Ocha terpaksa menerima permintaan menikah dengan Aksa--atasannya yang sudah beristri demi memberi pria itu keturunan karena sang istri tak bisa hamil. Namun, sebelum pernikahan, Ocha membuat surat perjanjian yang harus dipenuhi oleh Aksa selama 365 hari. Lantas, apakah Aksa menerima perjanjian tersebut ataukah justru mereka akan terjebak dalam hubungan yang selamanya?
Lihat lebih banyakAksa kini menatap Dewi dengan tajam. “Dewi, tolong mengerti! Ini bukan hanya tentang kita berdua. Kamu sebagai calon ibu juga harus memikirkan anak yang akan lahir dari rahim Ocha.”Seketika Dewi tertawa sumbang, lalu melipat tangan di depan dadanya. “Kenapa? Apa karena kamu sudah mencintai Ocha sampai berat untuk meninggalkannya?” tanyanya penuh intimidasi. Aksa memilih bungkam. Baginya, ini bukan soal cinta, tetapi tanggung jawabnya sebagai suami dan juga calon ayah.Keduanya tidak sadar bahwa di tempat lain justru ada air mata yang susah payah ditahan, tetapi tetap mengalir membasahi wajahnya tatkala mendengar pertengkaran hebat mereka dari balik telepon. Ludahnya pun kian kelu tak menyangka hidup dan takdir bakal menghantamnya hingga se-menyakitkan itu.Dia menutup mulut, sedikit menjauhkan ponsel agar isakannya tak disadari oleh sepasang suami istri yang sedang bersitegang jauh di sana.Pelan, Dewi mendekat, lebi
“Sial!” umpat Aksa, dengan sangat terpaksa melepaskan tautan jemarinya dari jemari Ocha.Aksa bangkit dari tidurnya dan meraih ponsel di atas nakas. Berjalan ke ruang tamu seraya menerima telepon.Sementara Ocha, dia ikut bangkit, membenahi pakaiannya yang berantakan karena ulah suaminya, sesekali menghela napas berat, sedikit kecewa. “Apa? Pulang?! Kan malam ini jadwalnya aku sama Ocha, Sayang. Bagaimana mungkin aku pulang?” Dari dalam kamar, Ocha mendengar Aksa mengobrol. Paling tidak, ia sudah bisa menebak dengan siapa suaminya berbicara?Beberapa saat kemudian, Aksa kembali ke kamar dengan wajah yang terlihat ditekuk.“Ocha, aku minta maaf ....” Nada suaranya terdengar sangat berat.“Kenapa?” tanya Ocha pura-pura tidak tahu. Padahal, ia mendengar obrolan Aksa dengan istri tuanya lewat telepon tadi. “Dewi lagi gak enak badan dan takut sendirian di rumah,” kata Aksa tak bisa menyembunyikan raut wa
Dahi Ocha seketika mengerut ketika Aksa mendadak menghentikan kalimatnya. Entah apa yang akan dikatakan suaminya itu, tetapi lama menunggu, Aksa tak kunjung melanjutkan perkataannya. Keduanya kini beradu pandang dalam beberapa saat. Namun, Ocha buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah lain. Meskipun sah-sah saja memandang suami sendiri, tetapi Ocha tak mau larut dan terjebak ke dalam pesona Aksa. Takut, jika kejadian, itu akan menyakitinya kelak mereka berpisah.“Sudahlah, Mas. Aku tidak mengapa. Lagian sudah terjadi juga,” kata Ocha sambil mengulas senyum tipisnya, berusaha baik-baik saja, meski kenyataan hatinya terluka.Ocha hendak beranjak, tetapi tiba-tiba Aksa menahannya. Tatapan mereka kembali bersemi, cukup lama. “Kenapa, Mas?” Ocha mengernyit bingung“Pria yang kemarin bersamamu ....” Aksa menjeda kalimatnya. Nada suaranya terdengar sedikit dingin. “Ada hubungan apa kalian?”Sontak saja
Lala hanya mengangkat bahu sebagai reaksi, lantas berkata. “Bisa jadi, tapi gue juga gak mau mengklaim kebenarannya. Tapi, gini, deh ... gue tanya, emang lu sakit hati kalau liat Aksa bareng istri pertamanya?”Ocha menggelengkan kepalanya pelan. “Cuma agak cemburu dikit aja,” katanya jujur. “Mungkin karena gue belum cinta kali sama dia, jadi liatnya gak sakit hati banget.”“Nah, sama dengan Dewi. Mungkin dia cemburu, juga sakit hati ketika Aksa lagi bareng lu,” ujar Lala mengeluarkan pendapatnya, “hati siapa coba yang baik-baik aja ketika melihat pasangannya lagi bareng wanita lain?”“Ya walaupun kalian itu sama-sama istrinya, tapi mustahil kalau gak saling cemburu satu sama lain. Namanya juga wanita, gak bisa lepas dari sifat cemburunya.”Ocha mengangguk-angguk. “Begitu? Kok, lu gak jadi dokter aja sih, La?”“Disuruh ngapalin sistem periodik aja gue nyerah. Gimana mau jadi dokter?”Ocha tertawa kecil. “Dokter cinta maksud gue. L
