Share

Peringatan Pertama

"Kamu wanita terhebat yang pernah aku temui," batin Vino, ia benar-benar salut dengan ketegaran hati sepupunya itu. 

***

"Kamu simpan baik-baik flashdisk ini, karena semua bukti kejahatan ibu mertuamu ada di sini." Vino menyerahkan flashdisk tersebut, dengan segera Felys menerimanya. Ia berjanji akan membuat hancur keluarga suaminya itu. 

"Ya sudah aku pulang sekarang ya, kalau aku terlalu lama pergi, keenakan mereka di rumah," ujar Felys seraya bangkit dari duduknya. 

"Iya, kalau butuh bantuan langsung telpon saja," paparnya. Sementara itu Felys hanya mengangguk, setelah itu ia beranjak keluar dari rumah Vino. 

Dalam perjalanan pikiran Felys menjadi kacau, ia tidak pernah menyangka jika kematian kedua orang tuanya karena sudah direncanakan oleh ibu mertuanya sendiri. Kini Felys paham, kenapa ibu mertuanya selalu bersikap dingin dan bahkan hubungan mereka tidak pernah akur. 

Satu jam lebih dalam perjalanan, kini Felys sudah tiba di rumah. Ia menarik napas, setelah itu Felys melangkahkan kakinya masuk ke dalam. Terdengar suara tawa Irna dan juga Abram, entah mereka sedang mentertawakan apa. Yang jelas mendengar itu hati Felys terasa seperti dicabik-cabik. 

"Sabar Felys, kamu pasti bisa, setelah ini para penghianat itu akan mendapatkan balasan yang setimpal." Felys membatin. Berusaha menyembunyikan rasa sakitnya, dan memperlihatkan senyum yang membuat mereka tidak tahu apa rencana Felys. 

Felys berjalan menuju ruang tengah di mana suara itu berasal. Dan benar saja mata Felys menangkap kedua manusia tidak tahu malu itu sedang tertawa bahagia, entah apa yang membuat mereka tertawa. Melihat Felys pulang, Abram segera bangkit dan berjalan menghampiri istrinya itu. 

"Sayang kamu sudah pulang, gimana butik rame?" tanya Abram. Felys tersenyum menanggapi pertanyaan dari suaminya itu. 

"Alhamdulillah, rame banget. Iya, Mas ATM-nya belum bisa aku kembalikan ya, soalnya besok masih aku butuhkan," jawab Felys. Mendadak senyum Abram memudar, entah apa yang terjadi nanti, bisa-bisa uang di ATM ludes. 

"Bi, tolong ambil barang belanjaa di mobil ya," titah Felys dengan sedikit berteriak. 

"Baik, Nya." Bi Jum langsung berlari menuju halaman depan, di mana mobil majikannya berada. Sementara itu Felys menjatuhkan bobotnya di sofa, terlihat tatapan Irna yang seperti tidak suka. 

"Gimana, Ir udah nemu kerjaan apa belum?" tanya Felys. 

"Belum, Lys, tahu sendiri kan jaman sekarang susah nyari kerja," jawab Irna. 

"Sayang, gimana kalau Irna kerja di kantor kita. Ya dari pada nyari nggak nemu." Abram memberikan saran. 

"Aku tidak sebodoh itu, Mas. Ini adalah rencana kalian bukan," batin Felys, sampai kapanpun ia tidak akan membiarkan penghianat masuk ke perusahaan miliknya itu, cukup satu orang saja. 

"Sayangnya di kantor tidak ada lowongan, jadi maaf ya. Ya sudah aku gerah banget mau mandi, Mas bisa minta tolong nggak." Felys melirik suaminya. 

"Minta tolong apa?" tanya Abram. 

"Tolong gosokin punggung aku, ayok." Tanpa menunggu jawaban dari suaminya, Felys langsung menarik tangan Abram. Felys dapat melihat ketidaksukaan Irna dari sorot matanya, dan hal tersebut yang membuatnya semakin gencar untuk membakar api cemburu madunya itu. 

***

Hari telah berganti, hari ini Felys sangat bahagia setelah mendapat kabar jika mobil dan butik yang ia jual sudah ada calon pembelinya. Bahkan mobil akan diambil hari ini juga, sementara butik masih jadi urusan Vino, lantaran uang hasil penjualan butik akan Felys gunakan untuk membantu orang yang lebih membutuhkannya. 

