Share

Bab 4. Sah?

Pagi ini  Lana memakai kebaya putih dengan panjang menjuntai sampai bawah, bawahan kain batik berwarna coklat. Luna tampak sangat anggun mengenakan pakaian tersebut. Baju akad nikah itu sangat cocok melekat ditubuhnya yang berkulit putih dan ramping.

Sementara itu, dikamarnya Bu Rika, perempuan paruh baya itu tampak sangat gembira sekali, senyumnya merekah lebar melihat uang 1 koper berjumlah 200 juta, dia timang-timang terus

"Wah, Neng Lana cantik sekali. Tidak dirias saja cantik, apalagi kalau dipakein make up begindang. Seperti bidadari, sumprit deh!" Jessica sang MUA takjub melihat hasil riasan yang tampak ngeblend sempurna di wajah Lana.

Mischa melirik adik tirinya itu dengan pandangan iri, dia iri dengan kecantikan adiknya. Namun dia segera menghibur diri, ah, bukannya sebentar lagi kecantikan itu bisa kusaingi, dengan menggunakan uang 200 juta, bisa lah untuk perawatan dan membeli skincare mahal, setelah itu, pasti bisa menyaingi kecantikan si adik tiri sialan itu.

"Wah iya, cantik banget calon istri Om Anton ini, Om-om keriput itu pasti akan terpesona melihat kecantikanmu, dan pasti sudah tidak sabar untuk menggarapmu diatas ranjang, hahahaa." Ucap Mischa, lalu tertawa terbahak-bahak, puas rasanya kalau sudah menertawakan adik tiri yang dibencinya itu.

"Diam kamu! Aku doakan kamu besok mendapatkan nasib yang jauh lebih parah dari aku!" Lana yang dalam hatinya penuh amarah, rasanya benar-benar tidak tahan untuk tidak membalas komentar mulut kakaknya itu.

"Oh kamu berani membalas omonganku sekarang ya, mentang-mentang sebentar lagi mau jadi selir orang kaya, aih kasihan sekali ya hidupmu, bisa keluar dari kemiskinan tapi dengan cara menjadi istri kakek-kakek tua!" Sinis Mischa.

Lana yang selama ini menahan emosinya setiap kali diperlakukan tidak baik oleh kakak tirinya, merengsek berdiri dari tempat duduknya, dia hampiri kakak tiri bermulut pedas itu, lalu memukul mulutnya.

"Aku bernasib seperti ini gara-gara ulahmu dan Mama. Kalian benar-benar jahat, aku pasti akan membalas kalian berdua." Lana lalu menjambak rambut kakaknya hingga banyak yang terlepas dari akarnya.

Mischa yang kaget bakal mendapat perlawanan, tidak sempat mengelak, dia berteriak kesakitan, lalu mencoba membalas menjambak rambut Lana, maka terurailah sanggul rambut hasil karya perias yang sudah rapi di belakang wajah Lana.

"Aduh, kalian jangan bertengkar dong, jadi rusak sanggul buatan eyke, dan riasan neng Lana, aduuuh rusak lagi kan? Susah payah eyke bikin riasan buat neng Lana loooh... Aduuh, Mamaa tolong doong! Everybody tolooong." Perias transgender kemayu itu panik lalu berteriak-teriak.

Mama segera masuk karena mendengar kegaduhan didalam kamar.

"Hey, apa-apain sih ini, Jessica, kenapa riasan Lana belum selesai? Penghulu sudah datang, mempelai pria juga sudah menunggu dari tadi. Dan aduuuh Mischa? Kamu kenapa berantakan dan sudut bibirmu berdarah?" Mama gantian panik.

"Mama, ini semua dia yang berbuat, dia memukul mulutku dan menjambak rambutku, huhuuu sakit Maaa..." Mischa mengadu sambil tersedu-sedu.

"Lana, kasar sekali ternyata kamu. Kamu memang tidak pantas jadi anak kuliahan, tingkahmu saja liar sekali, dasar anak sialan...." Mama mau menampar muka Lana, namun dikejutkan oleh suara seorang lelaki yang tiba-tiba masuk ke kamar tersebut.

"Hey, kenapa lama sekali? Dan kamu kenapa mau memukul calon istriku? Penghulu sudah menunggu dari tadi, akad harus segera dimulai, aku sudah membooking hotel untuk bulan madu juga. Ayo cepat!" Perintah pemilik suara itu yang tak lain adalah Om Anton.

Lana menatap lelaki tua yang dijodohkan kepadanya itu, seketika dia bergidik ngeri. Tak bisa membayangkan betapa masa depannya akan hancur begitu saja setelah ini, Cita-citanya melanjutkan kuliah harus dia relakan sebatas angan saja. Ah, ingin berteriak saja rasanya.

