TOK. TOK. TOK.
“Keenan ini aku, Erza,” ucap seorang laki-laki dari balik pintu kamar.
“Ck!” Keenan berdecak kesal, ketika ada yang hendak mengganggunya. Padahal dia sudah tak sabar untuk menyiksa Gladys lebih dari ini. Dia merasakan beban yang sedang dia pikul sedikit demi sedikit hilang, ketika ia berhasil membuat seorang perempuan menderita.
“Ada apa?” tanya Keenan sambil beranjak dari posisinya. Kakinya kini menyentuh dasar lantai dan berjalan ke arah pintu.
Gladys menghembuskan napas lega. Akhirnya Tuhan mendengarkan permohonan kecilnya. Dia mengirimkan seseorang untuk menghentikan aksi bejad Keenan.
Keenan membuka pintu kamar dan segera keluar. Kemudian dia langsung menutup pintu tersebut, tak ingin Erza mengintip ke dalam sana.
“Aku sudah memastikan bahwa gadis itu tidak bersalah,” ucap Erza to the point. Laki-laki itu tahu betul bahwa Keenan tak suka dengan yang namanya basa-basi.
Erza Prasetya. Dia adalah sekretaris pribadi Keenan Setyawardhana, seorang CEO muda berumur 28 tahun di perusahaan Wardhana Grup. Sebuah perusahaan yang bergerak di bidang properti. Tadi siang Erza diberikan tugas oleh Keenan untuk mencari tahu tentang Gladys.
“Kamu yakin?” tanya Keenan memastikan.
Erza mengangguk. “Aku sudah pastikan kepada perusahaan tempat gadis itu bekerja. Atasannya menyuruh gadis itu untuk membersihkan rumah ini, dan dia mendapatkan tugas tambahan untuk membuka brankas. Lalu mengirimkan dan menyimpan di sebuah loker di tempat kolam renang daerah Cikini,” papar Erza sembari menyodorkan bukti berupa screen shoot sebuah sms.
Keenan membaca kalimat yang tertera pada pesan dalam foto tersebut. Dahi Keenan berkerut ketika melihat nama sang pengirim pesan. “Kamu?” tanya Keenan terheran-heran.
“Iya. Aku pun tidak tahu kenapa atasan Gladys mendapatkan pesan seperti itu dariku. Seolah aku yang menyuruhnya, padahal tidak.” Pada foto itu terlihat si pengirim pesan tersebut adalah Erza. “Akhirnya aku coba cari tahu, ternyata ada yang mengkloningkan ponselku. Aku sudah cek ke tim IT perusahaan kita dan ternyata itu benar,” imbuhnya.
“What? Kenapa bisa?”
“Jika diingat, aku pernah kehilangan ponselku. Mungkin saat itu ada yang mencuri dan mencoba mengkloningkannya. “
‘Shit! Beraninya bermain api!’
“Ganti ponselmu dan juga nomornya! Aku tidak ingin hal ini terulang kembali. Kamu tahu sendiri, file di dalam hardisk itu sangat penting bagiku dan tentunya perusahaan!” seru Keenan seolah memberikan ultimatum kepada sekretaris pribadinya itu.
Erza menghembuskan napas kasar, kemudian dia mengangguk. Paham dengan keinginan atasan sekaligus sahabatnya yang sudah dia kenal baik sedari SMA. Sifatnya yang keras dan tak suka ditentang, membuat lawan bicaranya tidak bisa berkata tidak.
“Bagimana dengan hubungan Gladys dan Aidan? Apakah ada sesuatu yang spesial?” tanya Keenan.
Laki-laki muda itu sangat penasaran bagaimana hubungan Gladys dengan sepupu yang sekaligus adalah musuhnya. Pasalnya, Keenan pernah melihat Gladys bersama dengan Aidan di salah satu lounge mewah di Jakarta. Mereka nampak akrab sekali, tidak seperti pelanggan dengan seorang pelayan biasa. Kejadian itu bukan hanya terjadi satu kali … sekitar tiga kali Keenan melihat Gladys bersama dengan Aidan.
