Dante Winchester adalah seorang pemuda pekerja keras karena memiliki kehidupan yang sangat sulit. Dia rela melakukan tiga pekerjaan sekaligus untuk bertahan hidup. Tapi Dante merasa semua itu sia-sia saat dia mendapati kekasihnya, Emily Hunt, mengkhianatinya dan berselingkuh dengan laki-laki lain. Apa Dante akan diam saja? Selain itu, ternyata ada satu kejutan yang menanti tanpa pernah Dante duga sama sekali yang mengubah seluruh hidupnya. Apakah itu?
View More"Jangan keras kepala." Dante menyeret Lizzy, lalu mendorongnya naik ke atas motor. Dia pun ikut naik, dan menarik kedua lengan Lizzy agar melingkari pinggangnya. Dante memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi, membuat dia berhadapan dengan angin malam yang dingin. Motornya meliuk-liuk di jalan raya, melewati jalanan yang sepi. Lizzy semakin mempererat pelukannya di pinggang Dante. Kepalanya bersandar di punggung laki-laki itu. Lalu air matanya perlahan menetes membasahi jaket Dante. Dia tidak bisa menggambarkan perasaannya saat ini. Sedih, haru, bahagia bercampur jadi satu. Motor Dante berhenti di depan rumah Lizzy lima belas menit berselang. Lizzy tidak segera turun. Dia masih ingin memeluk dan bersandar di punggung Dante. "Ijinkan aku memelukmu sebentar saja," gumam Lizzy. Berada dalam posisi seperti ini, membuat dia merasa nyaman dan seluruh ketegangannya luruh entah ke mana. Dante membiarkan Lizzy melakukan keinginannya. Dia memilih tetap diam, menunggu Lizzy menumpah
Waktu berlalu dengan cepat. Dante telah kembali ke London setelah urusannya di Milan selesai. Sejak hari itu dia tidak pernah bertemu Luca kembali. Saudara tirinya itu langsung meninggalkan rumah Benigno setelah Alfonso membacakan peninggalan Benigno yang menjadi miliknya. Luca terlihat sangat kecewa dan tidak puas dengan pembagian itu. Dia akan melakukan banding sehingga mendapatkan warisan yang sangat layak untuk dia terima. Bukan hanya sebuah villa dan sebidang tanah berisi penuh dengan buah anggur. "Kau sudah mendapatkan kabar tentang Luca?" Dante berbicara dengan Carlos melalui sambungan telepon. Carlos tidak segera menjawab. Terdengar helaan napas yang panjang dari seberang sana. Detik-detik terlewatkan begitu saja. "Belum .... Aku belum mendapatkannya. Anak buahku juga tidak bisa menemukan Luca, seolah dia hilang entah ke mana," jawab Carlos dengan suara berat. "Bukankah kau pernah bertemu dia di London? Apakah kau sudah mencarinya?" "Aku sudah mencarinya, tapi sama
"Bagaimana hasilnya?" Dante meletakkan bolpoinnya di atas meja. Punggungnya bersandar di sandaran kursi, dan tangannya terlipat di depan dada. Matanya mengarah lurus pada Luca. "Kau bisa membacanya sendiri," balas Luca, lalu meletakkan amplop itu di depan Dante. Tanpa disuruh, dia langsung duduk di kursi, dan menghadap ke arah Dante. Dante segera membuka isi amplop itu, dan mendapati selembar kertas putih yang terlipat. Matanya membaca deretan kata-kata yang tertera di sana, hingga mengarah pada kesimpulan. Dante berhenti pada angka tujuh puluh persen, dan dia terpaku selama beberapa detik. Meskipun hasil tes DNA itu tidak seratus persen, itu sudah cukup untuk menyimpulkan bahwa Luca memang benar cucu Benigno. Tidak diragukan lagi. "Aku sudah membacanya," ucap Dante setenang mungkin sambil meletakkan kertas itu di meja. Dia mencoba menutupi lonjakan emosi yang ada di dalam dadanya. "Hanya itu yang bisa kau katakan?" Luca menggebrak meja. Kedua matanya melebar, lalu dia ters
“Apa yang kau lakukan di sini?”Dante bangkit dari kursinya, lalu berjalan mendekati Luca. Dia langsung meraih tangan Luca, dan memegangnya sangat erat. Sorot kebencian terpancar jelas di kedua matanya.Luca menepis tangan Dante kasar. “Aku datang ke sini untuk mendapatkan hakku.”Dante tertawa keras setelah mendengar ucapan tidak masuk akal yang keluar dari mulut Luca. “Kau sama sekali tidak memiliki hak apa pun di sini.”Melihat perselisihan di depan matanya, Carlos tidak memiliki cara lain selain melerai keduanya. “Dante, duduk lah. Signor Vincentio akan memberikan solusi terbaik untuk menangani masalah ini.”Luca mendorong tubuh Dante hingga membentur dinding. Kini tidak ada lagi yang menghalanginya masuk ke dalam ruangan itu. Dia lalu menjatuhkan tubuhnya di kursi kosong di samping kiri Carlos.Sama seperti Luca, Dante segera kembali ke tempat duduknya semula. Suara napasnya yang cepat masih terdengar sangat jelas. Dia butuh waktu beberapa menit untuk meredakan emsoinya yang berg