Apartemen Lala.Ocha tengah mengaduk-aduk masakan sesekali mencium baunya yang menyeruak harum begitu Lala masuk dan langsung menghempaskan badan di sofa ruang tamu. Beberapa saat kemudian. “Gak balik lu?” tanya Lala yang kini sudah bersandar pada dinding dapur sambil mengamati aktivitas Ocha.Ocha berbalik. Matanya memicing sambil melipat tangan di depan dada.“Gak boleh gue di sini, hm?” tanyanya sedikit menantang.Lala tertawa pelan, beralih menjawil pipi Ocha, kemudian membuka kulkas.Mengambil air dingin dan menuang pada gelas, lalu meminumnya. “Minum itu harus duduk Lala Po. Jangan dibiasakan berdiri, gak baik,” tegur Ocha melihat Lala melepas dahaga sambil bersandar di kulkas.“Eh, iya. Suka lupa.” Lala menggaruk tengkuk yang tak gatal. “Pikiran gue isinya si dia mulu, jadi lupa segalanya.”“Bucin level akut!” cibir Lala. “Jadi, gimana? Gue gak boleh di sini?”“Mau lu di sini
Aksa berjalan mendekati wanita yang saat ini terlihat panik, apalagi dang suami menatapnya dengan sangat tajam. ‘Astaga, jangan sampai Aksa mendengarku berbicara dengan Denis,’ ujar Dewi dalam hati, merasa takut. “Dengan siapa kamu berbicara barusan?” tanya Aksa sedikit ketus. Dewi menjawab dengan gelengan. Berusaha santai, tapi tak bisa menyembunyikan kegugupannya. “Bu—kan siapa-siapa, Mas. Aku hanya ... berbicara dengan teman.” Aksa memicing penuh kecurigaan. Dia beralih melirik ponsel Dewi yang tergeletak di lantai dengan posisi layar menghadap ke atas. Sayangnya, saat Aksa mencoba membaca nama kontaknya, ponsel itu keburu mati. “Teman? Teman macam apa yang membuatmu sangat gugup sampai menjatuhkan hape?” Aksa sedikit mencondongkan badan ke arah Dewi, “Kau berbohong?” Dewi kembali menggelengkan kepalanya, beralih memungut ponsel. Tak lupa mengulas senyum tipis untuk terli
Setelah beberapa saat menunggu, lift akhirnya terbuka. Aksa hendak terburu-buru pergi, tetapi tiba-tiba langkahnya tertahan oleh kedatangan sekretaris barunya.“Permisi Pak Aksa, saya mau mengingatkan kalau 30 menit lagi ada meeting penting dengan Divisi Fungsional,” ujar wanita dengan rok yang panjangnya hanya di atas lutut itu. “Re-schedule. Saya ada urusan!” tegas Aksa sambil berlalu begitu saja.Lift pun mulai bergerak turun. Sementara itu, Ocha kini berlari ke halaman kantor. Tak peduli banyak pasang mata memandangnya penuh tanya. Tadinya, tiba di lantai dasar dia hanya berjalan santai, tetapi pendengarannya tak sengaja menangkap suara-suara sumbang membicarakan perihal pemecatan dirinya yang ternyata sudah rame di area kantor. Penyebabnya karena ia terduga mencoba menjadi orang ketiga dalam rumah tangga Aksa dan istrinya. Satu hari tak bekerja, ketika masuk kembali ternyata sudah ada berita miring tentang diri
Kini, Ocha bergeming sambil memutar otak mencari-cari jawaban dari perkataan suaminya yang seolah-olah menuduhnya tak meminta izin saat cuti kemarin.Padahal, jelas-jelas pesan beruntun dikirimkan Ocha secara sadar. Centang dua berwarna biru, artinya si penerima membaca. Tapi, memang tak ada direspons. “Tapi, aku minta izin, Mas! Kamu kan tau sendiri, aku dari dulu gak pernah berani cuti tanpa izin.” Ocha berusaha membela diri. Aksa tahu betul, Ocha memang tipe sekretaris yang disiplin. Itulah mengapa, walaupun gadis itu masuk bekerja di perusahaan karena sang Mami, tapi Aksa tetap menyukai kinerjanya. “Di mana? Security?” tanya Aksa ketus. Pada situasi ini, Ocha semakin tak mengerti dengan respons Aksa. Bagaimana mungkin seperti itu?Apa dia tak membuka ponsel? Lalu, kenapa terbaca?Ocha berusaha menjelaskan. “Aku mengirimkan ke whatsApp. Kamu baca loh, Mas, tapi kamu gak respons.”Kini,
Ocha terhenyak diam, berusaha mencerna apa yang baru saja didengar dari mulut wanita yang mengakui sebagai sekretaris baru suaminya itu. Maksudnya apa? Mengapa tiba-tiba ada sekretaris baru? Ocha berpikir keras, tapi tak jua ia memahami keadaan ini.“Maksudnya?” tanya Ocha dengan nada suara sedikit bergetar. Dia menatap wanita di hadapannya, lalu beralih menatap Lily seolah meminta penjelasan. Sebagai rekan kerja, Lily memahami keterkejutan Ocha yang tiba-tiba diganti tanpa penjelasan.Gadis berkemeja putih itu beranjak dari kursinya, lantas menarik lengan Ocha dan membawanya ke tempat yang sepi. “Ly, itu kenapa tiba-tiba ada sekretaris baru?” tanya Ocha tak sabaran.Lily menarik napas panjang. Menatap dalam wanita yang lebih tua setahun darinya itu. “Kemarin Kakak emang ke mana?” tanyanya. “Ke rumah sakit,” jawab Ocha singkat. “Izin gak ke Pak Aksa?” Lily bertanya lagi. Ocha t
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.