Kemudian ketika terjadi insiden seperti ini, Keenan sangat amat mencurigai Gladys. Pasalnya di dalam brankas tersebut terdapat hardisk yang berisikan file tentang proyek yang dirancang oleh almarhum ayahnya sejak lima belas tahun yang lalu.
Menurut Keenan, jika dia bisa merealisasikan rancangan almarhum ayahnya maka perusahaan yang sedang dia pimpin di tahun kedua ini akan semakin berkembang pesat. Pasti para pejabat atau bahkan golongan elit akan berinvestasi di sana. Hal itu tentu saja ingin dilakukannya dan proyek itu akan menjadi proyek andalannya di fase awal masa jabatannya. Namun dia mengalami kendala, karena pamannya –ayah Aideen- seolah ingin menghentikan proyek tersebut.
“Pertama, mereka berasal dari kampus yang sama. Kedua, Aidan sangat menyukai Gladys. Mereka sempat berpacaran sebelum akhirnya putus,” jawab Erza.
Keenan menarik sudut bibirnya sebelah, dia tersenyum sinis. “Sudah ku duga, pasti ada sesutu diantara mereka.”
“Tapi … untuk kejadian saat ini tidak ada kaitannya dengan Aidan sama sekali. Gadis itu hanya korban, menurut atasannya dia baru pertama kali mendapatkan pekerjaan membersihkan rumah,” ucap Erza. Dia mencoba meluruskan atas apa yang terjadi.
Keenan mendengus lalu menatap sekretaris pribadinya itu. “Bisa saja sekarang korban, tapi kedepannya mungkin dia akan dimanfaatkan Aidan. Jadi sebelum Aidan memanfaatkannya, maka aku akan merebut gadis itu darinya!” tegas Keenan dengan tatapan menusuk.
Erza tertawa, meremehkan ucapan Keenan. “Ucapanmu terdengar seperti laki-laki yang sangat memedulikan seorang wanita saja,” cibir Erza. Pasalnya laki-laki sangat mengetahui bagaimana Keenan. Sahabatnya itu tidak pernah memedulikan dan menyukai seorang perempuan. Namun, bukan berarti dia seorang gay.
Keenan melirik ke arah Erza, “Aku? Memedulikan wanita? Jangan harap!” dengus Keenan kesal. “Aku hanya ingin bersenang-senang dengannya. Menyiksanya tanpa henti, sampai dia memohon dan merengek untuk dibebaskan,” imbuhnya dengan menunjukkan ekspresi wajah bengis. Seolah tak ingin memberikan ampunan pada gadis yang sedang ada di dalam benaknya, yaitu Gladys.
BERSAMBUNG ….
***
Halo, terima kasih sudah membaca. Semoga kalian betah di sini ya. Jangan lupa baca novelku yang sudah tamat dengan judul "After The Heartbreak".
