Share

Bulan Madu

Sinar matahari masuk di sela-sela jendela membuat Amelia terbangun dari tidurnya.

“Beriap-siaplah, kita akan terbang ke Paris,” ujar Xander setelah Amelia selesai mandi.

“Kita benar akan ke Paris? Aku masih ada jadwal kuliah,” jawab Amelia menolak untuk berangkat ke Paris.

“Hanya formalitas saja. Kau bisa kuliah sambil online.” Xander menjawab tanpa melihat Amelia, ia fokus pada ponselnya.

“Baiklah.”

Tanpa banyak membuang waktu Amelia dan Xander sudah menaiki pesawat pribadi milik keluarga Baker. Amelia bahkan tidak membawa banyak barang.

“Selamat datang di jet pribadi keluarga Baker Dan selamat atas pernikahan Tuan dan Nona,” ucap pilot keluarga berserta pramugari yang akan terbang bersama mereka.

“Terima kasih.”

“Jika ada yang Anda butuhkan, Anda bisa memanggil saya, Nona,” ucap pramugari membuat Amelia tersenyum dan menganggukan kepalanya.

“Iya.”

Amelia langsung duduk dan memejamkan matanya, ia sangat mengantuk.

“Kau, tidak ada yang ingin kau tanyakan tentang pernikahan ini?” tanya Xander namun tidak mendapat jawaban dari Amelia.

“Astaga. Ternyata kau bisa tidur hanya dalam beberapa menit saja. Oh my god! Aku melupakan fakta kalau dia masih anak kecil.” Xander melupakan fakta bahwa gadis yang ia nikahi adalah mahasiswi.

“Lebih baik aku melanjutkan pekerjaanku yang menumpuk.” Xander mengambil ipadnya.

Entah sudah berapa lama Amelia tidur, ia terbangun karena perutnya lapar.

“Hmm. Sudah sampai?” tanya Amelia dengan suara serak khas bangun tidur.

“Maaf aku ketiduran, apakah masih lama?” tanya Amelia lagi ketika melihat Xander sedang bekerja.

“Kau sudah hampir tidur seharian,” ujar Xander membuat Amelia malu.

“Sebentar lagi kita sampai. Jika masih mengantuk tidurlah lagi!” ujar Xander membuat Amelia menggelengkan kepalanya.

“Aku lapar.”

“Kau bisa memanggil pramugari dengan menekan ini,” ujar Xander lalu memanggil pramugari.

“Hallo disini dengan Daisy, ada yang bisa saya bantu Tuan, Nona?”

“Bawakan makanan kemari, istriku kelaparan sekarang.”

“Baik Tuan, segera saya antarkan.”

“Terima kasih, hihi,” ujar Amelia sambil tersenyum lebar, ia melupakan rasa malunya.

“Aku perhatikan perut kecilmu itu selalu lapar.”

“Ini sudah masuk dalam proses pertumbuhan Tuan.” Amelia tidak terima atas penuturan Xander barusan.

“Aku melupakan fakta itu.”

“Benar juga, Anda kan sudah tua jadi tidak akan mengerti.”

“Panggil aku Xander dan bicara informal saja padaku. Aku bukan atasanmu, tapi suamimu!” ujar Xander serius

“Suami diatas kertas.” Amelia berkata ketus.

“Tetap saja suami.”

“Baiklah, Xander.” Amelia akhirnya mengalah.

“Kalau begitu panggil aku Amel,” ujar Amel menatap Xander dengan penuh harap.

“Lia, aku akan memanggilmu “Lia””

“Terserahmu saja.”

Tidak lama kemudian Pramugari datang membawa makanan untuk Amelia dan Xander.

“Silahkan nikmati makan malam Nona, Tuan.”

“Terima kasih.”

“Jika ada lagi jangan sungkan untuk memanggil saya. Saya selalu siap siaga, Nona.”

“Kau pergilah! Jika ada yang dibutuhkan oleh istriku aku akan memanggilmu.” Xander mengusir pramugari.

“Baik, Tuan.”

Uhuk! Uhuk!

“Makan pelan-pelan! Minum ini.”

“Terima kasih,” ujar Amelia setelah minum.

“Nanti kalau sudah sampai, kau langsung ke hotel saja. Aku ingin menemui teman-temanku terlebih dahulu.” Xander berkata dingin membuat Amelia mengangguk mengerti. Amelia sangat amat mengerti. Amelia tidak akan berharap lebih pada pernikahan yang akan berakhir ini, dan tidak ada waktu baginya untuk bersedih.

“Oke.”

“Tidak ada bulan madu!”

“Iya,” jawab Amelia menganggukan kepalanya lemah.

“Aku tidak akan menyentuhmu. Kau tenang saja.”

“Baiklah.”

“Sekalian, aku juga akan bertemu kekasihku,” ujar Xander lagi dengan ringannya.

“Oke.” Amelia hanya bisa tersenyum kecut.

