Share

Bertemu Di Sibuhuan

Bab 5

Bab 5

Setelah kurir itu pergi, kotak kecil dibuka dengan tak sabar. Penasaran dengan isi dan siapa orang yang berbaik hati memberikan sesuatu padaku. Ada rasa takut bercampur senang. Kedua rasa itu bercampur aduk menjadi satu.

Berlahan melepaskan perekat dari benda tersebut. Hati berdebar saat isi kotak kecil itu terlihat. Ternyata sebuah arloji mewah dan buku diary yang telah berisi catatan kecil.

Sungguh aku terkejut dengan buku diary bertuliskan tentang kisah percintaan sama persis denganku dan seseorang. Di sana terpampang namaku dan beberapa sifat dan sikap yang aku miliki. Bukan hal yang aneh sebenarnya, akan tetapi heran siapa gerangan yang mengirimkan bingkisan ini.

Sepertinya dia sudah mengenal dekat dan bahkan mengetahui semua karakter yang aku punya. Dari halaman depan hingga di lembar kelima sepertinya aku mulai mengetahui siapa kira-kira yang menulis diare itu. Dari cara dia menceritakannya teringat akan seseorang yang sekarang yang sekarang aku cari.

Ini benar-benar ajaib, baru saja kemarin aku mengingatnya, dia sudah mengirimkan sesuatu dan membuat aku terpesona. Begitupun kalau dia adalah orang yang kumaksud, betapa senangnya hati ini. Terus kubaca, lembar demi lembar diary itu, semakin aku mengenali siapa penulisnya. "Panjang umur," batinku.

Membaca tulisan itu, seolah aku berada di masa lalu. cerita yang sangat romantis dan berkesan mampu membuat aku tersenyum dengan mengingat semuanya. Alangkah bahagianya diri ini, ternyata pernah menjadi orang yang spesial di hatinya. meskipun aku masih menduga-duga siapa pengirim bingkisan ini.

Khayalanku semakin tinggi di saat dia menceritakan kisah-kisah yang sangat Tak Bisa kulupakan. membayangkan wajahnya, tingkahnya, juga canda yang pernah kami lakukan mampu membuat aku menjadi orang yang spesial masa itu. Cinta terpendam indahnya tiada terkira.

Sepertinya bunga-bunga cinta telah tumbuh di hatiku dan hatinya. Sepasang manusia yang masih saja menyimpan rasa dan aku bisa memutuskan kalau dia adalah Arul. sahabat dekat yang telah membuat hatiku jatuh pada cintanya.

Malu sebenarnya mengakui diri ini telah mengaguminya, tetapi ini adalah kenyataan tak bisa aku pungkiri. Hari demi hari dilalui bersamanya dengan penuh kebahagiaan. Dia yang begitu tulus ingin bersahabat denganku dengan memberikan kasih sayangnya lebih dari seorang sahabat.

Banyak di antara temannya yang mengakui itu dan bahkan ingin seperti dia, dekat denganku. aku santai saja dan tidak merespon apa pun dari mereka kecuali Arul. Aduh, kacau sebenarnya pikiranku bila mengingat itu. takutnya hanya aku saja yang menganggap semua itu istimewa. Wanita sepertiku tak layak merasakan cinta yang berlebihan.

Di antara pria yang pernah menyatakan cintanya padaku, semua dianggap hanya ingin mempermainkan semata. Memang, aku tak pernah merasakan kecewa dalam percintaan. Ya, bukan karena aku selalu merasa setia, tetapi memang belum pernah kurasakan bercinta dan menaruh hati pada siapa pun. Jadi wajar saja bila aku tak pernah merasa kecewa. Kata ayah, jangan mencoba bermain cinta jika tak ingin hatimu disakiti. Sebaiknya menurutku itu harus aku turuti.

Kubaca isi diary itu sampai lima belas lembar. lumayanlah untuk mengingat kembali kisah-kisah yang aduhai. Terkadang aku tertawa bila ada cerita yang lucu.

Sesekali kulihat kembali jam tangan yang menurutku sangat mewah. Lalu kupakai di pergelangan tangan kiri. Wow ... benar-benar cantik. Sudah lama aku menginginkan jam tangan. Belum ada rezeki untuk memilikinya.

Mata ini terasa lelah karena membaca tulisan itu. Sebenarnya masih penasaran juga sampai di mana cerita atau kisah yang dituliskan. Sayangnya, rasa penasaran itu mampu dikalahkan oleh rasa kantuk. Masih ada waktu untuk membacanya Di keesokan hari.

