Ya seperti hari- hari biasanya, aku akan jalan- jalan sembari mencari ide yang bagus. Ya, aku sangat berharap akan memiliki banyak pembaca dan uang dari hasil menulisku selama ini. Aku selalu mencari ide segar dan platform yang memberikan bayaran yang menarik. Tetapi aku juga harus tahu diri, apakah tulisanku bagus atau tidak. Selama ini hasil tulisanku hanya dinilai receh, bahkan sangat receh hingga untuk membeli satu bungkus mie instan saja tidak akan cukup.
Tetapi aku memiliki keluarga yang baik, aku sangat beruntung. Keluargaku masih menerimaku dalam kondisiku saat ini, mereka tidak mengeluh padaku.
Aku sangat berharap kelak dunia ini juga menerimaku, ya itu adalah salah satu harapanku. Aku ingin seperti penulis terkenal lainnya, ya aku juga tahu apa yang mereka lalui tidaklah mudah. Mereka bangkit jatuh dan bangkit lagi.
Namun hingga menjelang sore, burung- burung telah berkicau memanggil dan mengingatkan semua orang bahwa waktunya untuk pulang. Perlahan- lahan matahari pun segera pergi, meninggalkan jejak kegelapan kembali. Bintang- bintang dan bulan yang indah mulai menyadari kembali. Tak pernah terduga olehku. Aku lupa waktu lagi hingga menjelang senja tiba, aku masih berada di jalanan. Aku tidak ingin pulang, karena setiap kali tiba di apartemen aku merasakan sesuatu yang harus kulakukan selama ini hanya sia- sia. Aku menyukai novelku itu, ada kalanya aku sedih. Aku tidak bisa mendapatkan apa yang aku mau, aku tidak bisa seperti orang lain yang dalam sekejap bisa mendapatkan banyak pembaca.
Di jalan yang tak cukup terang ini, aku berpikir aku ingin sekali pergi ke dunia novelku. Aku ingin menikmati hidupku, dan bisa bercengkrama dengan raja vampir yang baik. Ya, aku menciptakan tokoh utama dalam novel lalu menjadikannya teman dalam hidupku. Ya, seperti ini lah hidupku. Aku tidak banyak memiliki teman, bahkan kata ‘Teman’ seperti sangat berat dalam hidupku.
Tetapi aku sangat beruntung, aku masih punya keluarga yang peduli denganku. Apakah kamu bertanya mengapa aku tidak punya teman? Sebenarnya aku juga ingin berteman, seperti kalian. Tetapi teman- temanku disini tidak mau berteman dengan gadis pendiam, aneh, dan sok polos ini. Mereka hanya ingin berteman dengan orang kaya, banyak uang, dan dengan orang yang memiliki kebebasan. Ya pada intinya apapun yang mereka mau, aku harus menyanggupinya. Tapi aku menyadari akan hal itu, itu hanyalah akal- akalan mereka untuk menjebakku. Aku tidak mudah untuk di tipu oleh orang seperti mereka. Ibuku sendiri tidak mempermasalahkan soal teman, yang ia adalah aku tumbuh menjadi gadis yang baik dan dekat dengan keluarga.
“Tidak apa, kita tidak makan serumah dengan mereka. Kita tidak minta makan dengan mereka. Jadi tidak perlu bersedih!” kata ibuku yang masih kuingat hingga sekarang. Aku mengerti apa yang dikatakannya, aku tidak perlu menjadi seperti mereka, aku hanya perlu menjadi diriku sendiri.
Sebentar lagi aku akan tiba di apartemen, aku hanya perlu melewati jalan berkelok ini. Melewati sebuah gang yang sepi seperti biasanya. Namun, saat aku melewati gang sepi itu. Aku merasakan ada yang aneh disana, aku merasa ada seseorang yang mengamatiku dari kejauhan. Aku semakin yakin saat ini juga, karena aku melihat bayangan hitam yang bergerak disana. Bayangan hitam seperti manusia. Aku pun segera berlari sekencang- kencangnya menuju apartemen.
Tatapan mata hitam semerah darah itu memasang sorot tajam tak berkedip. Ia berada di gang sepi itu memerhatikan gerak- gerik seorang gadis. Melihat gadis itu telah lari tunggang- langgang, ia pun bergerak secepat kilat menghilang bagaikan angin yang berhembus.
Suasana mencengkam mulai kurasakan, aku berlari penuh ketakutan dan tak pernah kusangka akan menjadi begini. Lift untuk segera tiba di lantai atas menuju kamarku yang sering digunakan pun mendadak macet. Aku terkurung dalam lift ini, dan tak seorang pun dapat mendengar teriakanku ini. Aku benar- benar merasakan dalam situasi yang berbeda.