“Jika ada pihak keluarga yang menghubungi, kau harus mengakalinya! Jangan pernah melanggar kontrak.”

“Ya Tuhan, baiklah aku mengerti.” Amelia sangat muak sekarang.

“Dasar cerewet,” ujar Xander membuat Amelia tidak terima.

“Hello, hai. Bisa diulang lagi? Tapi terserahlah. Aku tidak ingin pusing.” Amelia mengalah karena berbicara pada Xander ujung-ujungnya akan membuat Amelia sakit.

“Tidurlah, aku akan membangunkanmu jika sudah sampai.”

“Ya.”

Waku berjalan dengan cepat tidak terasa mereka sudah tiba di Paris.

“Aku akan ke hotel tengah malam nanti,” ujar Xander memberitahu Amelia.

“Oke.”

“Biar saya yang membawa barang-barang Anda, Nona.” Paul mengambil alih bawaan Amelia.

“Terima kasih.”

“Nona, jika Anda butuh sesuatu. Saya ada di depan pintu kamar Nona.” Paul kembali membuka suaranya ketika mereka sudah lift.

“Kau bisa beristirahat. Saat ini tidak ada yang kubutuhkan.”

“Baik Nona, tapi tetap saja saya akan berjaga sampai Tuan sampai.”

“Baiklah.”

Amelia sudah berbaring di kamar hotelnya, rasanya lelah sekali setelah perjalanan yang panjang.

Drrt!

Drtt!

Ada banyak pesan dari nomor baru yang Amelia tidak tahu siapa pengirimnya.

Nomor: Baru Jangan harap kau bisa mendapatkan cintanya.

Nomor: baru Kalian hanya menikah di atas kertas!

Amelie: Lalu? Haruskah aku mengemis cinta.

Nomor baru: Lihatlah, suamimu sedang bersamaku.

Nomo baru: Kami akan bercinta semalaman.

Nomor baru: Priaku tidak akan pulang menemuimu!

Nomor baru: Selamat menikmati kedinginan malam ini, gadis kecil.

Nomor baru: Priaku sangat hebat di ranjang.

Amelia: Selamat bersenang-senang!

Terserah, aku tidak akan ikut campur urusan kalian. Aku memang masih muda tapi aku tidak akan menangis. Mending aku bersenang-senang sendiri.

Amelia bersiap untuk mencari udara segar di luar. Di dalam kamar hotel membuatnya sedikit suntuk.

“Anda akan pergi kemana, Nona?”

“Aku lapar, sekalian aku ingin mencari udara segar.”

“Saya akan menemani, Nona.”

“Iya.”

Karena tidak telalu melihat jalan dan fokus pada ponselnya seseorang tidak sengaja menabrak Amelia.

“Akh!”

“Nona, Anda terluka?” tanya Paul khawatir.

“Anda punya mata tidak! Jalan pakai mata!” tanya Paul marah pada pria yang baru saja menabrak Amelia.

“Aku tidak apa-apa.”

“Maafkan saya Nona, saya tidak sengaja,” ujar pria itu dengan tulus.

“Saya sedang buru-buru sehingga tidak melihat Nona.”

“Kau bisa pergi, aku tidak apa-apa.”

“Tapi Nona, Anda harus diperiksa.”

“Ini badanku, aku yang merasakannya. Masih ingin terus disini? Dia sudah minta maaf.”

“Aku lapar.”

“Maafkan saya, Nona.” Paul menyadari kebodohannya langsung minta maaf pada Amelia.

“Sekali lagi saya minta maaf, Nona.” Pria itu pergi meninggalkan Amelia.

Di sinilah Amelia sekarang di restoran di lantai bawah.

“Silahkan dinikmati hidangan Anda, Nona.”

“Terima kasih.”

“Paul, mari makan bersama.”

“Saya tidak, Nona. Saya akan berdiri menunggu Anda.” Paul menolak dengan halus karena tidak mungkin ia makan satu meja dengan majikannya.

“Aku risih, jadi ayo makan bersama! Aku juga memesan banyak makanan.”

“Terima kasih, Nona.” Tidak ada pilihan dengan berat hati Paul bergabung dengan Amelia.

“Sudah berapa lama kau bekerja bersama Xander?”

“Saya sudah bekerja sejak umur 15 tahun. Lebih tepatnya sekarang sudah 17 tahun.”

“Waw! Sangat mengesankan. Aku sampai tidak bisa berkata-kata.”

“Paul, nanti malam tolong ingatkan aku. Aku ada kelas malam, jam 7. Aku takut ketiduran.”

“Baik, Nona.”

“Tolong bawakan cemilan juga! Aku cepat lapar di malam hari.”

“Baik, Nona.”

Di ruangan yang gelap gulita seorang pria sedang tersenyum sambil memegang foto Amelia.

“Kau akan menjadi milikku sayang! Aku mencintaimu.”

Bersambung..

Holla, ini Lily. Terima kasih sudah membaca cerita Lily.

Jangan lupa Subscribe ya!

Love, Lily.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status