“Gila!” seru Erza saat mendengar ucapan dari Keenan.Erza tahu betul bagaimana sikap dan sifat sahabatnya. Hampir dua belas tahun dia mengenal Keenan. Dari mereka umur 16 tahun sampai sekarang berumur 28 tahun.Keenan Setyawardhana adalah laki-laki yang sangat tidak respect kepada kaum hawa. Dia merasa para wanita itu adalah sampah! Selain itu Keenan memiliki trauma masa kecil, yang dia sendiri tidak ingin mengingatnya.“Sejak kapan aku tidak gila, Erza?” timpal Keenan dengan puas. “Sudahlah, kamu lebih baik istirahat. Terima kasih sudah memberikan informasi yang berharga,” imbuhnya sambil menepuk pundak sahabatnya itu.“Terus bagaimana dengan gadis itu?” tanya Erza khawatir.“Itu biar aku yang urus,” tandas Keenan, kemudian dia berlalu meninggalkan Erza yang masih terdiam di tempat.***Dingin. Gladys merasakan udara dingin mulai menembus pori-pori kulitnya, bahkan menembus
“Berikan tanganmu!”Keenan mengeluarkan alkohol dan obat-obatan dari nakasnya. Kemudian meminta Gladys untuk memberikan tangannya. Keenan berniat untuk mengobati luka yang ada di tubuh Gladys. Namun sayang dengan cepat Gladys menggeleng. Dia ketakutan, meringkuk sembari menyembunyikan tubuhnya di balik selimut.Kesal, akhirnya Keenan langsung menarik paksa salah satu tangan Gladys, dan sukses membuat gadis itu tersentak. Keenan langsung membersihkan luka pada pergelangan tangan Gladys menggunakan alkohol dan kapas. Kemudian dia memberikan obat pada luka-luka itu.Gladys hanya bisa mengatupkan bibirnya. Perasaannya kini campur aduk. Antara takut, bingung dan heran dengan hal yang sedang dilakukan oleh Keenan. Mengapa laki-laki ini mengobati dirinya? Bukannya dia yang membuat Gladys terluka? Kenapa harus repot-repot?“Sudah selesai,” ucap Keenan yang baru saja mengobati luka di tubuh Gladys. Gadis itu hanya menelan salivanya, merasa
“Ini upahmu selama bekerja di sini,” jawab Farhan.Gladys menautkan alisnya. Dia mencoba mencerna kalimat yang terucap dari mulut atasannya itu.“Mulai besok kamu tidak usah datang lagi ke sini,” jelas Farhan. Ucapannya itu seolah menegaskan bahwa apa yang baru saja dipikirkan oleh Gladys adalah benar. Dia sepertinya dipecat dari pekerjaannya.“Maksud Bapak apa? Saya dipecat? Kenapa? Apa karena insiden kemarin di rumah Pak Keenan?” cecar Gladys merasa tidak terima dengan pemecatannya.Farhan hanya mengangguk-anggukan kepalanya.“Kok begitu, Pak? Saya rasa, saya tidak melakukan kesalahan. Kemarin saya melakukan sesuai instruksi Bapak. Kenapa saya malah dipecat?” keluhnya dengan nada bicara yang sedikit meninggi. Gladys sedang menuntut keadilan baginya. Hatinya kini merasa sangat kesal dan juga marah.Laki-laki itu beranjak dari kursi kerjanya, lalu berdiri tepat di depan Gladys. Dia memegang ked
Tidak usah ditanya bagaimana perasaan Gladys saat ini. Tentu dia sedang merasa sangat amat terpuruk. Bagaimana tidak? Dalam satu hari dia kehilangan dua pekerjaannya sekaligus. Kali ini dia tidak tahu harus mencari pekerjaan ke mana lagi. “Aku harus bagaimana?” lirih Gladys sambil menyeka air matanya. Entah sudah berapa banyak air mata yang dia keluarkan beberapa hari terakhir ini. Ini semua gara-gara Keenan! Tiba-tiba hati Gladys bergejolak ketika mengingat wajah laki-laki bengis itu. Ingin rasanya melakukan balas dendam, tapi siapa Gladys? Dia mungkin hanya sebatas plankton, jika dibandinngkan dengan Keenan yang kaya dan memiliki kekuasaan. Mata Gladys terasa berat. Perlahan dia memejamkan matanya. Gladys harus tidur, sejenak melupakan masalah yang sedang dia hadapi saat ini. Walau saat terbangun, masalah ini tidak dengan tiba-tiba selesai begitu saja. Setidaknya dia beristirahat sejenak dari kejadian yang sudah dia alami dua hari ini.
