Gabriel Kusuma Damian--pria tampan berusia 27 tahun bertemu kembali dengan mantan kekasih yang masih ia cintai--Paramitha Indira. Menghabiskan satu malam bersama di sebuah hotel yang sengaja Damian lakukan karena terlalu merindukan wanita itu. Kabar mencengangkan kembali Indi dengar. Ia dan Damian dan dijodohkan oleh orang tua mereka setelah tahu Indi telah berpisah dengan kekasihnya--Rangga. Akankah Indi menerima perjodohan tersebut?
view moreSepulang dari mall, Damian tampak diam bahkan tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut lelaki itu. Seperti terkunci dan tidak tahu apakah ia tengah marah, atau sedang malas bicara saja.Sementara Indi memilih untuk membersihkan diri terlebih dahulu sebelum tidur sebab waktu sudah menunjuk angka sepuluh malam.Di dalam kamar mandi, Indi tampak menatap dirinya di pantulan cermin. Lalu menggosok giginya. Pikirannya terarah kepada Rangga yang tiba-tiba ada di sebuah restoran Jepang. Yang mana dulu pernah ia datangi bersama Indi. Namun, lelaki itu hanya menemani Indi saja. Tidak makan apa pun.“Wajar aja kalau Damian larang gue deket sama Rangga lagi. Damian lagi sensitive, kayak pantat bayi. Udah pasti tahu apa yang Rangga rasakan,” gumamnya lalu berkumur-kumur.Masuk kembali ke dalam kamar dan mengenakan baju tidurnya. Ia lalu melirik Damian yang tengah sibuk dengan laptopnya.“Kayaknya malam ini nggak akan ada pertempuran. Kamu lagi sibuk, ya?” kata Indi memastikan.Damian menoleh
Di kediaman Rhea.Indi, Gladis dan juga Manda sudah berada di sana. Tengah duduk di atas tempat tidur sembari menatap Rhea yang tengah memberi ASI bayinya itu.“Rhe. Lahir normal apa caesar?” tanya Indi dengan sangat pelan.Rhea menoleh kepada Indi. “Normal, Ndi. Gue bener-bener nggak tahu kalau dia udah pengen keluar. Karena Regina bilang, masih dua mingguan. Ternyata dia udah nggak sabar pengen keluar,” jawab Rhea lalu mengulas senyumnya.Indi tersenyum tipis. “Tega bener lo, sama kita-kita.”Rhea mengusapi lengan Indi. “Gimana, udah berhasil … programnya?”Indi menggeleng pelan sembari tersenyum lirih. “Damian harus menjeda pengobatannya dulu karena fokus ke kepala atas dulu. Minggu depan, baru mau periksa lagi. Doain, semoga berhasil.”“Aamiin!” Ketiga sahabat Indi meng-aminkan dengan kompak.Indi lalu menghela napasnya dengan panjang. “Meski harus nunggu sampai tahunan, gue sih nggak masalah. Yang bermasalah tuh si Damian-nya. Nggak percaya diri, takut gue berpaling. Capek gue, d
Senyum yang tadi mengembang lantas pudar. Yara memintanya pergi bahkan kini tidak ingin melihat wajahnya. Terus berpaling ke lain arah.“Yara. Yang bawa lo ke sini itu Reiner. Jang—”“Lo kan, yang udah kasih tahu dia alamat rumah gue? Kenapa sih? Lo ini sahabat gue atau dia?” Yara memarahi Vita.Perempuan itu lantas memainkan jari jemarinya seraya menatap Yara yang emosinya tengah meluap-luap.“Yara. Kamu mau ngapain?” Reiner mencegah Yara yang hendak melepas suntikan infusannya.“Nggak usah sentuh aku, bisa?! Aku nggak apa-apa. Nggak usah sok perhatian!” sengalnya sembari melepas cairan infusan itu.“YARA!! Kamu lagi sakit. Aku lebih tahu kondisi kamu!” pekik Reiner sudah tidak bisa lagi menahan kesabarannya.Yara terdiam. Hanya menundukan kepalanya setelah dibentak keras oleh lelaki itu.“Sabar!” ucap Vita dengan pelan. Hanya menggerakan bibirnya hingga tak terdengar oleh Yara.Reiner menarik napasnya dalam-dalam kemudian menatap Yara seraya duduk di atas bangsal menatap Yara dengan
