Sena tidak tahu apa yang terjadi pada hatinya begitu mendengar kabar Laras jatuh pingsan di kamar. Hati laki-laki itu seketika gundah, tanpa memikirkan Eva dia berlari begitu saja menuju mobil dan memerintahkan sang sopir mengantarkan ke rumah orang tuanya, di mana Laras berada. Sepanjang perjalanan pikiran laki-laki itu selalu tertuju padanya, gadis yang kerap mengusik malam-malamnya. Wajah gadis itu tidak pernah bisa hengkang dari tempurung kepalanya, meski sekeras apa pun dia mencoba.Laki-laki itu tidak tahu bagaimana harus bersikap, di saat hatinya berisi oleh gadis lain, Eva datang menawarkan kebahagiaan untuk mereka berdua. Padahal dia sudah siap untuk menceraikan istrinya itu dan memberikan kompensasi yang pantas untuk Eva. Namun, kesalahannya selalu diungkit oleh wanita tersebut membuat Sena tidak berkutik. Ditambah beberapa bukti berupa foto-foto yang terkirim ke emailnya beberapa hari yang lalu. Dia tidak tahu siapa pengirim email tersebut, tetapi di sana disebutkan kalau E
Setelah pembicaraannya dengan Sena selesai, Aryan mengamati sekeliling ruangan pesta untuk mencari sosok Eva, tetapi dia tidak menemukan wanita tersebut. Jadi, Aryan benisiatif untuk mencari ke belakang bangunan. Di sana dia melihat Eva sedang duduk di pinggir kolam renang. Wanita itu membuat gerakan mengayuh dengan kakinya sehingga menciptakan beriak di atas permukaan air kolam. Aryan mendekat perlahan, menatap punggung Eva dengan perasaan entah ...."Sena memintaku untuk mengantarmu pulang." Akhirnya Aryan membuka suara, setelah memperhatikan Eva dalam diam beberapa saat.Terdengar decihan dari bibir wanita itu. "Tidak perlu, aku bisa mengurus diriku sendiri."Aryan memdekat lalu duduk di belakang Eva, di kursi rotan yang biasa digunakan untuk berjemur."Kenapa kau selalu saja keras kepala? Coba kau turunkan egomu sedikit saja, pasti kau tidak akan menderita seperti ini."Eva menoleh, dia menatap Aryan dengan sorot menajam. "Apa maksudmu?!" tanyanya dengan nada ketus."Eva, mungkin
Mata Sena berbinar melihat layar datar berukuran 32" inci di hadapannya. Ada haru yang merambati dada laki-laki itu melihat calon bayinya berada di dalam rahim Laras. Memang bentuk calon bayi itu belum terlalu jelas, tetapi dia yakin anak itu akan membawa kebahagiaan untuknya. Sena sengaja duduk membelakangi Laras, dia tidak mau gadis tersebut melihat matanya yang berkaca-kaca. Untuk pertama kalinya dia merasa menjadi laki-laki sejati."Kondisi janin sangat baik." Dokter berujar sambil menatap layar monitor kecil di hadapannya. Di dalam ruangan itu terdapat dua buah layar monitor untuk melihat hasil USG. Satu yang besar berada di ujung kaki tempat tidur pasien, sementara layar yang lebih kecil berada di samping tempat tidur."Kira-kira berapa usia kandungan, dok?" tanya Sena. Laki-laki itu kembali duduk di depan meja dokterDokter tadi meletakkan alat USG lalu meminta kepada perawat untuk membersihkan perut Laras yang telah diolesi gel. Dia berjalan ke mejanya sembari mencatat sesuatu
"Makasih banyak, Sen."Laras menunduk sembari melihat barang-barang belanjaan yang ada di dalam kantong belanjaan kertas. Andai saja tidak dicegah, mungkin saja laki-laki itu sudah memborong semua isi toko, belum apa-apa Sena sudah menghabiskan uang sepuluh juta rupiah. Orang kaya memang tidak pernah memikirkan berapa jumlah uang yang dibelanjakan karena mereka seolah-olah memiliki kekayaan yang tidak habis-habis."Tidak perlu, aku membelikan untuk anakku." Sena menjawab sambil merogoh saku celana bahannya. Dia menyerahkan sebuah kotak kecil ke hadapan Laras. "Aku punya hadiah untukmu."Mata Laras berkedip-kedip ketika Sena membuka kotak dari bahan beludru berwarna hitam. Seuntai kalung dari emas putih tampak berkilauan."I ... ini untuk aku?"Sena mengangguk. Dia menuntun Laras menuju meja rias, lalu mendudukkan gadis itu di sana. Dia kemudian mengambil kalung setelah meletakkan kotaknya di atas meja rias yang terbuat dari kaca.Laras menyampirkan rambutnya ketika Sena memakaikan kal
