Share

4. Kesan Pertama

Angin berhembus lembut di cuaca yang cukup terik. Sepuluh orang dengan aura dan wajah yang bukan main itu saling mengobrol ringan sembari menggoda satu sama lain. Masih belum ada instruksi apapun, membuat mereka masih berdiri di tempat.

Elea mengobrol dengan dua pria yang ia ketahui bernama Adrian dan Kevin. Elea tidak akan berbohong jika dua pria didepannya ini amat sangat menyejukkan matanya. Bagaimana tidak jika Adrian dan Kevin sama-sama mempunyai wajah rupawan dan juga dada yang bidang. Tinggi mereka juga lumayan, membuat Elea sedikit mendongak untuk bisa memperhatikan ketika mereka berbicara.

Jika dilihat-lihat, kelima pria di sana memang semuanya memiliki tubuh yang menjulang ke atas, bukan hanya Adrian dan Kevin. Pesona mereka juga sungguh tidak bisa dihiraukan begitu saja. Kalau begini ceritanya, Elea sebagai wanita yang normal tidak tahu mampu bertahan atau tidak, entah ia mampu menahan hatinya atau tidak. Karena ini semua ... terlalu besar untuk ia tanggung.

"Elea? Mikirkan apa?"

Elea tersentak kecil dan terkekeh pelan. "Tidak ada," jawabnya sembari menyesap minuman berwarna merah di gelas yang berada dalam genggamannya.

"Katanya kita selalu diawasi, tapi aku tidak melihat satupun kamera di sini." Kevin bersuara dengan pandangan yang ia edarkan.

"Mungkin tersembunyi," jawab Adrian cepat. "Tapi sepertinya di sana akan beda lagi, dari jauh saja sudah terlihat ada banyak kamera di sana," sambungnya dengan mata menyipit mencoba memperjelas pandangannya.

Elea mengikuti kemana arah pandangan Adrian dan tiba-tiba saja ia merasa mulas. Memang tidak ada orang selain mereka bersepuluh, tetapi ada begitu banyak kamera yang sudah terpasang. Elea harus siap akan privasinya yang tidak menjadi privasi lagi. Kehidupannya selama beberapa hari ke depan akan begitu terekspos.

"Sepertinya kita harus bergabung dengan yang lain." Kevin bersuara pelan, ia kemudian mengedikkan kepalanya dan berjalan lebih dulu ke arah tujuh orang yang tengah berkumpul membentuk lingkaran sembari bercerita ria.

Elea menolehkan kepalanya ke belakang dan baru menyadari jika hanya mereka bertiga yang terpisah, sementara yang lainnya bergabung menjadi satu. Elea kemudian memutar kepalanya lagi, menghadap ke Adrian yang masih berdiri didepannya. Namun, ia langsung terkesiap ketika secara tiba-tiba Adrian merangkulkan lengannya di sepanjang bahu Elea.

"Ayo." Adrian membawa Elea ke arah delapan orang yang kini memusatkan perhatikannya ke mereka berdua.

Elea bukannya tidak senang, tentu ia senang karena seseorang sudah merasa nyaman dengannya. Hanya saja, rasanya ini masih terlalu cepat, jadinya malah sedikit awkward. Tapi, Elea memutuskan untuk tidak begitu peduli kemudian. Toh, ini baru permulaan.

Elea mendongakkan pandangannya menatap ke semua orang yang kini tengah memperhatikan mereka berdua. Ia tidak tahu alasan mengapa mereka tiba-tiba menjadi pusat perhatian. Elea pun mengukir senyum kecil di bibirnya. Hanya saja, senyum itu sedikit surut ketika matanya berpapasan dengan pria tadi. Pria yang membuat debaran di jantungnya lebih kencang dari biasanya.

"Kita belum berkenalan dengan baik tadi," ujar seorang wanita dengan mini dress berwarna kuning cerah yang cukup terbuka. Ia juga menarik Elea dari sisi Adrian.

Elea terkekeh pelan namun tidak menolak tarikan itu. Ia menatap sesaat semua orang di sana dan ia akui ia memang belum tahu siapa nama mereka semua, hanya tiga diantara lima pria dan satu dari empat wanita lainnya.