Indi lalu menolehkan kepalanya dengan pelan kepada Damian. "Heuh?" ucapnya dengan pelan.Damian menghentikan sentuhan lembut itu lalu menghampiri Indi. Duduk di samping sang istri seraya menatapnya dengan lekat. "I miss you. Dari atas sampai bawah."Indi terkekeh pelan. "Hanya rindu bercintanya aja, atau memang rindu ke orangnya juga?""Kalau bisa keduanya, kenapa harus memilih satu?"Indi terkekeh pelan. "Aku juga, sih. Kangen."Damian mengulas senyumnya. Ia lalu melanjutkan apa yang ingin dia lakukan sedari tadi—menggerayani tubuh Indi yang sudah sangat ia inginkan.Damian kemudian membuka handuk yang melilit di pinggangnya itu. Setelahnya, ia membuka celana serta kaus yang ia kenakan hingga kini hanya tersisa celana dalam saja."Aku tidak akan melepaskanmu malam ini, Honey!" bisik Damian kemudian membuka bra yang dikenakan oleh istrinya itu.Detik berikutnya, Damian menyesapi kedua pucuk merah muda itu dengan penuh. Satu persatu ia mainkan hingga membuat Indi memekik serta membusun
Dua hari berlalu ....“Pulangnya malem? Kok gitu? Kenapa nggak sekarang aja? Nggak tahu apa, kalau aku lagi kangen banget sama kamu.”Indi tengah kesal kepada Damian karena tiba di Jakarta pada tengah malam sebab masih banyaknya pekerjaan yang harus dia selesaikan di sana.“Sayang. Nanti aku bawakan moci kesukaan kamu. Tapi, janji jangan ngambek. Okey?” Damian membujuk sang istri agar jangan merajuk.Indi kemudian mengembungkan pipinya lalu menganggukkan kepalanya. “Ya udah.”Damian lantas terkekeh di seberang sana. “Sudah makan siang, heum?”“Nggak. Nafsu makan aku lagi berkurang dan nggak tahu penyebabnya apa. Apa karena kelamaan diet?”“Makanya nggak usah diet-diet. Pokoknya nggak mau tahu, kamu harus makan! Jangan sampai nanti sakit lagi, Indi. Bisa nurut nggak, sama suami?”Indi lantas memutar bola matanya pelan. “Tapi, udah makan buah-buahan banyak banget tadi. Makanya nggak mau makan nasi. Entar malam aja deh, makannya.”“Makan buah apa?” tanya Damian ingin tahu.“Banyak. Mangg
Hari di mana Damian harus pergi ke Bandung telah tiba. Damian harus menyelesaikan pekerjaannya di sana bersama dengan Diego yang kini sudah taubat dan tidak mau lagi mabuk di depan banyak orang. Akan menjadi masalah besar dan Indi akan semakin marah kepadanya.“Elo udah dapat izin dari Indi, bakalan ke Bandung?” tanya Diego yang tengah menyiapkan berkas-berkas yang akan dibawa ke Bandung.“Udah gue kasih tahu dari seminggu yang lalu. Indi udah sehat lagi, udah ke butik juga. Tadi udah pamit juga, nanti Manda bakalan nemenin Indi di rumah. Hanya dua hari, nggak lama.”Diego menganggukkan kepalanya. “Nanti Rangga juga ikut ke Bandung. Anaknya dititip ke neneknya, karena nggak percaya sama mantan bininya.”Damian mengerutkan keningnya. “Kenapa begitu? Elo tahu, alasan mereka bercerai karena apa?”“Karena Rangga suka sama Indi.” Diego lalu tertawa setelah menjawab pertanyaan Damian.“Gue serius, Diego!” ucap Damian datar.“Eh, tapi beneran. Indi dulu pernah deket sama Rangga. Tapi, waktu
