Share

Bab 4. Pembullyan!

“Aku akan menikah dengan pembantuku, Niko Pram.”

Usai menyetujui penawaran itu, Echa langsung melangkah pergi tanpa pamitan. Hatinya benar-benar hancur, merasa hidupnya sudah berakhir. Dia terpaksa mengorbankan masa depannya demi menyelamatkan nyawa Papanya.

Sarah dan Tessa tersenyum penuh kemenangan. “Dengan begini, keluarga mereka tidak akan pernah bangkit meski Om Fikram pulih.”

Tampak sekali, keduanya tidak sabar ingin menyaksikan penderitaan Echa dan keluarganya di hari-hari berikutnya.

Sementara itu, di tempat lain, Niko sedang berdiri di dekat tembok dan menatap nyalang pada teman-temannya yang menertawakan dirinya. 

Fenomena ini sudah tak asing baginya. Selama 4 tahun kuliah, cibiran dan hinaan sudah biasa dia dapatkan.

“Dasar anak yatim! Aku masih heran, kenapa kamu bisa sampai lulus dari kampus elit ini, padahal kamu cuma pembantu rumah tangga.” Aldi menatap Niko dengan pandangan mengejek.

“Mungkin dia ada pekerjaan sampingan jadi gigolo,” sahut Dito yang disambut tawa keras oleh teman-teman lainnya.

“Diam, kalian. Tuduhan kalian sungguh kejam. tidak mungkin Niko jadi gigolo.” Yono membela Niko.

Niko tidak merasa terharu sedikitpun dengan pembelaan Yono, karena tahu itu hanya berpura-pura dan sebentar lagi kalimat sampah pasti akan keluar dari mulut laki-laki itu.

“Loh mungkin saja. Coba cek hp-nya, pasti banyak nomor Tante-tante yang jadi langganannya.” Aldi merasa tidak terima.

“Ayolah, mikir. Secara logika mana ada tante-tante yang mau sama cowok menjijikkan seperti Niko!” jawab Yono, dan seketika tawa di tempat itu kembali pecah.

Niko menahan napas saat mendengar kalimat menyakitkan itu. Dia menatap tiga serangkai yang paling vokal menghinanya. Teman-teman lainnya yang ada di sana tidak ada satu pun yang benar-benar membelanya, bahkan ikut serta menertawakan dirinya.

Di kampus ini hampir seluruh mahasiswa berasal dari keluarga berada, terkecuali Niko. Alhasil, setiap hari dia selalu menjadi sasaran pembuliaan teman-temannya. Beruntungnya ada satu-satunya orang yang menjadi sahabatnya tanpa memandang status, dan orang itu adalah Agus. Tapi sayang hari ini Agus berhalangan hadir.

“Masalahnya orang miskin kayak dia gak mungkin bisa lulus kuliah kalau hanya mengandalkan gaji kecilnya sebagai pembantu.” Dito berdecih sinis. “buktinya dia sering bolos kuliah. Bisa saja ‘kan bolos demi memenuhi panggilan dari nenek-nenek.” 

Semua temannya mengangguk, menyetujui pernyataan Dito. 

“Nah kalo itu baru aku percaya. Cuma nenek-nenek bau tanah yang mau menerima service dari si curut ini.” Senyum mengejek muncul di bibir Yono. Mereka pun semakin tertawa lebar.

Niko hanya bisa menghela napas. Yang sebenarnya terjadi selama 4 tahun kuliah sering absen karena terikat dengan aturan keluarga Echa. Dia boleh pergi ke kampus jika pekerjaannya selesai, dan tenaganya sebagai sopir tidak dibutuhkan di hari yang sama.

“Sudah selesai? Aku mau pergi!” Niko tampak mulai  kesal.

Niko bergerak maju, tetapi tiga serangkai itu menghalangi jalannya.

“Minggir! Jangan menggangguku.” Eskpresi Niko semakin dingin.

