Share

Bab 9

Wina berencana mengundurkan waktu sampai tiga bulan karena pada saat itu dia sudah tidak berada di dunia. Keinginan Emil untuk menidurinya pun akan menjadi sia-sia.

Namun, Emil malah memperpendek waktunya menjadi tiga hari. Wina sulit menerima hal ini.

Saat Wina hendak mengatakan sesuatu, Emil tiba-tiba melepaskannya.

Setelah mendapatkan kebebasan itu, Wina menelan kembali apa yang ingin dia katakan. Dia berpikir setidaknya malam ini sudah terlepas dari niat jahat Emil.

"Sayang." Emil membungkuk dan mencium pipi Wina, lalu lanjut berkata, "Kalau begitu, hari ini aku pulang dulu. Tiga hari lagi, aku akan datang menjemputmu."

Sambil menutupi pipi yang dicium Emil itu, Wina sebenarnya merasa sangat merasa mual. Namun, di depan Emil, Wina menahan dirinya dan mengangguk patuh.

Melihat sikap Wina yang sangat patuh itu, Emil pun melepaskannya dan berjalan ke arah pintu.

Begitu tiba di depan pintu, langkah Emil tiba-tiba berhenti.

"Oh ya!" seru Emil sambil berbalik dan menatap Wina. "Sayang, nama teman baikmu Sara Utari, 'kan?" tanya Emil sambil tersenyum penuh arti.

Mendengar itu, ekspresi Wina yang masih pura-pura tenang seketika berubah menjadi masam.

'Ternyata dia tahu tentang Sara. Sepertinya dia sudah menyelidiki semuanya.'

Wina merasa sangat tidak nyaman setelah mengetahui informasi mengenai dirinya sudah diselidiki secara menyeluruh.

"Ada apa?" tanya Wina dengan ekspresi datar.

Emil tersenyum kecil dan berkata, "Nggak apa-apa, aku hanya ingin mengingatkanmu untuk menungguku di rumah dan jangan berkeliaran."

Meskipun tidak secara terang-terangan, Wina tahu Emil sedang mengancamnya.

Jika dia melarikan diri, Sara akan terjerat ke masalah ini.

Perasaan tak berdaya yang tak dapat dihindari ini membuat Wina merasa sedikit putus asa. Kepalan tangannya pun terlepas.

"Jangan sentuh dia. Aku akan menunggumu di rumah."

Emil memberikan ciuman terbang dan berkata, "Sayang, kamu manis sekali."

'Menjijikkan!'

Setelah Emil pergi, Wina menutup pintu dengan keras dan menguncinya, lalu segera masuk ke kamar mandi.

Setelah mengisi air, Wina masuk ke bak mandi. Dia mengambil sabun mandi, lalu menggosok dengan sekuat tenaga area di mana Emil mencium dan menyentuhnya.

Meskipun kulitnya sudah memerah dan mengelupas, Wina masih merasa jijik.

Dia terus membersihkan diri sampai rasa mualnya perlahan-lahan menghilang dan baru menjadi tenang.

Emil menggunakan Sara sebagai ancaman, jadi Wina tidak bisa melarikan diri. Jika tidak segera mencari jalan keluar lain, setelah tiga hari, dia pasti dimain Emil habis-habisan.

Wina keluar dari bak mandi dan melilitkan badannya dengan handuk. Dia kembali ke kamar, mengambil ponsel dan ingin menghubungi polisi.

Akan tetapi, teringat dengan latar belakang yang dimiliki Emil, Wina hanya bisa menggertakkan gigi dan menahan diri.

Wina bisa saja melawan Emil secara langsung karena hidupnya tidak akan lama lagi. Akan tetapi, Sara akan segera menikah, jadi Wina tidak ingin melibatkan Sara dengan bertindak gegabah.

Wina mematung di tempat dan berpikir cukup lama. Kemudian, dia membuka daftar kontak dan menemukan nomor yang sudah dia blokir.

Melihat nama yang tertera itu, jantung Wina tidak bisa berhenti berdetak.

'Dia satu-satunya orang yang dapat bersaing dengan Emil. Tapi, dia sudah nggak menginginkanku lagi. Kalau aku meneleponnya, apa akan diangkat?'

Wina bimbang untuk waktu yang lama. Pada akhirnya, dia tidak berani menelepon orang itu.

Wina sangat mengenal sifat Jihan. Jihan tidak akan pernah melihat kembali pada apa pun yang sudah bosan dimainkannya.

Oleh sebab itu, Wina merasa jika dia menelepon Jihan untuk minta bantuan, bisa saja akan dikira dia masih ingin mengganggu Jihan.

'Aku sudah memilih untuk pergi, lebih baik jangan ganggu dia lagi ....'

Beberapa hari ini, Wina pergi menduplikasi kunci rumah dan pergi ke rumah sakit untuk membeli beberapa obat.

Dokter yang mengobatinya menyarankan agar dia dirawat di rumah sakit dan menunggu donor jantung yang cocok, tetapi Wina menolak.

Penyakit jantung Wina bersifat bawaan dan kondisinya dapat dikontrol dengan pengobatan jangka panjang.

Namun, lima tahun lalu, karena ditendang dua kali dengan keras, kondisinya menunjukkan tanda-tanda penurunan.

Setahun ini, meskipun sudah diinfus dan makan banyak obat, kondisi penyakitnya sudah di luar kendali.

Wina tahu, hari-harinya sudah tidak banyak, jadi dia tidak banyak berharap bisa menemukan donor jantung yang cocok.

Setelah memakan segenggam obat-obatan, Wina memasukkan semprotan merica dan tongkat listrik kecil yang dia beli sebelumnya ke dalam tas.

Karena tidak punya cara lain, Wina hanya bisa melawan Emil sekuat tenaga. Hasil terburuk paling nyawanya menghilang. Namun, dia juga tidak akan membiarkan Emil hidup.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status