Lana tak kuasa untuk memberontak ketika mama dan Mischa menggiringnya menuju ruang depan. Didepan sudah nampak penghulu, saudara, dan beberapa tetangga yang diminta menjadi saksi pernikahan tersebut.

Om Anton menegakkan badannya, sambil tersenyum bangga. Bangga karena mampu mendapatkan gadis perawan secantik bidadari di usianya yang menginjak kepala lima.

Sedangkan Lana, tidak usah ditanya, air mata jatuh berlinangan begitu saja, tatapannya kosong. Dia tidak perduli dengan tatapan orang-orang yang berbisik membicarakannya, kebanyakan dari mereka kasihan akan nasib gadis muda tersebut.

"Mama tirinya kejam sekali, konon dia diberi uang 200 juta oleh Om Anton kalau mau menyerahkan Alana untuk dinikahinya."

"Astaghfirullah, kasihan Lana. Bukannya katanya itu untuk menutup hutang almarhum suaminya kepada Om Anton?"

"Oh begitu ya ceritanya, waduh kasihan anak itu, harus jadi korban orang tuanya."

Begitulah bisik-bisik dari para tetangga yang diundang untuk menjadi saksi pernikahan Om Anton dengan Alana.

"Neng Lana, jangan nangis bombay terus dong Neng, riasan hasil karya eyke jadi luntur tauk! Ntar mata neng jadi kek kunti loh, masak cantik-cantik dibilang kunti." Bisik Jessica di sebelah Alana. jessica itu nama transgendernya, kalau di KTP sih aslinya namanya Joko.

"Gak perduli." Jawab Alana tanpa menoleh. Jessica langsung terdiam dan beringsut mundur.

"Apakah sudah siap semuanya?" Tanya bapak penghulu menatap kedua mempelai.

"Sudah pak penghulu." Jawab Om Anton dengan penuh semangat, raut mukanya menampakkan kebahagiaan penuh. Sungguh berbeda jauh dengan aura yang nampak dari mempelai wanita.

"Baiklah kalau begitu, akad nikah kita mulai."

"Bismillahirrahmanirrahim, saya nikahkan dan saya kawinkan, Alana Melodi Zaskia binti Abdurahman dengan Antonius Sugiono dengan seperangkat alat sholat, dibayar tunai."

"Saya Terima nikah dan kawinnya Alana Melodi Zaskia binti Abdurahman dengan mas kawin tersebut diatas dibayar tuuunaaii..." Jawab Om Anton dengan mantap.

"Apakah sah?"

"Saaahhh." Suara para saksi bergema memenuhi ruangan.

"Berhenti! Pernikahan ini tidak bisa dilanjutkan!" Tiba-tiba ada suara teriakan dari arah pintu rumah. Suara dari seorang cowok yang berdiri tegap dan sedang menatap proses ijab dengan tatapan mata nyalang.

Sontak semua mata menoleh kearah asal suara itu. Om Anton terkejut, wajahnya seketika pucat. Dia tidak menyangka akan kedatangan tamu yang menghalanginya untuk mengawini gadis incarannya.

"Ba... Bara? Kamu?!" Pak Anton menunjuk-nunjuk cowok yang berdiri tegap di pintu sambil bersedekap itu, matanya melotot kearah Bara.

"Ya, Pa. Kami tidak pernah mengijinkan Papa untuk mengawini gadis lagi. Sudah berapa kali Papa menyakiti hati Mama?"

"Tapi semua sudah terlanjur terjadi, dan gadis ini sudah sah menjadi istri Papa, Papamu ini pria normal, mana mungkin bisa tahan hidup bersama orang lumpuh seperti Mamamu. Makanya Papa menikah lagi dengan seorang gadis cantik ini, iya kan sayang?" Om Anton menjadi dagu Alana, sontak Alana menepis tangan lelaki oaruh baya tersebut dengan kasar.

"Kenapa? Malu ya sayang? Tidak usah malu, kan sekarang kita sudah sah, hahahaha..." Om Anton tertawa terbahak-bahak, namun tiba-tiba tawanya terhenti, matanya melotot, dan Om Anton terjatuh sambil memegangi dadanya.

Seketika suasana ruangan rumah berubah menjadi panik, semua khawatir dengan keadaan Om Anton yang semula sehat wal afiat namun sekarang tiba-tiba tak sadarkan diri. Mama sebagai tuan rumah langsung memanggil tenaga kesehatan terdekat dari rumah.

Alana tidak menyia-nyiakan kesempatan emas ini, disaat semua perhatian terpusat pada Om Anton, dia langsung beringsut keluar ruangan, tanpa seorangpun menyadari kepergiannya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Aluna Dzakira
........................
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status