Share

Jebakan Untuk Gabby

Akhirnya setengah jam kemudian, Bima merasa jika penderitaannya akan segera berakhir. Rumah kediaman keluarga Huang yang megah bak istana, sudah tak jauh lagi.

"Mbak Gabby, sudah sampai. Ayo saya bantu turun!" ucap Bima sebelum ia membuka pintu di samping kemudi.

"Aku mau digendong!" Gabby merengek dengan nada manja.

Bima hanya mendesah saat mendengar permintaan sang nona muda. Dengan hati-hati, ia lantas membuka pintu mobil dekat Gabby, dan meraih tubuh sintal itu dalam rengkuhannya.

Setiap kali kulit Gabby bergesekan dengan kulit Bima, maka efek obat itu semakin meletup-letup. Gabby mengalungkan kedua lengannya pada leher Bima, dan menyandarkan kepalanya pada dada bidang dan berotot tersebut.

"Mbak Gabby diem ya! Jangan aneh-aneh. Nanti kalo saya gagal fokus, kita berdua bisa nyungsep!" bisik Bima dekat dengan telinga Gabby.

Suasana rumah yang sudah sepi dan temaram, membuat Bima harus hati-hati melangkah sambil membawa bobot tubuh Gabby di kedua lengannya. 

Pada pukul satu dini hari seperti ini, semua penghuni rumah pasti sudah berada dalam kamar mereka masing-masing. Nyonya besar dan Tuan besar Huang, pasti tidak menyadari jika putri sulung mereka baru saja pulang dari sebuah pesta, dalam keadaan mabuk dan juga 'horny'.

Semua pelayan di rumah itupun kini pasti sudah lelap, sebelum tiba saatnya nanti mereka harus bangun lagi di jam setengah empat pagi, untuk mulai kembali beraktivitas.

"Mas Bima," Gabby memanggil pelan.

"Mbak, kamar Mbak Gabby dimana? Saya belum hafal tata letak ruangan di rumah ini selain area bawah khusus pelayan," tanya Bima yang sedang kebingungan.

Gabby terkekeh. "Kamar saya ada di lantai tiga di sayap utara. Naik lift aja yuk!" 

Bima mengerti. Ia langsung berjalan menuju area lift daripada harus bersusah payah menggunakan tangga. 

Namun ternyata ujian kesabaran Bima tidak hanya itu saja. Begitu pintu lift terbuka, ia harus dihadapkan dengan dua lorong.

"Nah sekarang, saya harus ambil lorong yang kanan atau yang kiri?" tanya Bima pada Gabby.

"Kiri!" Gabby mengarahkan telunjuknya ke arah kiri.

Bima lantas kembali mengikuti arahan putri majikannya tersebut. 

Langkah Bima kembali ragu. Kini di depannya ada tiga pilihan pintu berwarna putih, yang berada di lorong yang dihiasi oleh guci antik, lukisan gaya renaisans, dan pot bunga.

"Sekarang kamarnya yang mana, Mbak?" tanya Bima lagi.

"Kamar paling ujung," gumam Gabby.

Tak lama kemudian mereka berdua sudah berada di depan pintu kamar yang dimaksud oleh sang nona.

"Nah, sekarang udah di depan pintu kamar. Mbak Gabby turun ya! Saya cuma antar sampe depan sini," ucap Bima. Ia merasa tugasnya sebagai pengawal sudah selesai sampai disini.

"Nggak mau! Mau nyampe masuk kamar!" 

"Tapi Mbak, cowok bujang nggak boleh masuk ke dalam kamar anak perawan. Pamali!" kelit Bima. Padahal ia hanya ingin segera membebaskan dirinya dari godaan putri sang tuan besar.

"Nggak ada pantangan!" Gabby bersikeras.

Gadis itu malah makin mengetatkan dekapannya pada tubuh Bima. 

Sekali lagi Bima hanya bisa mendesah. 

"Sabar sabar sabar,"  bisik Bima, seperti sedang merapal mantera untuk menyemangati dirinya sendiri.