“Aaaa....tolong aku! Siapa saja tolong aku!” teriakku minta tolong sambil memukul- mukul pintu lift hingga aku kelelahan. Tenagaku telah habis hanya untuk di buang- buang. Aku sudah yakin tidak akan ada yang menolong itu, ya itu bukan karena aku terlalu merendahkan diri atau putus asa. Tetapi sejak aku berlari masuk ke gedung apartemen, memanglah tidak ada siapa- siapa. Tempat ini sepi seperti tidak biasanya, seharusnya di jam seperti ini ada banyak orang yang berkeliaran masuk dan keluar apartemen. Tetapi kini, itu sangat berbeda. Aku semakin merasakan ada sesuatu yang aneh. Entah apa itu, tetapi ketakutanku pada bayangan hitam itu semakin menjadi- jadi.
Ini adalah karya pertama saya, sedang dalam tahap revisi kedepannya. Terima kasih telah memberikan review rate.
Suasana mencengkam mulai kurasakan, aku berlari penuh ketakutan dan tak pernah kusangka akan menjadi begini. Lift untuk segera tiba di lantai atas menuju kamarku yang sering digunakan pun mendadak macet. Aku terkurung dalam lift ini, dan tak seorangpun dapat mendengar teriakkanku ini. Aku benar- benar merasakan dalam situasi yang berbeda. “Aaaa....tolong aku! Siapa saja tolong aku!” teriakku minta tolong sambil memukul- mukul pintu lift hingga aku kelelahan. Tenagaku telah habis hanya untuk di buang- buang. Aku sudah yakin tidak akan ada yang menolong itu, ya itu bukan karena aku terlalu merendahkan diri atau putus asa. Tetapi sejak aku berlari masuk ke gedung apartemen, memanglah tidak ada siapa- siapa. Tempat ini sepi seperti tidak biasanya, seharusnya di jam seperti ini ada banyak orang yang berkeliaran masuk dan keluar apartemen. Tetapi kini, itu sangat berbeda. Aku semakin merasakan ada sesuatu yang
Perbincangan itu terdengar sangat menakutkan, dan aku pun berpikir keperawananku tak akan lama lagi akan di renggut di apartemen ini. Aku semakin sangat sedih, dan tidak tahu harus bagaimana. Tapi terus saja pria ini mengulurkan tangannya padaku, entah apa maksudnya tetapi ia tidak pernah menarik tangannya kembali. “Aku...aku harus bagaimana? Ikut dengannya atau aku akan mati bersama mereka?” ucapku berpikir. Aku benar- benar terjebak. Di sini ada vampir dan di luar ada pria mesum. Aku pun mengepalkan tanganku dan menggapai tangan pria itu. Aku segera berdiri dengan bantuannya. Pria itu tersenyum, dan ia tak bicara sepatah kata pun padaku. Tidak disangka olehku, pria ini memeluk erat diriku. Aku tak bisa bergerak dalam pelukannya, pelukannya sangat kuat padaku. Bergerak saja, aku tidak bisa. Ia seperti tidak akan melepaskan diriku. Dalam pelukan erat ini, aku sendiri pun dapat merasakan detak jantungku ya
Perbincangan itu terdengar sangat menakutkan, dan aku pun berpikir keperawananku tak akan lama lagi akan di renggut di apartemen ini. Aku semakin sangat sedih, dan tidak tahu harus bagaimana. Tapi terus saja pria ini mengulurkan tangannya padaku, entah apa maksudnya tetapi ia tidak pernah menarik tangannya kembali. “Aku...aku harus bagaimana? Ikut dengannya atau aku akan mati bersama mereka?” ucapku berpikir. Aku benar- benar terjebak. Di sini ada vampir dan di luar ada pria mesum. Aku pun mengepalkan tanganku dan menggapai tangan pria itu. Aku segera berdiri dengan bantuannya. Pria itu tersenyum, dan ia tak bicara sepatah kata pun padaku. Tidak disangka olehku, pria ini memeluk erat diriku. Aku tak bisa bergerak dalam pelukannya, pelukannya sangat kuat padaku. Bergerak saja, aku tidak bisa. Ia seperti tidak akan melepaskan diriku. Dalam pelukan erat ini, aku sendiri pun dapat merasakan detak jantungku ya
“Oh ya ampun! Itu memang benar, ya itu karena tempat ini... ah bagaimana menjelaskannya ya? Kamu bisa tanya pada Akira soal itu. Aku gak bisa jawab!” jawabnya dengan ekspresi sedih. “Ya tidak apa jika kamu tidak bisa menjawabnya. Sekarang dia dimana ya?” “Mungkin dia di ruang kerjanya, tapi kita gak boleh kesana. Dia ingin berkonsentrasi sendirian, kita bisa menunggunya disini. Bagaimana kalau kita duduk dulu? Ya nanti Akira juga akan kesini lagi!” “Ya baiklah jika begitu, tidak masalah!” Kemudian aku dan Aresha duduk di sofa. Sofa ini sangat empuk dan nyaman. Warnanya juga cerah, dan ada bunga mawar di atas mejanya. Sembari duduk, aku memperhatikan seisi ruangan ini dan berbincang dengan Aresha.
