Nicholas berjalan mendekat ke arah Alissa, bau muntahan terasa menyengat di indra penciumannya. Segera Nicholas menjepit hidungnya sebelum menyentuh leher Alissa. Air dari kran membuat muntahan itu hilang dari pandangan dan Nicholas bernafas lega."Lebih kencang Tuan! Anda punya tenaga tidak?" protes Alissa membuat Nicholas terperanjat. Berani sekali Alissa mengeluhkan tentang tenaga Nicholas. Ingin Nicholas marah pada Alissa, tetapi saat itu Alissa menatap ke belakang pada wajah Nicholas sehingga pria itu tidak jadi protes setelah melihat wajah Alissa yang pucat."Lebih ditekan lagi Tuan, muntahannya tercekat di tenggorokan!" Alissa menyentuh tangan Nicholas dan menekannya ke bawah."Aneh ini orang, bukannya selama ini dia tidak mau disentuh kecuali terpaksa, kenapa sekarang malah minta sendiri?" batin Nicholas masih tidak paham dengan perubahan sikap Alissa. Tak ingin mengulur waktu Nicholas langsung memijit lebih kuat dari sebelumnya."Hoek! Hoek!" Akhirnya Alissa merasa lega set
"Nyonya Alissa apakah Anda tidak apa-apa?" tanya dokter sambil mengetuk pintu kamar mandi, khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada diri pasien. Alissa menyeka air mata dan berkata, "Saya tidak apa-apa Dok." Wanita itu berpegangan pada dinding lalu berdiri. Tubuhnya seperti tidak ada tenaga saat ini. Beberapa saat kemudian wanita itu keluar dari kamar mandi masih dengan testpack di tangan. Dokter memperhatikan dan Alissa berkata bahwa dokter itu berkata benar. Setelahnya Alissa membuang benda di tangan ke tempat sampah. "Saya sudah biasa menangani pasien seperti Nyonya," ujar dokter dan mempersilahkan Alissa kembali duduk. Alissa mengelap tangannya dengan tisu basah kemudian duduk di depan dokter yang berjenis kelamin wanita itu. Dokter meresepkan obat dan vitamin untuk Alissa. "Ini obat penambah darah diminum satu kali sehari pagi untuk mengurangi sakit kepala. Vitaminnya juga sama. Untuk obat mualnya bisa dihentikan kalau tidak lagi mual-mual, begitu pun dengan sakit di
"Mas Virgo kau benar-benar sudah berubah," lirih Alissa . "Aku berubah karena kamu yang mengubahnya. Andai kau selalu menuruti permintaanku aku tidak akan pernah berlaku kadar padamu. Kalau membangkang seperti ini aku jadi malas tinggal di sini." Pria itu dengan begitu santainya langsung melenggang pergim "Aku tidak percaya lagi padamu," ucap Alissa dengan gelengan lemah. Matanya dipenuhi kabut air mata hingga tubuh Virgo tidak terlihat dengan begitu jelas. Alissa menyeka air matanya lalu dengan terseok-seok menyeret langkahnya ke kamar mandi. Setelah selesai membersihkan diri dia langsung berbaring di atas ranjang. Saat matanya hampir terpejam ponsel di sampingnya bergetar. Setelah diperiksa ternyata dari Nicholas. "Maaf Tuan, bisa tidak kau tidak menggangguku lagi?" lirih Alissa lalu meriject panggilan telepon dari Nicholas. Menyadari panggilan teleponnya ditolak Nicholas menjadi lebih khawatir ia segera mengirimkan chat dan menanyakan kabar Alissa. "Aku tidak baik-baik saj
"Alissa!" teriak Nicholas, ia sangat khawatir terhadap wanita pujaannya itu. Nicholas berlari mengejar Alissa lalu mencekal tangan Alissa. "Tolong jangan pergi kemana-mana, keadaanmu sangat tidak baik." Alissa menoleh dan meraih tangan Nicholas lalu melepaskan cekalan pria itu dengan gerakan tangannya yang lemah. "Tolonglah jauhi aku, paling tidak selamatkan nama baik Tuan sendiri." Alissa terlihat memelas. "Tapi kamu–" "Saya tidak apa-apa. Saya tidak akan kemana-mana. Saya hanya butuh merenung seorang diri. Pergilah jangan terlalu memedulikanku karena kita menjadi sorotan orang banyak. Jangan sampai orang-orang berasumsi apa yang dikatakan Mas Virgo benar adanya. Kasihan Tuan Barata yang sudah begitu percaya padamu untuk memegang perusahaan ini." Nicholas mengangguk. "Berhati-hatilah kalau butuh bantuan jangan segan-segan meneleponku." Alissa pun menggangguk lalu berkata 'permisi' sebelum undur diri dari hadapan Nicholas. Sebelum benar-benar pergi dari perusahaan wanita itu