Bima lalu membuka pintu dengan tulisan  GABRIELLA di depannya. Saat pintu kamar itu terbuka, tampaklah kamar yang didekor khusus ala Disney princess, dan  membuat Bima jadi terkagum-kagum.

Dengan hati-hati, Bima kemudian meletakkan tubuh Gabby di atas ranjang. 

Tapi saat Bima hendak menegakkan tubuhnya kembali, tiba-tiba saja dasi yang ia pakai sengaja ditarik oleh Gabby, hingga akhirnya Bima hilang keseimbangan dan jatuh menimpa tubuh Gabby.

CUP!

Mata Gabby terpejam. Mata Bima terbelalak. Bibir mereka berdua saling bertemu saat itu.

Bim merasa kepalanya seketika kosong karena kaget setengah mati saat bibirnya mendarat tepat pada bibir Gabby yang lembut dan kenyal.

Dengan panik, Bima segera mengangkat tubuhnya dari atas tubuh Gabby dan memisahkan diri.

Ia lantas menggosok-gosokkan bibirnya dengan kencang menggunakan kedua tangannya, seakan-akan ia baru saja mencium sarang semut.

"Ya Tuhan, Mbak Gabby!" keluh Bima. Rasanya ia sudah kehilangan kata-kata untuk menjabarkan betapa serba salahnya ia saat ini.

Gabby tertawa. Melihat pria itu kelimpungan, membuatnya semakin merasakan kegembiraan.

"Mas Bima jangan bilang kalo itu ciuman pertamanya," ejek Gabby menertawakan ekspresi wajah sang bodyguardnya yang tampan.

Mulut Bima ternganga. Ia lantas menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan. 

"Rasanya saya udah kehabisan kata-kata," bisik Bima putus asa.

Hasrat Gabby semakin melambung tinggi saat menyadari sesuatu sudah menonjol diantara selangkangan Bima, yang tersembunyi dalam celana.

Melihat hal itu, Gabby segera bangun dari tidurnya, dan beranjak melangkah ke arah pintu. 

Trek!

Kepala Bima segera berputar ketika mendengar suara pintu yang dikunci.

Matanya terbelalak ketika melihat Gabby bersandar pada daun pintu, sambil menanggalkan gaun pesta satu-satunya yang masih menempel di tubuhnya.

Demi kesopanan, Bima segera menutup mata agar tak dapat melihat betapa moleknya tubuh Gabriella saat ini. Ia lelaki normal. Tentu saja melihat pemandangan seperti itu membuat Bima terpengaruh dan juga mulai bereaksi.

Tapi demi apapun juga, saat ini ia harus bertahan mengalahkan hawa nafsunya sendiri.

"Nona Gabriella, tolong segera berpakaian dan biarkan saya keluar!" hardik Bima. Kali ini ia harus bersikap tegas dan formal pada anak majikannya tersebut.

"Nggak mau! Ini panas!" rengek Gabby, tetap bersikukuh.

"Anda nggak boleh seperti itu di depan saya! Saya nggak punya hak! Cepat pakai lagi bajunya!"

Entah kenapa semakin Bima bersikeras, semakin tertantang nyali Gabby. Gadis itu malah merapatkan tubuhnya pada tubuh tinggi besar pria yang ada di depannya.

Tubuh Bima mengejang ketika merasakan tubuh Gabby yang setengah telanjang menempel pada tubuhnya.

Gadis itu kemudian berjinjit, agar wajahnya bisa sejajar dengan wajah Bima yang masih menutup rapat matanya.

Kepala Bima seakan kosong saat bibir Gabby yang ranum, kembali mendarat pada bibirnya. Ia bingung harus bagaimana. 

Saat ia ingin menyerah pada hasrat dan membalas ciuman dari Gabby, tiba-tiba saja terbayang di pelupuk matanya bayangan Anthony Huang. Pria tua berkharisma yang sudah baik hati memberikan sebuah pekerjaan pada dirinya yang hanya hidup luntang lantung di jalanan.

"Stop!" Bima meraih kedua lengan Gabby, dan menjauhkan tubuh gadis itu dari tubuhnya. "Mbak Gabby, sekali lagi saya bilang kalo saya nggak bisa!"