"Sen, mau ke mana?" Eva bersuara lembut memanggil laki-laki itu ketika hendak beranjak dari kursi. Mereka baru saja selesai makan malam yang khusus di masak oleh wanita tersebut Steak daging terderloin dengan tingkat kematangan medium rare yang diberi olesan saus barbeque, rebusan kentang, wortel, dan buncis menjadi menu makan malam favorit Sena."Aku mau ke ruang kerja, ada yang harus kukerjakan," jawab laki-laki itu singkat sambil meletakkan serbet yang digunakan mengelap bibirnya."Sayang ...." Eva menghampiri Rakasena yang berdiri di sebelah kursi yang baru dia duduki. "Apa kau lupa kalau aku ingin bicara sesuatu denganmu?" Wanita itu menatap suaminya dengan sorot memohon."Maaf, aku lupa. Apa yang ingin kau bicarakan?"Eva menggamit lengan Sena dan menuntun laki-laki itu berjalan pelan-pelan menuju tangga. "Aku sudah memikirkan tentang rencana kita mengusahakan bayi tabung. Aku juga sudah berkonsultasi dengan dokter dan mempercepat waktunya." Eva tersenyum dan menoleh ke arah Se
Tanpa terasa pesawat yang ditumpangi oleh Sena dan Eva mendarat di bandar udara Changi Singapura, setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam lima puluh menit. Bandara internasional Changi adalah bandara sipil utama di Singapura. Pemerintah negara yang terkenal dengan patung kepala singa itu terus memperbaiki fasilitas salah satu bandara terbesar di Asia Tenggara tersebut. Sena membiarkan Eva bergelayut manja di lengannya saat mereka keluar dari gerbang kedatangan yang tidak terlalu ramai, karena pesawat mendarat saat matahari baru saja naik ke cakrawala. Ditambah lagi karpet yang sengaja di pasang untuk meredam suara sehingga suasana bandara tidak terlalu bising. Di sepanjang jalan gerbang kedatangan yang dilewati, mata dimanjakan oleh pemandangan hijau dari tanaman yang sengaja ditanam oleh pengelola.Di pintu keluar mereka sudah ditunggu oleh seorang sopir yang memang sudah dipersiapkan oleh Okta untuk mengantar jemput selama keduanya di sana. Sang asisten juga sudah menyiapkan ho
"Selamat datang, Nyonya. Saya tidak tahu kalau Anda pulang hari ini."Seorang wanita paruh baya menyambut kedatangan Indah, wanita yang menolong Laras. "Terima kasih. Aku terpaksa memangkas liburan, karena salah satu pelanggan ekslusif menelepon dan mengatakan beberapa pekerja di sini berulah.""Iya, Nyonya, tapi Anda tenang saja, saya sudah menangani semua." Wanita itu beralih menatap Laras, matanya memindai gadis itu dari kepala hingga kaki, "Dia ....?" tanyanya dengan suara tertahan kepada Indah.Indah memegang lengan Laras. "Namanya Laras. Mulai hari ini dia akan tinggal bersama kita. Tolong kamu antarkan dia ke kamarnya, beri juga dia pakaian baru dan makanan."Indah lalu menoleh ke arah Laras yang hanya diam sejak mengikuti Indah. Dia menganggap wanita itu malaikat penolong yang telah membayar semua biaya operasi dan perawatan sang ayah. "Dia Sumi, kalau kamu butuh apa apa panggil saja dia. Sekarang aku mau istirahat dulu, kamu ikut dia, ya."Indah tersenyum setelah melihat an
Aku tidak mau, Buk!" Laras terus menangis memohon kemurahan hati Indah. Alih-alih merasa kasihan, wajah malaikat Indah yang tadi ditampakkan di rumah sakit, kini sekonyong konyong berubah menjadi wajah ib-lis."Tidak ada penolakan! Aku sudah menghabiskan banyak uang untukmu, jadi kau harus melakukan apa yang aku perintahkan," bentak Indah dengan nada pongah. Wanita itu menggerakkan jarinya sebagai isyarat memerintahkan beberapa pelayan untuk menanggalkan pakaian yang dikenakan Laras dan mengganti dengan gaun yang dia berikan tadi.Laras mencoba memberontak. Akan tetapi, sekuat apa pun dia menolak tenaga gadis itu kalah kuat dengan tenaga para pelayan Indah, sehingga pakaian lama yang dikenakan oleh Laras robek besar. Gadis itu menangis, memohon, dan menghiba, tetapi Indah malah tertawa dan mengejek gadis tersebut."Sekarang kau menolak dan menangis histeris seperti ini. Akan tetapi, nanti setelah kau melakukan pekerjaan pertama dan kedua, kau akan tertawa lebar sambil mengibaskan uan