Share

6. Hari Pertama Jadi Pelayan

Serena buru-buru menyeka air matanya saat Kepala Pelayan kembali masuk ke kamar mandi. Saat itu Serena baru saja selesai dan hendak memakai seragam pelayan.

"Cepat! Kau sudah membuang-buang waktuku, Sialan!" Kalimat yang terucap dari bibir Kepala Pelayan begitu kasar, dan begitu merendahkan Serena.

Kepala Pelayan tahu siapa Serena sebenarnya. Bahkan semua orang yang ada di mansion pun juga sudah mengetahuinya, kalau Serena adalah anak pelakor yang merusak keluarga Lucas, tuan mereka. Maka dari itu, mereka membenci keberadaan Serena, dan tak segan-segan memperlakukan gadis rendahan itu dengan buruk.

"Cepat!" Dengan tak sabaran Kepala Pelayan menarik Serena kasar menuju kamar. Ia membanting tubuh rapuh Serena ke kasur, dan menyuruhnya untuk segera berpakaian.

"Baik." Hanya satu kata yang keluar dari bibir Serena. Ia bergegas memakai seragam pelayan sebelum Kepala Pelayan membentaknya lagi.

Kepala Pelayan mengulas senyum licik yang samar. "Ikuti aku!" perintahnya pada Serena.

Serena dengan patuh berjalan di belakang Kepala Pelayan melewati lorong mansion, yang menghubungkan ruang utama dengan ruang istirahat yang luas.

Langkah Serena terus bergerak sampai akhirnya ia berhenti di dapur. Di sana terdapat banyak pelayan dan seorang koki yang terlihat sedang sibuk menyiapkan sarapan untuk Lucas.

Setelah memperhatikannya lebih saksama, Serena baru menyadari jika mansion yang sangat luas ini hanya ditinggali oleh Lucas. 

Kecuali para pelayan, dan pegawai Lucas yang lain, tidak ada saudara ataupun keluarga yang tinggal di mansion ini.

"Jalang, kemari kau!" sentak sebuah suara meruntuhkan lamunan Serena.

Tiga orang pelayan sudah berdiri di depan Serena. Masing-masing mereka membawa sebuah rotan.

Mendadak Serena dilingkupi firasat buruk. Bukan tanpa alasan rotan-rotan itu ada di tangan mereka. Sepertinya mereka akan menggunakannya untuk memukul Serena, terlihat dari ekspresi yang mereka tunjukkan sekarang. Dipenuhi dengan aura bermusuhan.

"I—iya." Serena segera memenuhi panggilan mereka, berjalan mendekat menuju tiga pelayan itu.

Baru saja Serena sampai di hadapan mereka. Salah satu dari pelayan itu memerintahkan yang lain untuk mengangkat rok Serena sampai sebatas lutut.

"Hari ini Kepala Pelayan menyuruhku untuk melatihmu," ucapnya mengikat sehelai kain untuk membungkam mulut Serena.

Ia kemudian mengambil secangkir teh panas dan meletakkannya ke telapak tangan Serena. "Kau harus berjalan ke sana tanpa menumpahkan teh sedikit pun," desisnya ke telinga Serena sambil menunjuk ke arah dinding di depannya.

Serena hanya bisa mengangguk, tanpa bisa membantah. Karena ia tahu, jika ia membantah sedikit, rotan di tangan si pelayan sudah pasti mendarat di kakinya. 

Ia berjalan pelan dan penuh hati-hati. Berharap ia berhasil melakukannya. Namun, ketika Serena melangkahkan kakinya hendak mencapai dinding. Seorang pelayan yang melintas sengaja menubruk bahunya cukup keras, sampai Serena terhuyung dan menjatuhkan cangkir tehnya ke lantai. Cangkir itu hancur berkeping-keping.

"Astaga! Apa yang sudah kau lakukan?! Itu cangkir mahal! Bisa-bisanya kau menjatuhkannya!" pekik salah satu dari tiga pelayan itu. "Kalau sampai Kepala Pelayan tahu, tamatlah riwayatku."

Serena melihat tiga pelayan itu mendekat. Wajah mereka lebih geram dari sebelumnya.

Tanpa berucap sepatah kata pun, mereka menyeret Serena ke gudang yang ada di belakang mansion.

Mereka langsung menghujani kaki Serena dengan kebasan rotan.

"Arghh …." Serena berteriak saat rotan mengenai kakinya, meninggalkan bekas kemerahan dengan darah yang merembes keluar.

Kain yang sebelumnya membungkam mulut Serena sudah terlepas sehingga ia bisa mengeluarkan suara.

"Aku tidak sengaja menjatuhkannya. Bukannya kalian juga melihat ada pelayan yang sengaja menabrakku." Serena berusaha membela dirinya. Namun, yang ia dapatkan justru kebasan rotan yang semakin kencang.

"Diam! Meskipun, kami tahu, kami akan tetap menghukummu," desis si pelayan kembali mengayunkan rotan ke kaki Serena dengan sekuat tenaga. Saat ia hendak mengibaskan rotan lagi, Kepala Pelayan muncul. Entah dari mana datangnya. Dan itu membuat tangan si pelayan yang sudah terangkat di udara berhenti. Wajahnya memucat.

Kepala Pelayan melirik Serena tajam, pandangannya kemudian beralih ke kaki Serena yang dipenuhi darah yang mengalir.

"Jangan sampai Tuan Lucas tahu. Cepat bersihkan darahnya, dan suruh dia menutupinya dengan rok," titah Kepala Pelayan kepada ketiga pelayan itu, kemudian berbalik pergi.

Tiga pelayan itu segera melepaskan Serena, dan menyiramkan air ke kaki Serena. "Ingat, jangan sampai Tuan Lucas tahu hal ini."

Serena menggigit bibir bawahnya menahan sakit saat air menerjang kulitnya yang mengelupas. Memangnya kenapa kalau Lucas sampai tahu hal ini? Kenapa mereka begitu takut? Lagi pula Lucas tak akan peduli. Lucas justru senang melihat Serena menderita.

Ketika Serena kembali ke dapur. Ia disuruh Kepala Pelayan mengantarkan makanan untuk Lucas. Sekali lagi wanita paruh baya itu memperingatkan Serena. "Jangan sampai kau mengadu kepada Tuan Lucas. Kalau sampai Tuan Lucas tahu hal ini, aku akan memastikan hidupmu seperti di nereka."

Serena mengangguk. "Aku tidak akan melakukannya." Terselip nada getir di ucapannya.

Dengan langkah pelan, Serena membawa nampan berisi makanan menuju meja makan, di mana Lucas sudah duduk di sana sambil bermain ponsel.

"Ini, Kak. Maksudku Tuan." Serena meletakkan makanan yang ia bawa ke meja tanpa melihat ke arah Lucas. Ia tak berani menatap mata abu-abu Lucas yang selalu terlihat seperti akan menusuknya.

Saat Serena hendak berbalik pergi, Lucas mencekal tangannya kasar. "Mau ke mana kau, huh?"

Serena mengerjap cepat. "Aku ingin kembali ke dapur untuk mengerjakan tugasku yang lain."

"Aku tidak mengizinkanmu pergi," tandas Lucas tajam. "Jadi tetaplah di sini, jangan bergerak sedikit pun dari tempatmu berdiri!"

-To Be Continued-

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status