Share

Kau Harus Tanggung Jawab!

Gabby tidur seharian untuk menghilangkan efek mabuknya. Ia benar-benar bangun di sore hari, dan merasa jika tubuhnya lebih segar. Jauh berbeda dari sebelumnya.

"Aku harus bertemu dengan lelaki mesum itu! Dia pasti sudah mengambil kesempatan saat aku sedang mabuk!" gumam Gabby.

Selain Maxwell dan teman-temannya, Gabby juga menaruh dendam pada pria yang jadi pengawalnya tersebut.

Ingatannya pada kejadian Maxwell sangat jelas. Sedangkan ingatannya tentang Bima, rasanya samar-samar.

Ingatan samar tentang sebuah ciuman yang membuatnya dimabuk kepayang. Sebuah ciuman yang mampu pikirannya kosong dan tubuhnya semakin terbakar.

"Ya ampun! Apa yang sudah dia lakukan padaku?!" pekik gadis itu, merasa malu dan terhina.

Selain sudah menciumnya, Gabby yakin jika pria itu juga yang sudah melucuti bajunya ketika ia mabuk.

Ia lantas menggeram marah. Pengawalnya memang harus diberi pelajaran tentang sopan santun!

Setelah mandi dan merapikan diri, Gabby bergegas turun ke lantai satu.

Tak ada siapapun di rumah ini selain ia dan para pekerja. Anthony Huang pasti sudah berangkat dari pagi untuk urusan perusahaan, dan Yimei Huang—ibunya Gabby, pasti juga tak ada di rumah untuk mengurus beberapa yayasan milik keluarga Huang.

Pada seorang pelayan, Gabby meminta untuk disediakan camilan, sebelum ia makan malam.

Sambil menunggu camilannya siap, Gabby memutuskan untuk menonton series favoritnya di salah satu tv berlangganan.

Meskipun matanya terpaku pada layar tv besar yang ada di depannya, tapi pikiran Gabby melayang entah kemana.

Ia merasa curiga pada teman-temannya. Siapa diantara mereka yang sudah bekerja sama dengan Maxwell untuk menjebaknya, dengan cara memberikannya minuman beralkohol yang dicampur obat perangsang?

Saat Gabby sedang mengingat satu persatu teman-teman yang mungkin mencurigakan, seorang gadis pelayan yang sepantaran dengan Gabby datang dengan membawa nampan berisi salad buah, beberapa potong donat bertoping coklat, dan segelas air mineral.

"Cece, ini camilannya," ucap pelayan itu, saat meletakkan nampan yang ia bawa ke meja.

Awalnya Gabby hanya mengangguk, tapi kemudian ia baru teringat sesuatu.

"Mbak, tadi pagi Papa berangkat ke kantor sama siapa?" tanya Gabby pura-pura.

Pelayan itu berpikir sebentar sebelum menjawab. "Seingat saya, Bapak pergi sama Koko dan pengawal baru," jawabnya setelah berhasil mengingat.

"Pengawal baru yang tinggi besar ya?" tanya Gabby lagi, menegaskan jika itu adalah Bima.

"Iya, Ce. Namanya Mas Bima," Pelayan itu tersenyum. "Mas Bima itu ganteng ya, Ce? Orangnya ramah dan humoris."

Rasanya Gabby ingin muntah saat pelayan itu memuji-muji pria, yang bahkan ingin ia maki-maki saat ini juga.

"Kamu terlalu berlebihan. Lagipula, dia kan masih baru disini. Kalian belum tau sifat aslinya itu bagaimana," kilah Gabby dengan ketus.

"Masa sih, Ce? Padahal Mas Bima itu orangnya baik banget loh, Ce. Semua pelayan disini suka sama sifatnya Mas Bima yang mudah bergaul," pujinya lagi.

Gabby meringis. Rasanya ini terlalu berlebihan dan juga bertolak belakang.

"Nggak tau. Aku males cari tau!" sahut Gabby bersungut-sungut.

Pelayan itu terdiam sejenak. Rasanya ada yang janggal pada reaksi sang nona kali ini.

"Bukannya semalam Cece ke club dijagain sama Mas Bima, ya? Memangnya Cece nggak kenalan dulu?" Gadis pelayan itu menebak tepat ke intinya.

Gabby jadi salah tingkah. "Oh iya, aku lupa!" komentarnya sambil memalingkan wajah, dan mengambil camilannya.

Ia tak ingin pelayan itu melihatnya menjadi gugup.