“Kalau kami tidak mau, kamu mau apa?!”  tanya Aldi dengan nada mengejek. “kamu tak lebih dari seekor anjing yang menggonggong.”

Aldi kemudian memberi kode tatapan pada Dito dan Yono. Kedua orang itu mengangguk.

Dito melangkah maju. Dia menarik kerah kemeja yang dikenakan Niko, akan tetapi dia langsung melepaskan dan menjauh dari Niko sambil menutup hidungnya.

“Sialan! Sorry aku gak kuat terlalu dekat dengannya …” Dito tiba-tiba mual dan meludah ke tanah. “baunya lebih parah dari bangkai.”

Sontak semua orang yang ada di sana tertawa keras. Bahkan mereka kompak menutup hidung dengan memandang Niko seolah-olah melihat sesuatu yang menjijikkan.

“Dito, aku sarankan kamu cepat cuci tangan biar kuman yang ada di tubuhnya tidak menularkan penyakit mematikan padamu.” Aldi tertawa.

“Ah aku jadi takut nanti terkena infeksi,” ucap Dito.

“Cuci pakai air biasa saja tidak cukup, kamu perlu ramuan ajaib untuk mensterilkan kulitmu biar tidak terinveksi,” sahut Yono, dan seketika mereka kembali tertawa keras.

Niko memejamkan matanya saat mendengar kalimat yang sekian kalinya menyerang personalnya.

“Sebentar …” Aldi mengangkat tangan untuk meminta mereka berhenti tertawa, kemudian matanya memandang Niko remeh. “Hidupmu bahkan tidak sebaik seekor anjing. Tapi aku bisa loh memperbaiki masa depanmu. Jadilah babuku … Gaji dan insentif sebulan yang aku terima di WARA Corp sudah cukup menggajimu selama setahun.” 

Aldi sengaja menyombongkan diri, dan benar saja semua orang tampak melongo.

“WARA Corp?” 

WARA Corp adalah perusahaan sektor barang konsumen terbesar nomor 1 di Nusantara dan nomor 3 di dunia. Tentu siapapun yang menjadi bagian dari WARA CORP, mereka otomatis akan disegani dan dihormati semua kalangan.

“Kok bisa? Gimana caranya?” Yono keheranan, begitu juga dengan teman lainnya. Pasalnya ada seleksi ketat untuk bergabung dengan WARA Corp.

“Ya, dong. Kecerdasanku di atas rata-rata. Jadi perwakilan WARA Corp merekrutku tanpa seleksi.” Wajah sombong Aldi semakin jelas terlihat, kemudian tatapannya bergeser ke arah Niko. “kutawar harga dirimu sebesar 4 juta sebulan. Gimana?”

Melihat Niko masih terdiam, Aldi mendecakkan lidah, “Boleh sih asal kamu sekarang mau mencium sepatuku.” 

“WARA Corp, ‘kan?” tanya Niko pada laki-laki itu. Nadanya terdengar datar.

“Iya, cepat cium sepatuku seribu kali.” Aldi semringah. Begitu juga dengan semua orang yang mengira laki-laki miskin seperti Niko sudah pasti tak akan menolak penawaran itu.

Niko merogoh ponsel di saku celananya. Dia mengecek email yang berisi daftar aset milik Bakhi Group.

Niko tersenyum kecil saat memastikan bahwa WARA Corp adalah milik Bakhi Group. Namun, dia tidak akan mengungkapkan kebenaran bahwa orang miskin yang berdiri di hadapan mereka adalah sang pemimpin baru WARA Corp.

“Maaf aku tidak tertarik sama sekali. Aku mau pergi, minggir.”  Ekspresi Niko begitu datar.

Mereka pun menghentikan tawanya, kaget mendengar respon Niko. Apakah laki-laki itu benar-benar bodoh atau berlagak bodoh?

“Siapa kamu berani nyuruh kami? Ngaca dong.” Aldi berdiri sambil bersidekap dada. “Aku udah baik hati loh mau bantuin!” 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status