"Aku rasa memang harusnya kita memperkenalkan diri kita masing-masing sebelum intruksi datang. Ya, kan?" Arabella memberikan tanggapannya dan disahut riuh oleh yang lainnya.

"Baik, aku saja yang pertama." Wanita yang tadi menarik Elea berdeham dan tersenyum tipis yang menggoda. "Aku Azalea dan umurku 27 tahun."

Semuanya berdeham dan bertepuk tangan kecil. Elea juga mengangguk-angguk paham, para wanita di sini memang sudah tampak dewasa semua, sesuai dengan umur mereka. Elea jadi sedikit khawatir bagaimana reaksi mereka semua ketika ia menyebutkan umurnya nanti.

"Aku Freya, umur 28."

"Aku Grace, umur 30."

"Bohong." Arabella langsung menyahut, ia tertawa dan jari telunjuknya mengacung ke arah Grace. "Kau sama sekali tidak terlihat wanita berumur 30, kau kelihatan seperti 25!"

Grace. Wanita dengan kulit kecoklatan itu memang tampak tidak cocok dengan umurnya, ia terlihat jauh lebih muda. Tidak heran jika ada yang komplain dan menuduhnya berbohong seperti Arabella.

"Tidak." Grace menggelengkan kepalanya. "Aku kelahiran tahun 92, jadi ya sudah 30 di tahun ini."

"Kau awet muda kalau begitu," celetuk Kevin yang disambut ucapan terima kasih oleh Grace.

"Okay, selanjutnya aku." Arabella tersenyum pura-pura sombong. "Perkenalkan, aku Arabella dan umurku 26 tahun. Sepertinya aku yang termuda, ya." Dan senyuman pura-pura sombongnya semakin melebar hingga ia tertawa.

"Kita belum mendengar perkenalan diri seseorang lagi, by the way." Azalea menginterupsi, menyurutkan senyuman Arabella.

"Ehem." Elea berdeham pelan, tiba-tiba ia gugup karena semua mata mengarah padanya, ia juga membasahi bibirnya yang terasa kering sebelum berbicara. "Aku Elea, umurku 23 tahun."

"Apa kubilang!" Azalea menepuk tangannya dan tertawa cukup kencang, menertawai percaya diri Arabella yang terlalu tinggi tadi dan juga tampang lesunya karena mengetahui fakta jika ia bukan yang termuda.

"Hanya beda tiga tahun, tidak begitu jauh," ujar Elea menghibur Arabella.

"Benar." Grace melipat tangannya didepan tubuhnya. "Bagaimana pula denganku yang bedanya sampai tujuh tahun?"

"Okay okay." Arabella mengibaskan lengannya pelan. "Aku tidak apa. Ya walaupun sebenarnya menjadi yang termuda itu menyenangkan. Tapi kalian tidak usah khawatir, aku tidak iri, hanya saja sudah merasa tidak muda lagi."

Azalea terkekeh dan mengalungkan lengannya ke leher Arabella. Mereka tampak sudah dekat dalam waktu singkat. "Kau denganku juga masih muda dirimu. Jadi tidak usah dipikirin. Umur hanya angka, tidak begitu penting. Lihat, kita semua berbeda umur, tapi wajah hampir sama, kan? Tidak berbeda jauh."

Arabella tahu itu, hanya saja ia tipe orang yang begitu peduli dengan angka umur. "Okay. Sekarang giliran para pria yang mengenalkan diri. Ayo cepat, aku tidak sabar mengingat nama kalian masing-masing." Dan mood Arabella berubah dengan sangat cepat menjadi ceria kembali.

Lima pria yang berdiri didepan para wanita ini mempunyai pesona yang tak tertahankan, kelimanya punya bentuk tubuh yang bagus juga wajah yang rupawan, sepertinya mustahil mereka bisa melewatkan empat belas hari ini tanpa menaruh hati pada salah satu diantara pria itu.

"Aku akan mulai," ujar pria yang memakai kemeja bermotif daun khas musim panas. "Aku Theo, tahun ini 29 tahun."