Mata gadis itu mengerjap-ngerjap. Percikan gairah masih menyelimutinya.

"Kenapa? Apa aku kurang cantik?" tanyanya kecewa.

"Seumpama ada laki-laki yang bilang kalo Mbak Gabby itu nggak cantik, bakal saya colok itu biji matanya!" jawab Bima berapi-api. "Mbak Gabby itu cantik. Cantik banget malah! Tapi saya nggak mau bikin Pak Anthony kecewa. Saya nggak bisa mengkhianati orang yang udah nolongin saya!"

Gabby menelan ludahnya. Ia sudah tak bisa berpikir jernih. Ia merasa jika Bima hanya berusaha untuk jual mahal padanya dengan bermacam alasan.

Melihat gadis itu hanya mematung, Bima pikir jika Gabby sudah mengerti. Ia kemudian melepaskan lengan Gabby dan berjalan ke tempat tidur untuk mengambil jas yang tadi dipakai untuk menutupi tubuh gadis itu.

Bima lengah dan tak menyangka jika saat ia sedang mengambil jas-nya, tiba-tiba saja Gabby dengan sengaja menabrakkan tubuh, hingga pria itu jatuh terlentang di atas kasur.

Melihat Bina yang masih terkaget-kaget, tanpa mau menunggu lagi, Gabby segera naik ke atas tubuh Bima dan mendudukinya.

"Ya ampun ya ampun ya ampun! Ini pelecehan namanya!" jerit Bima sambil berusaha untuk bangun, meskipun ia kesulitan. Kini posisi Bima seperti tengah memangku Gabby sambil berhadapan.

"Mas Bima jangan jual mahal! Aku tahu Mas Bima juga punya hasrat yang sama!" tuding gadis itu lagi, sambil mencengkram kerah kemeja Bima, dan mendekatkan wajah pria itu pada wajahnya.

Gabby lantas bergerak tak sengaja, membuat Bima menggeram pelan. 

"Mbak Gabby cepetan turun, atau jangan gerak-gerak!" pekik pria itu. 

Ia berusaha menahan pinggul Gabby, agar tak semakin memprovokasi forbidden area miliknya, yang saat ini tengah diduduki oleh gadis keturunan Tionghoa tersebut.

Bukannya menurut, Gabby malah bergerak gelisah. "Dasar Mas Bima munafik!"

"Saya nggak munafik, Mbak!" Bima mendengkus. Nafsunya mulai naik ke ubun-ubun.

Semakin Bima  berkelit, semakin Gabby gemas padanya. Gadis itu kemudian dengan sengaja menengadahkan leher Bima, dan memberikan kecupan sebagai tanda di lehernya.

Tanggul pertahanan yang sejak tadi Bima bangun, seketika roboh.

"Non sense!" geramnya lagi.

Persetan dengan semua tata krama!

Persetan dengan semua aturan!

Bima segera meraih kepala Gabby, untuk memperdalam ciuman antara mereka berdua.

Tubuh Gabby bersorak gembira ketika ciumannya berbalas. Kepalanya seakan melayang, dan kesadarannya terombang-ambing.

Dengan tergesa-gesa Bima membuka dasi dan kemeja putih yang ia kenakan, lalu membuangnya sembarangan.

Bima mendorong tubuh Gabby dan mulai mencumbunya. Erangan dan desahan Gabby, seakan suara pemandu sorak yang tengah menyemangatinya agar menyelesaikan pertandingan.

Harum aroma tubuh Gabby membuat Bima semakin melambung, dan membuatnya makin intens menjelajahi leher jenjang gadis cantik tersebut.

Tapi saat hasrat Bima meninggi, tiba-tiba saja pria itu menyadari jika Gabby sudah terdiam tanpa adalagi pergerakan yang memprovokasi nya lagi.

"Gabby," bisik Bima parau. Namun ketika melihat wajah Gabby yang terpejam, seketika Bima merasakan kekecewaan yang luar biasa.

"Loh, ko aku ditinggal tidur? Mbak! Mbak Gabby harus tanggung jawab!'' 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nadia Valorez
...... kasihan Bima...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status