Share

Bab 8

Sanchia menatap kosong lelaki yang tengah terbaring lemah di depannya. Wajah pucat itu tampak menyedihkan. Tapi tidak, bukan itu yang Sanchia pikirkan. Melainkan, ucapan tersirat yang Kakek Aren coba sampaikan.

Semuanya terasa benar di dalam pikirannya namun, mengapa terasa mengganjal? Sanchia sedikit bimbang atas dirinya sendiri. Mengapa dia tidak mampu menyambungkan benang merah yang ada di setiap fakta.

Dirinya yang tidak mampu atau ....

“Sudah bangun? Jangan bergerak berlebihan.” Sanchia menahan lelaki itu untuk duduk dengan tiba-tiba. Tubuh itu terlalu lemah untuk digunakan dengan tenaga yang begitu besar. Alih-alih bisa bergerak sempurna, dia mungkin akan merusak organ intinya.

“Siapa?” tanyanya dengan aura dingin samar menguar. Mencoba mengintimidasi namun, apa daya tubuhnya tidak cukup untuk menakuti seseorang.

“Masih ingin bertingkah? Sebaiknya perhatikan tubuhmu dahulu. Jika aku adalah musuh, kamu tidak akan bisa membuka matamu lagi.” Mimik lelaki itu berubah, Sanchia tahu jika lelaki itu percaya padanya.

“Minum obat dan tidur, Paman Drogo akan kembali,” ujar Sanchia acuh. Dia tidak benar-benar ingin menjaga orang dari istana ini.

Setelah merawatnya selama dua hari, Sanchia bisa mengambil kesimpulan atas identitasnya. Dari simbol di anting lelaki itu Sanchia tahu, bahwa dia adalah salah satu anggota keluarga kerajaan. Tapi, tidak tahu bagaimana identitas jelasnya.

Orang awam mungkin tidak tahu namun, Sanchia adalah prajurit yang dilatih. Orang tuanya mantan bangsawan yang disingkirkan. Sedikit banyak tahu pertikaian orang-orang besar di ibu kota terlebih lagi istana.

Mereka mungkin serumpun namun, Sanchia tidak bisa bersikap buta sehingga tidak bisa mengenali musuh dan kawan.

“Paman, bagaimana dengan Kakek?” tanya Sanchia ketika melihat sosok Drogo kembali dengan wajah datarnya.

“Cukup baik, hanya lelah, tubuh Kakek Aren sudah tua. Tidak tahan dengan udara dingin dan aktivitas berlebih.” Drogo menjawab seadanya. Dia tidak terlalu suka membuang kata-katanya secara percuma.

“Sanchi mengerti. Obat dan resep ada di atas meja. Berikan padanya tiga kali sehari sesudah makan. Malam nanti kita akan bicara.” Sanchia pergi tanpa banyak basa-basi. Baginya beberapa hari sudah cukup memberikan kelonggaran untuk mereka.

“Apa yang Anda tukar untuk kesembuhan saya?” Lelaki itu bicara dengan nada sedang, sorot matanya begitu tenang. Tapi, tidak ada yang tahu, jika sorot itu jatuh bisa menghancurkan siapa saja.

“Kesepakatan awal hanya kebenaran atas kejadian yang menimpa desa akhir-akhir ini namun, sekarang mungkin tidak lagi. Bahkan nyawa saya pun tidak akan mampu membayarnya, Tuan.” Drogo berkata dengan nada bergetar.

“Tahu kesalahan Anda apa?” Nada bicaranya bertambah dingin dan berat, ketenangan yang sebelumnya ada hanyalah selubung gelembung untuk menutupi aura membunuh yang menguar.

“Mohon ampun Tuan, saya tidak berdaya. Sebelumnya Sanchi hanya menjanjikan metode pencegahan. Tapi, kondisi Anda tidak memungkinkan sehingga bisa berakhir seperti ini.”

“Saya mengakui kesalahan dan siap dihukum.” Drogo adalah seorang lelaki tentu saja dia tidak akan mengambil ucapan yang telah dimuntahkan.

Seorang lelaki yang terhormat, dialah lelaki yang mampu menanggung tanggung jawabnya.

“Apa hukuman yang pantas untuk seorang pengkhianat?”

Drogo berlutut dan menundukkan kepalanya, dia benar-benar tidak bermaksud. “Tuan, saya tidak memiliki niat buruk. Semuanya demi Anda. Anda satu-satunya jalan keluar, bagaimana mungkin saya membiarkan nyawa anda pergi dengan sia-sia?”

“Tuan, meskipun saya memilih jalan bertentangan namun, tujuannya tetap sama. Hanya untuk kerajaan. Sanchia juga bukanlah orang luar dan berbahaya. Dia bisa menerima kepercayaan dari Anda.” Drogo benar-benar berusaha keras untuk meyakinkan lelaki itu.

Terbukti, dahinya berkerut dan terdiam cukup lama.

Gelap, ruangan itu terasa amat sangat hening namun, tanpa desir udara tipis yang menghantam tubuh. Suasana cukup hangat. “Bagaimana?” Sanchia menatap Drogo yang baru saja muncul dari balik pintu.

Wajah lelaki itu tampak tenang.

“Kamu bisa bertanya dan Paman akan menjawabnya dengan jelas.” Sanchia menyadari Drogo yang tampak enggan bicara.

“Baiklah, dimulai dari, Apa yang Paman ketahui tentang kondisi di istana beberapa tahu terakhir ini?” Mimik Drogo berubah, menatap Sanchia serius.

“Apa yang telah kamu ketahui?” Pandangan mata dingin itu membuat tubuh Sanchia menggigil tanpa sadar.

“Tidak banyak, jadi apa yang Paman ketahui?” Sanchia hanya ingin mendapatkan informasi tanpa mau memberikan informasi. Tidak peduli apa akibatnya nanti yang pasti Sanchia harus berhati-hati.

“Huh, terlepas apa pun yang kamu ketahui, kamu harus bertindak logis. Jangan biarkan amarah dan dendam mengendalikan dirimu. Karena yang kamu ketahui belum tentu kebenaran yang sesungguhnya.” Bibir Sanchia berkedut.

Apa maksudnya itu? Dirinya ditipu? Yang benar saja. Tapi, apa yang disampaikan oleh Drogo tidak sepenuhnya salah. Kakek Aren juga mengisyaratkan hal yang sama.

“Karena Paman sangat mengkhawatirkan Sanchi salah mengambil keputusan karena separuh informasi, mengapa tidak Paman katakan semuanya saja?”

“Yang Paman ketahui tidaklah banyak, bagaimanapun melihat dengan mata orang lain tidaklah leluasa.”

Sanchia menganggukkan kepalanya paham. Dia mengerti walaupun Drogo memiliki banyak bawahan dan mata-mata . Tapi, selama ini dia terkurung di sangkar besi dan gelap. Bagaimana mungkin dia bisa menggambarkan secara rinci keadaan di luar sana. Belum lagi, bila ada kesalahan informasi dan kecerobohan lainnya.

“Sebenarnya, kondisi kerajaan tidak cukup baik. Sebagai kesatria kamu juga tahu, ada banyak masalah yang muncul beberapa tahun terakhir ini. Konflik dengan beberapa kerajaan juga kian memburuk hingga mencapai batas toleransi.” Sanchia mendengarkan dengan serius.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status