Grace membuka mulutnya dan mengangguk. "Aku harap diantara kalian ada yang lebih tua dariku," gumamnya dan disambut gelak tawa.

"Pasti ada." Freya mengusap pelan lengan Grace.

"Adrian. Umur 27. Senang bertemu kalian semua." Adrian memberi senyum manisnya, sepertinya senyum itu adalah senjata andalannya.

"Kevin. 30 tahun." Pria ini menatap Grace, matanya bersinar jenaka. "Kita seumuran."

"Akhirnya!" Grace mengepalkan tangannya di udara, hampir berteriak saking senangnya. "Oke lanjutkan," ujarnya ketika kegirangannya usai, ia juga terkikik kecil kemudian.

Pria yang berdiri disamping Kevin adalah pria yang tadi mampu membuat darah Elea berdesir. Pria berkemeja putih yang tampaknya akan menjadi yang terpopuler di sana. Ia baru mau berbicara saja sudah dinantikan oleh beberapa wanita.

Arabella dan Freya terang-terangan menunjukkan ketertarikan mereka, mata mereka tidak bisa lepas dari sosok pria itu, sudut bibir mereka juga tertarik dan tangan yang saling meremas, mungkin tidak sabar mendengar nama dari pria yang berhasil menangkap hati mereka dalam sekali pandang.

"Semoga diatasku, please." Arabella bergumam begitu pelan, hingga hanya dirinya yang mendengar.

"Aku Ethan."

Dan sudut bibir Arabella juga Freya semakin tertarik ke atas setelahnya.

"27 tahun."

Arabella tidak mampu lagi menahan sudut bibirnya hingga akhirnya tertawa, sedangkan Freya sebaliknya. Senyum Freya surut menyadari fakta jika Ethan satu tahun di bawahnya. Tapi bukankah umur hanya angka? Lagipula hanya berbeda satu tahun, tidak begitu jauh. Freya membangun kembali sisi percaya dirinya dan masih berada di tujuan awalnya, mendekati Ethan.

"Ethan. Bisa aku bertanya?" Theo tiba-tiba bersuara, ia menatap Ethan dengan mata penasaran. "Siapa diantara para gadis ini yang paling memikatmu? Siapa yang paling ingin kau dekati setelah ini?"

"Hey pertanyaan apa itu?!" Grace berseru. "Akan lebih cocok jika para wanita yang bertanya, bung."

"Aku kan hanya penasaran." Theo menjawab cukup cuek, sembari menyesap minuman dari gelas di tangannya.

Sementara itu, Ethan berpikir sebentar dan bibirnya yang berwarna soft pink itu tertarik. "Apa aku boleh menyebutkannya?" tanyanya balik.

"Tahan dulu." Kevin menepuk dada Ethan. "Kita akan bicarakan nanti. Aku rasa ini akan menarik karena diantara kita, pasti ada yang suka dengan gadis yang sama."

Keheningan menyambut setelah Kevin menyuarakan pendapatnya. Max yang tahu hal itu tidak boleh berlangsung lebih lama pun akhirnya membuka suara melanjutkan perkenalan diri yang sempat tertunda.

"Jadi, aku yang terakhir, kan?" Max menatap semuanya sesaat. "Aku Max. 28 tahun. Salam kenal."

Semua bertepuk tangan, tapi ada seseorang yang bertepuk tangan sedikit lebih keras dan juga senyum yang mengembang lebar. Dia adalah Azalea. Wanita itu sedari awal memang sudah tertarik pada Max, dan ia sangat bersyukur usia Max masih berada di atasnya.

"Sekarang, bagaimana?" Theo mengutarakan kebingungan yang lainnya. Masih tidak ada aba-aba dan mereka juga tidak bisa berbuat seenaknya.

"Halo, semua."

Suara yang tiba-tiba terdengar entah dari mana itu mengejutkan mereka semua. Mereka mengedarkan pandangan kesana-sini mencoba mencari seseorang itu, tapi tidak ketemu.

"Siapa yang berbicara?"