Gladys membelalakan mata, tatkala melihat laki-laki yang sedang duduk dengan wajah angkuh di depannya. Sudah hampir dua pekan pasca kejadian sial itu, sampai akhirnya dia harus kehilangan pekerjannya. Rekam kejadian pada malam itu masih membekas di otak bahkan hatinya. Tiba-tiba saja Gladys merasa kesal dengan kedatangan laki-laki itu. Apalagi mulutnya yang seolah tak memiliki fitur filter itu, berucap hal yang membuat hati Gladys bagai ditetesi perasan lemon. ‘Apa? Calon gelandangan, katanya?’ Walau dalam hati Gladys kesal, tapi entah kenapa dia tak berani untuk bersuara. Tiba-tiba saja dia mengingat bagaimana ekspresi wajah bengis Keenan, ketika kala itu mengikat dirinya. “Maaf saya harus pergi,” ucap Gladys sambil beranjak. Dia tak ingin berduaan bersama Keenan. Lagi pula, sedang apa dia di sini? Ini bukan tempat yang cocok untuk seorang CEO seperti Keenan. “Memangnya kamu punya tempat tujuan?” tanya Keenan dengan nada mencibir. Tidak! Tent
Harap bijak dalam membaca bab ini.Happy Reading~***Gladys bergeming dengan pupil mata yang bergetar. Oh, tidak! Dia tak ingin diikat lagi oleh Keenan, sama seperti hari itu. Tapi dia juga tak ingin melepaskan baju yang sedang dikenakannya. Seketika Gladys merasa bimbang, tetapi dia harus segera memilih. Jika tidak … Keenan pasti akan menghukumnya. “Ba-baik, akan sa-saya lakukan,” ucap Gladys gagap. Untuk seketika Keenan melepaskan cengkraman pada tangan Gladys, dan gadis itu mencoba membuka bajunya dengan tangan gemetar.Gladys menelan saliva, dia memejamkan matanya untuk menahan rasa malu. Akhirnya baju itu terlepas dari tubuh Gladys dan langsung memperlihatkan kulit putih dan mulus miliknya. Dia enggan untuk bertatapan dengan Keenan. Alhasil dia langsung berjongkok, mengelap lantai yang berceceran dengan kopi yang tumpah.“Berdiri!” perintah Keenan lagi saat Gladys
Harap bijak dalam membaca, ya, kak. Happy Reading~ *** “Berengsek!” umpat Gladys. “Apa katamu? Berengsek? Siapa yang berengsek, hah?” geram Keenan. Berani-beraninya perempuan itu mengumpat pada Keenan. Dia menunjukkan wajah bengis pada Gladys, Keenan tak suka pada perempuan kasar seperti Gladys. “Kamu! Kamu berengsek!” jerit Gladys frustrasi. Plak! Hilang sudah kesabaran Keenan. Dua kali Gladys meneriakinya dengan kata berengsek. Sungguh gadis ini memiliki nyali yang besar. “Oh, aku berengsek? Oke, aku akan membuat kamu menarik kembali umpatanmu padaku. Aku akan membuat kamu merasakan sebuah kenikmatan yang tidak ada duanya,” ucap Keenan sambil menatap intens manik kecokelatan milik Gladys. Sejurus kemudian Keenan membuat sebuah pergerakan. Dia menggerakan pinggulnya maju mundur, terus menerobos milik Gladys yang terasa sangat sempit. Sungguh, Keenan baru merasakan milik wanita sese
‘Apa sih? Bisa-bisanya memuji ketampanan laki-laki berengsek itu!’Gladys merutuki dirinya sendiri dalam hati. Matanya pasti terhalangi kotoran gajah, sampai-sampai terpesona dengan visual yang dimiliki Keenan. Memang benar laki-laki itu sangat tampan. Tapi kalau mengingat kembali bagaimana dia memperlakukan Gladys kemarin dan saat itu, wajah tampannya itu hanya topeng belaka.Ah, sial! Dia mengingat kejadian kemarin di ruang tv. Rasa kesal dan senang tiba-tiba muncul secara bersamaan. Sungguh Gladys tak bisa memahami perasaannya saat ini. Biarlah, Gladys tak ingin memedulikannya. Dia harus fokus dengan apa yang saat ini ada di depan matanya.“Mbak Gladys,” panggil Firman. Pasalnya sedari tadi Gladys hanya diam mematung di tempat.“Eh?” Gladys tersadar dari lamunannya. Dia langsung menoleh ke arah Firman sambil tersenyum canggung.“Mari ikut saya,” ucap Firman lagi. Akhirnya mereka masuk ke sebuah rua