Kabar perselingkuhan antara Nicholas dan Alissa pun langsung beredar luas seiiring kabar Wati yang dinyatakan mencuri di perusahaan Alexa. Antara Virgo dan Nicholas pun tidak ada negosiasi untuk saling menutup berita yang terjadi di masing-masing keluarga. Bagi Nicholas namanya sudah cemar dan banyak orang yang tahu tentang hubungannya dengan Alissa. Ya walaupun tudingan mereka tentang perselingkuhan itu tidaklah benar karena Alissa memang bukanlah wanita gampangan. "Apa tanggapan Tuan Nicholas terhadap kabar yang beredar?" Seorang wartawan mendekati Nicholas saat pria itu hendak masuk ke dalam mobil. Akhirnya Nicholas urung masuk dan balik badan. "Apa orang akan percaya kalau saya melakukan klarifikasi?" Tatapan Nicholas tampak datar dan matanya terlihat memerah. "Bisa iya bisa tidak, tetapi sebaiknya anda bantah tuduhan itu kalau memang beritanya tidak benar. Apa Anda ingin melakukannya?" Nicholas terdiam sejenak, ia tahu para wartawan tidak seutuhnya bersimpati pada diriny
"Tapi Ma-" "Sudah tidak perlu tapi-tapian Nik! Andai selama ini kamu nurut sama Mama ini semua tidak akan terjadi." "Baik Ma, Niko ke kamar dulu, mau istirahat, capek." Tanpa menunggu jawaban Melati Nicholas langsung masuk ke dalam kamarnya. Melati sama sekali tidak mencegah, wanita itu hanya menghela nafas berat lalu menghempaskan kembali tubuhnya pada sofa. "Kemana Papa, mengapa belum pulang juga?" Setelah sampai di kamar, Nicholas langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur tak peduli tubuhnya yang sudah sangat lengket dengan keringat. Yang ia rasakan kini hanya lelah, seolah tubuhnya baru selesai maraton kiloan meter. "Bagaimana keadaan Alissa? Dia pasti syok sekarang. Argh! Mengapa ini sampai terjadi?" Nicholas mengacak rambut lalu meraup wajahnya dengan kasar. Ia merasa dirinya sangat bersalah dengan Alissa. Di tempat lain, setelah pulang ke rumah, Alissa menangis sesenggukan dalam waktu yang cukup lama. Dia sangat menyayangkan dengan apa yang terjadi di kantornya oleh
"Sebentar, saya cari informasi dulu." "Cepatlah jangan sampai aku terlambat!" Nicholas meraih kunci mobil lalu berlari keluar kamar. "Kamu mau kemana Nik? Jangan bilang kamu mau menemui Alissa lagi. Kalau sampai itu terjadi mama tidak akan pernah memaafkanmu lagi." Melati berdiri dari duduknya lalu berjalan ke arah Nicholas. Untuk sesaat Nicholas terdiam memandangi wajah mamanya, namun kemudian, ingatannya kembali pada Alissa. Dia tidak ingin kehilangan jejak Alissa, terlebih bayi di dalam kandungan wanita itu bisa saja merupakan benihnya. "Nicholas pergi dulu Ma, ada sesuatu yang genting." Tanpa mau mendengarkan tanggapan dari mamanya Nicholas kembali berlari menuju mobil. Saat pria itu baru duduk di depan kemudi ponselnya berdering. Ternyata dari anak buahnya tadi yang memberitahukan bahwa Alissa sudah berada di terminal dan hendak masuk ke dalam bus. "Tahan dia, jangan sampai pergi sebelum aku datang!" Nicholas langsung tancap gas. Tak peduli banyak orang di jalanan yang m
Nicholas menatap wajah Alissa dan perut wanita itu secara bergantian. pria itu terlihat menarik nafas panjang dan dalam sebelum akhirnya mengambil keputusan. "Tidak masalah, jika aku mengingat hal itu, aku akan mengingat bahwa anak itu adalah anak dari wanita yang paling aku cintai." "Tuan tolong hentikan cinta Tuan itu, rasa itu tidak pada tempatnya. Lihat sekeliling Tuan banyak wanita yang mengincar Tuan tapi karena Tuan terlalu fokus padaku Tuan tidak bisa melihat harapan di mata mereka." "Sudah kucoba tapi aku tidak bisa." "Tapi Tuan, saya tidak pantas untuk Tuan." "Hanya aku yang bisa menilai siapa yang pantas dan tidak pantas." Nicholas menggenggam tangan Alissa. "Tolong berikan aku kesempatan untuk hidup bersamamu." Alissa memejamkan mata, dadanya terasa begitu terhimpit. Saat itu wajah Melati terbayang di pelupuk. Suaranya yang seakan menusuk di telinga menambah sesak dalam dada hingga wanita itu hampir tidak bisa bernafas. "Tidak aku tidak mungkin bersamamu Tuan,"