Berjam-jam kemudian Gabby hanya menghabiskan waktunya untuk menonton tv, dari serial satu, ke serial yang lain. Ia sudah bosan menunggu kedatangan orang tuanya. Ada yang ingin ia tanyakan pada sang ayah tentang Maxima Inc. Meskipun ia sendiri belum berani menceritakan pelecehan yang terjadi padanya kemarin malam.

Jam sembilan malam, sebuah mobil dengan lambang bintang segitiga, memasuki gerbang halaman rumah disusul dengan mobil hybrid berwarna putih.

Gabby yakin jika itu adalah mobil kedua orang tuanya yang datang secara bersamaan.

Anthony Huang dan istrinya masuk ke dalam rumah mereka, dan mendapati putri sulung mereka masih terjaga di ruang tamu.

"Gabby, kau belum tidur, Sayang?" tanya Yimei, sambil menghempaskan tubuhnya ke sofa di samping sang putri.

Gabby hanya menggeleng pelan. Saat ia ingin melihat pada sang ayah, matanya tanpa sengaja bertabrakan dengan sepasang mata pria yang semalam bersamanya.

Ia kembali bertemu Bima hari ini, setelah melewati malam yang aneh kemarin.

Ketika nafas Gabby seakan tercekat ketika bertatapan dengan Bima, pria itu malah hanya mengangguk kecil kemudian berlalu.

Gabby seketika membeku.

"Gabby, kau tidak tidur?" Anthony menatap putrinya dengan tatapan penuh ketegasan.

Gabby masih terpaku pada sosok tinggi besar Bima yang melangkah pergi dari ruangan itu.

"Gabriella Huang! Kenapa kau diam saja saat ditanya oleh Papa?" Anthony sekali lagi melemparkan pertanyaan, ketika melihat putrinya sama sekali tak bereaksi padanya.

Gabby tergagap. Ia sampai terpaku saat melihat pria yang seharian ini membuatnya negatif thingking, hanya berlalu begitu saja.

"Oh, maaf Papa," Gabby segera memasang wajah polos dan senyuman manis, untuk menutupi kegugupannya. "Tadi pagi aku tak enak badan. Aku tidak berangkat kuliah dan memilih untuk tidur. Maka dari itu, aku merasa jika aku insomnia saat ini."

Anthony menatap mata putri sulungnya. Alisnya yang lebat dan hitam, seakan membingkai mata elang yang tajam.

"Kau pulang jam berapa kemarin malam? Bagaimana pestanya?" tanya pria paruh baya itu, penuh selidik.

Gabby menelan ludahnya seketika, saat mendapati tatapan tajam dan pertanyaan dari sang ayah. Ia jadi merasa takut.

"A-aku pulang tepat tengah malam," jawab Gabby lirih.

Anthony duduk sambil menyilangkan kakinya. Pria itu tetap terlihat gagah meskipun usianya sudah tak muda lagi.

"Semalam kau tetap bersama Bima, bukan?" tanyanya lagi.

Jantung Gabby seakan bertalu-talu. Ia takut Bima sudah menceritakan apa yang terjadi sebenarnya kemarin malam.

"I-iya, Papa. Mas Bima selalu ada di dekatku menjagaku," Gabby berbohong.

Anthony Huang tampak puas. Sebuah senyuman tipis terbit di wajahnya yang tegas.

"Bagus. Kau mau mendengarkan Papa kali ini," pujinya sambil mengangguk-anggukkan kepala.

Setelah bicara beberapa saat, kedua orang tua Gabby akhirnya pamit undur untuk beristirahat, meninggalkan putri sulungnya sendirian di ruang keluarga.

Pikiran Gabby kembali melayang pada sosok tampan sang bodyguard. Entah kenapa setelah melihat Bina barusan, Gabby malah merasa ragu.

Gadis cantik bertubuh sintal dengan kulit putih mulus itu akhirnya memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Ia sudah lelah karena seharian mengkhawatirkan sesuatu yang nyatanya tak terjadi.

Baru saja ia melangkahkan kaki untuk menaiki anak tangga menuju ke lantai tiga dimana kamarnya terletak. Tiba-tiba saja ia mendengar suara yang begitu familiar di telinga.

Gabby segera mengurungkan niatnya. Ia lebih tertarik pada seseorang yang tengah berbicara di dekat dapur.

Seseorang itu tengah berbicara sambil berdiri memunggungi pintu masuk ke dapur.

Tanpa rasa malu, mendadak Gabby sudah berada di belakang punggung Bima dengan wajah marah.

"Mas Bima! Kau harus tanggung jawab!"

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status