"Sayang hari ini sepertinya aku pulang terlambat, soalnya mama menyuruhku mampir ke rumah," ujar Abram seraya mengancingi kemejanya, sementara Felys masih bermalas-malasan di atas tempat tidur. 

"Mau ngapain, Mas?" tanya Felys yang pura-pura tidak tahu, padahal Abram mampir ke rumah ibunya untuk membahas pernikahan Dila adiknya. 

"Mau bahas pernikahan Dila, nggak apa-apa kan." Abram menatap istrinya, untuk meminta persetujuan darinya. 

"Iya, Mas nggak apa-apa kok," sahut Felys. Setelah siap Abram bergegas turun ke bawah, tentunya dengan Felys. Pagi ini Felys tidak sabar ingin membuat suaminya jantungan karena ulahnya itu. 

Setibanya di bawah, terlihat jika Irna sudah menunggu, pagi ini Irna berencana untuk pergi mencari pekerjaan. Ya walaupun itu hanya akal-akalan mereka saja, jujur rasanya Felys ingin muntah melihat drama yang sedang diperankan oleh suami dan sahabatnya itu. 

"Aku langsung berangkat saja ya, soalnya nanti ada meeting," ujar Abram. 

"Iya, Mas." Felys mengangguk. Setelah itu, Abram dan Irna beranjak keluar, sementara Felys memilih untuk duduk di sofa ruang tengah. 

Abram tiba di depan, terlihat jika kedua mobilnya sudah berada di halaman. Bahkan kedua mobilnya tengah diangkut, entah mau dibawa ke mana. Melihat itu gegas Abram menghampiri orang yang sedang mengangkut kedua mobilnya itu. 

"Loh, apa-apaan ini. Kenapa mobil saya dibawa?" tanya Abram. Sementara Irna memilih untuk menunggu di teras. 

"Ibu, Felys sudah menjualnya. Dan kami ditugaskan untuk mengambil mobil ini," jawabnya. Detik itu juga Abram terkejut, ia tidak tahu apa maksud Felys menjual mobil miliknya itu. 

"Menjualnya, tapi saya tidak pernah .... "

"Maaf, Pak. Lebih baik, Bapak tanyakan langsung kepada istrinya," potongnya dengan cepat, mendengar itu Abram berlari masuk ke dalam untuk menanyakan langsung kepada Felys. 

"Felys, Felys." Abram berteriak memanggil istrinya, setibanya di dalam Abram melihat jika Felys sedang duduk santai di sofa ruang tengah. 

"Felys kenapa kamu menjual mobilku, apa kamu kekurangan uang atau bagaimana?! Bukankah kamu .... "

"Aku menjualnya karena ada alasannya." Felys memotong ucapan suaminya. 

"Apa alasannya?" tanya Abram, yang sudah tersulut emosi. 

"Ini alasanku menjual kedua mobilmu, bahkan butik juga aku jual." Felys menyerahkan beberapa lembar foto pernikahan Abram dengan Irna. Sontak mata Abram melotot, Irna yang mengintip pun ikut melotot. 

"Sayang ini ... aku menikah dengan Irna karena terpaksa, mama yang sudah memaksaku," ucap Abram, berharap istrinya itu mau percaya dengan ucapannya itu. 

"Terpaksa tapi menikmati, kalian benar-benar sudah keterlaluan. Dan untuk menutupi semua itu, mama mengeluarkanku dari grup wa keluarga kamu, Mas. Pintar tapi bodoh, karena dengan cara itu justru aku menaruh curiga, dan akhirnya berinisiatif untuk menyelidikinya," ungkap Felys, seketika Abram terdiam, ia tidak tahu kalau akhirnya akan seperti ini. 

"Oya ini ATM kamu, maaf ya uangnya udah aku pakai. Hanya sisa beberapa saja." Felys menyerahkan kartu ATM milik suaminya itu, dengan tangan lemas Abram menerima ATM miliknya itu. 

"Oya, dari hasil penjualan butik, akan aku gunakan semua untuk orang yang lebih membutuhkannya. Hanya mobil saja yang akan kita bagi dua," ujar Felys. 

"Apa?! Tapi bukankah butik itu .... "

"Iya aku tahu, dan aku sudah dapat persetujuan dari kamu kok. Ingat kan semalam kamu udah tanda tangan." Felys memotong ucapan suaminya. Seketika Abram menepuk jidatnya saat teringat jika tadi malam Felys sempat meminta tanda tangan darinya, dan tanpa bertanya Abram langsung menanda tanganinya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status