Elea memicingkan matanya ke satu benda berwarna putih berbentuk tabung yang diletakkan di sebuah meja kecil. "Apa mungkin itu?" gumamnya menunjuk benda tadi.

"Em okay ... jadi kita dikendalikan oleh sebuah pengeras suara?" Azalea mengernyit, tampak tidak yakin dengan apa yang dilihatnya.

"Silahkan masuk ke dalam vila. Tentukan siapa pasangan tidur kalian. Dan jangan lupa, cek kotak surat yang ada didekat pintu masuk."

"Ayo. Ikuti saja apa arahannya." Adrian melambaikan tangannya, ia juga mengambi langkah pertama dan kemudian diikuti oleh yang lainnya.

"Astaga aku sangat bersemangatt!" Arabella mengguncang kecil tubuhnya dengan tangan yang mengepal. "Kau tidak begitu, Elea?" tanyanya kemudian pada Elea yang berjalan bersisian dengannya.

Elea menggerakkan bola matanya melirik Arabella. Jujur saja, Elea tidak merasa ia begitu bersemangat. Sebaliknya, ia malah khawatir. Khawatir karena sedari tadi sejak ia datang kesini, jantungnya tidak berhenti berdebar kencang. Elea jadi bertanya-tanya apa ia punya riwayat penyakit jantung, mungkin?

"Elea? Kau dengar tidak?"

"Aku merasa biasa saja."

Mata Arabella yang tadinya melengkung berubah jadi datar mendengar jawaban Elea. "Jangan begitu. Kau sekarang ada di pulau yang isinya banyak pria seksi. Jangan sia-siakan itu. Oke?"

Elea hanya menarik nafas panjang tanpa menjawab lagi. Ia menyentuh pelan dadanya dan masih berdebar. Tangan mengepal, memukul pelan dadanya juga debaran itu tak kunjung hilang. Sampai tiba-tiba Elea merasa ada sesuatu yang menyangkut di rambutnya. Ia kemudian berhenti sejenak dan menoleh ke belakang. Dan cukup terkejut mengetahui Ethan berdiri tepat di belakangnya dan memberi senyum tipis padanya.

"Aku suka rambutmu."

Ujaran Ethan itu membuat Elea sadar kalau ternyata Ethan lah yang memelintir ujung rambutnya, dan hal ini bukan pertanda baik karena setelahnya debaran jantung Elea semakin menggila.

"Aku dengar ranjang yang ada di kamar itu ada lima. Kau sudah menentukan akan tidur dengan siapa?"

Sebenarnya nada bicara Ethan terdengar biasa, tapi entah kenapa Elea tidak tahan mendengarnya. Seperti ada yang berat didalam suara itu. Dan sepertinya bukan hanya jantung Elea yang bermasalah sekarang, tetapi telinganya juga.

"A-aku tidak tahu. Mungkin bersama Arabella," jawabnya asal, yang padahal Arabella sendiri yang mengatakan kalau mereka harus bersenang-senang di sana. Dari kalimat itu, sudah pasti Arabella akan memilih seranjang dengan seorang pria.

Ethan sendiri mengangguk kecil, matanya yang berwarna abu gelap menatap Elea dengan lekat dan bibirnya menipis membentuk senyum kecil. Kedua mata Ethan sebetulnya sudah bisa menggambarkan jika Ethan pun tertarik pada Elea.

Elea sendiri menyembunyikan tangannya di belakang punggungnya. Telapak tangannya basah karena keringat, belum lagi kegugupannya yang amat sangat hingga ujung jari kelingkungnya bergetar kecil.

"Baiklah kita masuk saja."

Elea mengangguk kaku. "A-ah iya." Elea lalu berbalik dan berjalan cepat. Wajahnya mengernyit merasa malu dengan dirinya sendiri. Ia menyentuh pipinya yang terasa lebih panas dari cuaca yang terik saat itu.

Sedangkan di belakang, Ethan masih berdiri di tempatnya. Dahinya mengernyit samar dan ia menghela nafas melalui mulutnya sebelum bergumam kecil dengan bibir tertarik, "Aku jadi ingin menciumnya."

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status