Share

Kedatangan Irna

"Pak Vino, Pak kalau tidak salah namanya," jawabnya. Seketika Abram terkejut saat mengetahui jika sepupu istrinya yang sudah membeli rumah tersebut. Pertanyaannya, untuk apa Vino membeli rumah itu. 

***

"Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi." Abram berpamitan, setelah itu ia memutuskan untuk kembali ke kantor. Urusan rumah bisa dipikirkan nanti, karena saat ini pekerjaan di kantor yang lebih penting. 

"Ah sial." Abram memukul setir mobilnya, kesal itu yang ia rasakan. Entah apa yang akan Abram katakan pada Irna nanti, karena wanita itu sudah menagih terus. 

"Kalau Irna nanya nanti aku jawab apa," gumamnya. Setelah itu Abram melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi. Ia baru teringat jika hari ini akan ada meeting, bukan itu saja, hari ini Abram juga akan bertemu dengan beberapa klien. 

"Urusan Irna nanti saja, mending aku matikan saja ponselnya," gumamnya. Setelah itu Abram memutuskan untuk fokus dengan pekerjaannya. Berharap semoga Irna tidak membuat ulah, karena wanita itu tidak pernah main-main jika merasa kecewa dan terabaikan. 

Di lain tempat, saat ini Felys sedang berada di sebuah cafe bersama dengan Vino. Wanita itu cukup puas karena berhasil menggagalkan rencana Abram untuk membeli rumah. Namun Felys belum boleh senang, karena Abram pasti tidak akan tinggal diam. Felys harus memikirkan rencana selanjutnya. 

"Lalu rencana kamu yang selanjutnya apa?" tanya Vino, lalu menyeruput segelas es cappucino. 

"Yang jelas aku akan menghancurkan mereka satu persatu. Terutama mas Abram, dia sudah menghianatiku," jawab Felys sembari mengaduk-aduk minumannya, entah kenapa belakangan ini Felys merasa kurang enak badan. 

"Itu harus, benalu dan penghianat seperti mereka harus menerima balasan yang setimpal," ujar Vino yang ikut kesal dengan kelakuan Abram serta ibunya. 

"Oya untuk butik dan mobil gimana?" tanya Felys, ia teringat akan butik miliknya yang ia bangun bersama dengan Abram. Begitu juga dengan dua mobil yang mereka beli bersama. 

"Kamu tidak perlu khawatir, sedang aku urus kok, eh tapi bukannya nanti jatuhnya harta gono gini kalau kalian bercerai," ungkap Vino. 

"Iya, dua mobil dan satu butik. Selain itu murni milikku," sahut Felys. Memang setelah mereka menikah, keduanya hanya membeli mobil dan membangun butik. Sedangkan rumah yang mereka tempati adalah warisan dari mendiang orang tua Felys, begitu juga dengan perusahaan yang Abram kelola. 

"Ok, jadi nanti kamu akan benar-benar meminta bercerai?" tanya Vino memastikan. Sementara Felys hanya mengangguk, karena menurutnya tidak ada yang perlu dipertahankan lagi. 

***

Waktu berjalan begitu cepat, pukul tujuh malam Abram sudah tiba di rumah. Ia sengaja langsung pulang karena sudah sangat lelah, bahkan Abram belum sempat mengaktifkan ponsel miliknya yang khusus menerima pesan serta panggilan dari Irna. 

"Sayang tolong siapkan air ya, badan aku udah lengket banget pengen mandi," pinta Abram seraya menggulung lengan kemejanya.

"Iya, Mas." Felys berjalan masuk ke dalam kamar mandi. Sementara Abram terlihat sedang melepas kemejanya. Setelah siap, Felys bergegas keluar dari kamar mandi. 

"Airnya sudah siap, Mas." Felys berujar seraya berjalan menuju lemari, tanpa banyak bicara Abram bergegas masuk ke dalam kamar mandi. 

Setelah Abram masuk ke dalam kamar mandi, Felys bergerak untuk memeriksa dompet milik suaminya itu. Felys yakin pasti suaminya punya uang simpanan yang akan digunakan untuk membeli rumah. Sebelum uang itu melayang, Felys akan mengambilnya. 

"Kira-kira ATM-nya isi berapa ya," ucap Felys, setelah itu ia mengambil ponsel milik suaminya untuk mengecek melalui M-bangking. 

"Pantesan mau beli rumah, ternyata diam-diam kamu nyimpen uang sebanyak ini." Felys cukup terkejut setelah mengetahui nominal uang yang tersimpan di ATM milik suaminya. Setelah itu ia berpikir untuk mengambil uang tersebut tanpa suaminya merasa curiga. 

"Mas aku pinjam ATM milik kamu ya," ujar Felys, ia ingin melihat reaksi Abram akan seperti apa. Dan benar saja, suaminya langsung keluar dari kamar mandi. 

"Untuk apa? Memangnya punya kamu .... "

"Mau ke supermarket sebentar, kebutuhan dapur udah menipis, Mas. Aku pergi dulu ya, baju udah aku siapin." Felys memotong ucapan suaminya, bahkan tanpa menunggu jawaban dari Abram. Felys langsung meraih tas miliknya serta kunci mobil dan bergegas keluar. 

"Sayang tapi, Sayang tunggu." Abram panik, dengan segera ia mengambil baju serta celana yang sudah Felys siapkan dan segera memakainya. Setelah itu Abram berlari mengejar Felys, akan sangat berbahaya jika ATM miliknya dibawa pergi. 

Di bawah Felys bergegas mengayunkan kakinya menuju pintu utama, setibanya di ruang tamu Felys langsung membuka pintu. Saat pintu terbuka Felys cukup terkejut saat melihat Irna sudah berdiri di depan pintu dengan membawa koper. 

"Irna kamu .... "

"Felys maaf kalau malam-malam aku ganggu. Aku cuma mau minta tolong boleh." Irna memotong ucapan Felys. 

"Minta tolong apa?" tanya Felys. Ada rasa curiga di hatinya, Irna tidak akan datang jika tidak ada maksud serta tujuannya. 

"Apa aku boleh tinggal di sini? Aku diusir dari kontrakan karena sudah tiga bulan belum bayar," jawab Irna. Memang selama ini Irna tinggal di kontrakan, dan setahu Felys sahabatnya itu bekerja di restoran. Entah sekarang masih iya atau tidak, karena sudah lama mereka tidak bertemu. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status