“Heuh?” Damian tampak bingung dengan ucapan Rangga mengenai Indi. “Kenapa bisa begitu?” tanyanya ingin tahu.Rangga menoleh kepada Damian dan menatapnya lekat. ‘Mana mungkin aku beri tahu bagaimana dulu kami menjalin hubungan,’ ucapnya dalam hati.Rangga dan Indi yang memiliki hubungan luar biasa saat masih menjadi sepasang kekasih lantas tidak akan pernah memberi tahu apa yang mereka lakukan meski Damian sudah tahu. Namun, detailnya tidak akan pernah ia beri tahu.“Saat tahu gue nikah sama Zoya pun Albert nggak suka. Memang kayaknya Albert nggak mau punya mama baru. Makanya nggak pernah ada yang dia sukai termasuk Indi,” tutur Rangga akhirnya mendapat alasan logis mengapa Albert tidak menyukai Indi.Damian manggut-manggut dengan pelan seraya menatap Rangga. “Begitu rupanya. Tapi, sekarang kayaknya mereka bersahabat.”Rangga terkekeh pelan. “Mungkin karena dia tahu kalau gue dan Indi udah nggak bersama lagi.”Damian tersenyum tipis mendengar jawaban Rangga. Selalu ada saja jawaban yan
Satu minggu berlalu ….Indi yang sudah sembuh dari demamnya akhirnya bisa beraktivitas seperti semula. Kini, perempuan itu tengah memoles wajahnya untuk pergi menemani Damian melakukan pemeriksaan rutin pascaoperasi.“Indi?” panggil Damian menghampiri sang istri.Perempuan itu lalu menoleh kepada Damian. “Kenapa, Damian?” tanyanya kemudian.Damian menghela napas kasar seraya menatap Indi lekat. “Aku sudah baik-baik saja. Sebaiknya aku nggak perlu periksa lagi dan lanjut berobat kesuburan aku.”Indi menghela napasnya dengan panjang. “Kepala atas sama kepala bawah memang sama-sama penting. Tapi, pengobatan kepala bawah masih bisa dilakukan bulan depan, Damian. Tinggal dua kali pemeriksaan lagi kok. Nggak usah banyak tingkah! Aku yang kamu hamilin aja santai kok, nggak usah terburu-buru.“Ingat pesan Mama dulu. Jangan terburu-buru untuk memiliki keturunan. Nikmati saja dulu masa pacaran sebelum nanti ada si buah hati yang akan menjadi prioritas utama kita. Jadi, lebih baik lanjutkan peme
Pagi hari telah tiba ....Kondisi Indi masih sama seperti semalam. Demam itu masih belum turun sehingga membuat Damian enggan untuk meninggalkannya."Damian. Ada Bi Inah, Bi Sumi dan Manda juga yang akan nenemin aku. Kamu ke kantor aja. Lagi pula ini cuma demam doang, bukan apa-apa." Indi meminta Damian agar tetap masuk ke kantor saja dan jangan hiraukan dia meski badannya masih demam."Namanya minum obat baru dua kali sama ini, nggak akan langsung berefek karena bukan makan cabe yang mana langsung kerasa pedesnya," ucap Indi lagi.Damian menghela napas kasar. "Mana bisa fokus kalau kamu masih sakit, Sayang. Aku ingin menemani kamu di sini sampai kondisi kamu membaik." Damian bersikeras untuk menemani Indi di rumah dan libur kembali.Indi lantas mengembuskan napasnya pelan sembari melirik ke arah Damian."Aku akan work from home. Nanti Diego atau Risa akan kirim surel, file yang harus cek," ucap Damian agar Indi berhenti memintanya untuk tetap berangkat ke kantor.Indi menatap Damian
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.