"Dia tidak akan bertahan lama. Paling lambat malam ini." Dokter tua itu telah melayani keluarga Corradeo selama hampir setengah abad. Dia meletakkan tangan keriputnya pada kenop pintu kamar Benigno yang tebal dan bercat gelap. Sang dokter mengangguk kepada Dante dan Carlos. "Kalian harus mengucapkan selamat tinggal." Suara rendah sang dokter terdengar muram, terbebani oleh duka yang dirasakan olehnya karena akan kehilangan seorang pasien sekaligus sahabat lamanya. Dante merasa hampa. Dia tidak sanggup kehilangan Benigno. Jantungnya seakan berhenti berdetak sekian detik, lalu kembali berdenyut dengan irama brutal, menggedor-gedor dadanya. Dante tidak siap melepaskannya. Belum siap. "Kau harus menemui Signor Benigno sekarang." Carlos menepuk pundak Dante, membawanya kembali ke dunia nyata. "Apakah dia bangun?" Dante menatap dokter itu. Kesedihannya terpancar jelas dari sorot matanya yang redup. Sang dokter mengangguk. "Pergilah temui dia." Dante mendorong pintu kamar kakekn
"Luca Masimo ...."Nama itu meluncur dari bibir Dante begitu dia mengingat sosok laki-laki yang baru saja dia tabrak. Laki-laki itu mengaku sebagai saudaranya. Dante sempat berpikir bahwa dia tidak akan bertemu dengan Luca lagi. Kenyataannya dia salah. Mereka bertemu kembali dalam situasi yang tidak pernah dia sangka sama sekali."Ya ... Ternyata kau masih mengingat namaku," seru Luca dengan senyum berbinar-binar."Sedang apa kau di sini?" Dante menatap curiga pada Luca. Bisa saja Luca telah merencanakan sesuatu di belakangnya. "Aku mengantar model dari agensi tempatku bekerja. Sekarang aku menjadi salah satu pengawal pribadi mereka," jawab Luca mencoba terdengar tetap santai. Lalu, dia menatap ke balik punggung Dante seraya melambaikan tangannya. "Aku harus ke sana dulu." Luca menunjuk ke depan lalu berlari meninggalkan Dante.Dante memutar posisinya. Dari tempatnya berada, dia bisa melihat Luca tengah berbicara dengan seseorang sambil sesekali mengangguk. Setelah itu dia bergegas m
"Benigno ...."Alberto berteriak kencang. Suaranya menggelegar memenuhi ruangan itu. Dia meraih tongkatnya, lalu berjalan tertatih menghampiri Benigno."Sebaiknya kau berhenti sampai di sini. Atau aku akan menghancurkan hidupmu," bisik Benigno tepat di dekat telinga Alberto. "Rapat siang ini dibubarkaan. Kalian bisa meninggalkan ruangan ini sekarang."Benigno melihat Alberto tidak berdaya saat semua orang beriringan keluar dari ruangan itu. Ruangan itu kembali sepi dalam hitungan menit. Benigno menatap Dante lurus, lalu mengajak cucunya itu untuk segera pergi dari sana."Aku tidak menyangka kau akan datang ke sini. Siapa yang memberi tahumu tentang rapat tadi?" cerca Dante setelah mereka berada di ruangannya. Lalu dia menyesal telah menanyakan hal itu. Dia baru ingat Benigno memiliki orang kepercayaan di mana-mana, yang bisa melaporkan apa saja pada kakeknya itu."Kau tidak perlu tahu soal itu. Yang terpenting adalah aku datang di saat yang tepat." "Seharusnya kau tidak usah datang k
“Lizzy …. Kenalkan, dia Kathryn, temanku.” Dante menatap Lizzy dan Kathryn secara bergantian. Lalu dia memberi isyarat pada asisten pribadinya untuk menghampiri Lizzy. Semula dia pikir Kathryn telah kembali ke kantor, tapi kenyataannya dia masih di sini. Wanita itu beberapa saat yang lalu datang ke rumah sakit untuk mengantar baju ganti yang dia minta. “Senang berkenalan denganmu,” ucap Kathryn. Senyumnya lebar dan sangat cerah menyenangkan. Sayangnya Lizzy bersikap sebaliknya. Dia terlihat menekuk wajahnya, dan malas-malasan membalas uluran tangan Kathryn. Raut wajahnya suram seiring dengan suasana hatinya yang sangat gelap. Seakan mengerti dengan keadaan sekitar, Kathryn melangkah mundur. “Bisakah kita berbicara di luar? Ada hal penting yang ingin kubicarakan denganmu.” Dia langsung membuka pintu kamar Lizzy, dan melangkah keluar. Tanpa berkata sepatah kata pun, Dante bergegas menyusul Kathryn keluar. Mungkinkah telah terjadi sesuatu di kantor sehingga membuat Kathryn masih ber
"Apa maksudmu sebenarnya?" Carlos menarik napas panjang, lalu tersenyum masam. "Luca Masimo. Aku yakin nama itu pernah singgah dalam ingatanmu. Tentunya kau belum melupakannya." Dante tertegun dengan tatapan hampa. Luca Masimo. Laki-laki itu pernah berkata bahwa mereka masih memiliki ikatan persaudaraan. Dante sempat mengira bahwa itu hanya omong kosong belaka karena Benigno tidak mengakui Luca sebagai cucunya. "Aku pernah bertanya pada Benigno mengenai Luca Massimo. Saat itu Benigno meyakinkan aku bahwa Luca bukan cucunya. Bagaimana bisa kau mengatakan bahwa Luca tengah mengancam posisiku saat ini?" "Sebenarnya itu hanya dugaanku. Meskipun kakekmu telah meyakinkan aku bahwa pemuda itu bukan cucunya, aku sedikit meragukannya," jawab Carlos dengan sikap tenang. "Sebelum menikah dengan nenekmu, kakekmu terkenal sebagai si penakhluk wanita. Bisa saja, dari sekian banyak wanita yang pernah menjadi kekasih kakekmu, salah satunya melahirkan darah dagingnya." "Kalau dugaanmu benar, Luca
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.