“Kapan?” “Saat aku menjemputnya dan membawanya kemari. Aku pergi meninggalkannya karena dia masih ketakutan, aku tidak mau membuatnya sampai jatuh pingsan. Maka dari itu aku memintamu untuk menemaninya!” “Akira, ya aku mengerti sekarang. Aku dan Aresha akan menemaninya besok, kamu persiapkan saja dirimu baik- baik. Ya, nanti akan ada waktunya juga untukmu bertemu dengannya. Kami berdua tidak mungkin terus menemaninya” ucap Yasashi. “Kenapa? Bukankah akan lebih baik kalian berdua menemaninya, dengan begitu dia akan menerima kalian kan?” “Ya benar sih, tapi dengan begitu pula ia akan menaruh hatinya padaku!” ucap Yasashi tersenyum manis. Ucapan Yasashi tidaklah lucu bagi Akira, justru Akira di buat kesal dengan ucapa
Perlahan- lahan kami tiba kota dengan pemandangan yang menarik dan menakjubkan. Kereta kuda ini berhenti, aku pun bergegas keluar bersama Aresha. “Wah, menarik sekali! Apa nama kota ini?” tanyaku padanya. “Ya tentu saja seperti kataku, sangat menarik kan? Nama kota ini adalah Kota Flower” “Apa? Kota Flower?” tanyaku terkejut mendengar nama kota ini, aku merasa tidak asing dengan nama kota ini. Nama kota ini mirip dengan nama kota dalam novel karanganku. “Ya, Kota Flower.” “Oh, apakah mereka semua sedang melakukan festival?” “Festival? Tidak, tidak ada festival di bulan ini. Kenapa kamu bertanya tentang festival?” “Ah ya karena k
Aku pun mulai mengeluarkan handphone dari dalam tasku, lalu mulai menghubungi ibuku. Deringan telpon berbunyi, menunggu beberapa saat untuk terhubung yang tidak lama kemudian telponku diterima oleh seseorang yang tidak lain adalah ibuku. “Hallo, An!” Aku mendengar suara ibu, aku merasa senang bercampur sedih. “Ibu, ini aku An. Aku ingin bicara dengan ibu. Apa ibu punya waktu sebentar untukku?” “An! Syukurlah kamu baik- baik saja, dimana kamu sekarang? Ibu harap kamu tidak kembali. Jangan pernah kembali kemari An. Pergi lah sejauh- jauhnya, jangan pernah kembali An” ucap ibu dengan nada bicara senang bercampur sedih. “Ibu, apa yang terjadi? Katakan padaku, apa yang terjadi?”
Aku yang mendengar ucapan perempuan itu sontak kaget, aku mulai berpikir sesuatu telah menimpa keluargaku disana. Aku berpikir perempuan ini telah membunuh keluargaku. Sontak aku langsung syok, dan menangis. Aku tidak langsung mematikan ponselku, melainkan segera menyimpan rekaman perbincangan yang kudengar lewat ponsel ini. Ponselku selalu melakukan hal otomatis saat menghubungi seseorang. Ponselku telah mengatur rekaman ini sejak awal, dan aku secepatnya menyimpan rekaman ini lalu mengakhiri komunikasi ini. Aku tidak boleh panik dan menduga berlebihan tentang keluargaku, aku pun secepatnya meminta bantuan orang lain yang tidak lain adalah tetanggaku yang dulu, dan kini dia sudah pindah tetapi aku masih menyimpan ponselnya saat aku masih serumah dengan ibuku. Aku pun mengirimkan pesan padanya, “Pagi Bibi Mei, ini aku An. Aku baik- baik saja disini. Aku ingin meminta bantuan bibi, bisakah bibi datang ke r