***

Terdengar suara ayam membangunkanku tepat pada jam empat subuh. Perasaan baru saja aku memejamkan mata. Namun, tak ada salahnya untuk bangun dan menyiapkan segala sesuatu keperluan ayah.

Tadi malam Ayah berpesan agar menyiapkan sarapan secepatnya karena hendak pergi ke daerah lain yang jauh dari rumah. Kemungkinan bisa mencapai lima jam perjalanan.

Sebelum azan subuh berkumandang, perlengkapan untuk keberangkatan ayah juga mempersiapkan. Seperti jaket, sepatu, dan beberapa perlengkapan lainnya. Sudah biasa aku melakukan seperti itu jika ayah akan bepergian jauh. Khawatir bila ayah terlalu repot mengurusi semuanya sendirian, walaupun untuk dirinya sendiri.

Setelah Ayah berangkat, aku kembali merapikan piring yang tadi aku cuci belum sempat disusun ke rak piring. Si Mumus kucing kesayanganku mengeong dan mengelus kepalanya ke kakiku, mungkin ia lapar. Sisa ikan yang tidak habis dimakan kuberikan padanya. Sebelumnya aku telah mencampur dengan nasi, agar si Mumus juga memakannya tanpa memilih ikan saja.

Baru sepuluh menit Ayah pergi, rindu menyapaku. Kuraih ponsel dari atas nakas, lalu mencari nomor ayah di kontak. Ingin kutanyakan di mana sekarang keberadaannya. Lagian khawatir dengan keadaan Ayah yang bepergian sendirian.

"Assalamualaikum ... ayah," sapaku, melalui salam dari balik ponsel, setelah Ayah menerima panggilan telepon dariku.

"Wa'alaikumussalam, Nay."

"Ayah di mana?"

"Masih di pinggir jalan, belum ada kendaraan menuju ke sana." Ayah menjelaskan.

"Mmm, aku ikut, Ayah. Boleh?" tanyaku, dengan ragu.

"Kamu yakin mau ikut? Mumpung belum berangkat, Ayah tunggu di sini aja, deh. Cepat, ya, Nay," ucap Ayah sambil mengajak.

"Ya, Ayah, tunggu aku sekitar sepuluh menit saja," pintaku.

Tombol telepon dengan logo berwarna merah kutekan. Segala keperluan kupersiapkan kembali. Barang kali berada di sana sekitar seminggu bahkan lebih. Sekalian berliburan, sudah lama tidak ke daerah yang bernama Sibuhuan. Sebuah kabupaten yang masih memiliki nilai keasrian kala aku berkunjung ke sana dahulu.

Tepat dalam waktu sepuluh menit, sampailah ke tempat Ayah menunggu. Tidak lama bus menuju Sibuhuan lewat. Kami memanggilnya dan naik ke dalam untuk melanjutkan perjalanan.

Selama di perjalanan, sedikit pun tak sanggup membukakan mata. Terasa mual perut ini, kepala pusing, dan air liur terasa asam di mulut. Paling tidak tahan bila naik kendaraan beroda empat dan lebihnya alias mabuk darat. Mata dipejamkan agar tidak muntah. Apalagi setelah desa Binanga jalanan berliku dan menurun. Harus bisa ditahan karena malu sama penumpang lain bila itu terjadi.

"Sibuhuan! Sibuhuan!" teriak kernet bus ketika sampai di kota Sibuhuan membuat aku terbangun. Rasa syukur karena telah sampai dan selamat sampai tujuan.

Kami berdua turun dan langsung memanggil becak agar bisa sampai ke tempat yang dituju. Rasa senang dengan suasana daerah itu. Sejuk sekali, berbeda dengan Rantau Prapat.

Sibuhuan memiliki wisata alam yang indah. Seperti: Sungai Aek Siraisan, Aek Milas di desa Paringgonan, Sungai Hapung, Sungai Aek Digorbus, dan lainnya.

Beberapa tempat wisata itu sudah menjadi bagian penting bagi masyarakat setempat, untuk sekedar menikmati keindahan alam juga airnya nan sejuk.

Bukit barisan terlihat dekat dan puas mata memandang. Apalagi sawah terbentang luas berwarna hijau. Sungguh suka dan sulit untuk beranjak bila ada di sana. Suasananya membuat jatuh hati.

Ahh ... aku selalu terbuai oleh adanya demikian itu. Menganggap semuanya akan indah mampu mengurangi kejenuhan. Sudah saatnya untuk memilih sesuai karakter sendiri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status