Share

Tamparan

Tak bisa berkata apapun, sosoknya begitu berbeda dari biasanya.

“Ya ampun aku lupa kalo hari ini tuh pelajaran olahraga, mana gak bawa seragam pula, aduh gimana nih?” Gumam Nadya pelan sembari memijit pelipisnya dengan perasaan frustasi.

“Padahal baru dikasih tau kemarin, ko udah lupa aja sih,” rutuknya lagi untuk yang kesekian kalinya.

Masih dengan perasaan yang sama, Nadya terduduk lemas di kursi kayu miliknya. Berpikir keras mengenai alasan apa yang akan digunakannya di situasi seperti ini.

Disaat Nadya tengah sibuk berpikir, tiba-tiba segerombolan siswa berseragam putih abu memasuki ruang kelasnya.

“Hah olahraganya udah selesai?” Nadya bangkit dengan cepat sambil bertanya bingung melihat apa yang tengah teman-temannya itu kenakan.

“Hari ini guru rapat, kamu gak baca informasi tadi malem?” Salah satu dari mereka bertanya balik menanggapi ucapan Nadya barusan.

“Lah berarti jamkos dong?” Tanyanya lagi masih terheran-heran.

“Dahlah nih otak nenek-nenek, pikun mulu elah.” Dengan perasaan berkecamuk Nadya pun melangkah pergi menuju ke perpustakaan untuk menghilangkan segala bentuk kekesalannya.

“Apa hari ini hari sial ku ya?” Tanyanya pada diri sendiri dengan kaki yang terus bergerak.

••••

Kedua kaki beralas sepatu hitam putih itu menuntunnya untuk melihat berbagai buku yang selalu berdiri kokoh dibarisan belakang. Tak lama kedua mata indahnya itu melebar ketika menangkap sebuah objek yang berhasil membuat jantungnya memompa cepat.

Lelaki tampan dipojok ruangan, ungkapan yang pas untuk peristiwa hari ini.

Nadya masih sibuk memandangi sosok yang dengan gagahnya bersandar pada sebuah rak tua.

“Gini ya rasanya mencintai pria tampan macam dia!”

“Yakin deh aku beneran udah jatuh cinta,” batinnya terkekeh geli.

Dalam sekejap kekesalan yang sedari tadi mendera itu melebur begitu saja. Moodnya pun kini sudah berubah seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya. Tanpa henti Nadya menatap sesosok manusia yang lagi-lagi mengeluarkan aura memabukkan.

“Ah aku benar-benar mencintainya!” Lagi dan lagi bantinnya terus saja berucap.

“Lelaki idaman yang selama ini aku cari!” Tanpa sadar Nadya berucap sedikit keras, hingga membuat lelaki tampan itu tersadar dan melepaskan pandangannya yang sedari tadi menelusuri berbagai tulisan.

Pemilik wajah rupawan itu pun melihat ke sekeliling untuk mencari tau sumber suara yang baru saja didengarnya. Namun sayang, dia tak menemukan apapun. Karena sosok Nadya sudah menyembunyikan tubuh rampingnya itu dibalik tumpukan buku yang menggunung.

“Haduh ceroboh sekali,” tangannya terulur untuk menekan pelan kening yang sudah dibajiri oleh keringatnya sendiri. Tentu saja karena takut persembunyiannya akan terbongkar.

“Untung perpusnya rame, karena jamkos kali ya?” Nadya berpikir sesaat.

Beberapa menit berlalu dengan Nadya yang masih berdiam diri. Hingga akhirnya ia keluar dari persembunyian itu dan mulai bersikap seolah tak terjadi apapun.

“Bagus, kan kalo gini gak bakal ketauan,” gumamnya kembali tersenyum cerah.

Tak lama Nadya kembali melangkah meninggalkan perpustakaan tanpa membaca satupun buku yang menjadi tujuannya.

“Kenapa aku baru jatuh cinta sama dia ya?”

“Bukannya aku sudah mengenalnya sejak lama?” Lagi lagi dia bertanya pada dirinya sendiri. Entah siapa yang akan menjawab pertanyaan yang baru saja ia lontarkan itu.

••••

“Alasan yang sama, karena jamkos!” Nadya berucap lesu ketika melewati lapangan utama yang kini tengah ramai dipenuhi beberapa gerombolan siswa.

Ya itu benar, Nadya merupakan gadis yang paling benci dengan keramaian dan keributan disekitarnya.

“Disini rame banget.” Kaki jenjangnya pun kembali bergerak pergi meninggalkan lapangan menuju taman belakang, tempat tersepi disekolah tercintanya ini.

Langkah demi langkah dilaluinya, hingga sampailah ia ditaman yang kini menjadi tempat kunjungannya.

Sepi dan sunyi, dua hal terfavorit dalam hidup seorang gadis berusia tujuh belas tahun itu.

Taman rindang yang dipenuhi dengan berbagai jenis bunga serta pepohonan tersebut hanya dinikmati oleh segelintir siswa yang tengah mengisi waktu luangnya.

Pertama kali Nadya mengetahui tempat ini dari Frida sahabatnya. Saat itu mereka masih duduk dikelas satu SMA. Ketika Nadya tersenyum muram, sosok Frida datang mengunjunginya dan mulai menuntun Nadya agar melangkah bersama dengannya. Karena heran Nadya pun bertanya akan pergi kemana. Namun lagi-lagi Frida tak menjelaskan apapun, ia hanya mengatakan bahwasanya Nadya pasti akan menyukainya.

Setelah hari itu, taman inilah yang menjadi tempat favorit kedua bagi Nadya saat tak ada jam pelajaran setelah perpustakaan sekolah tentunya.

****

Nadya terduduk disebuah bangku kayu yang dinaungi oleh pohon rindang. Tentu saja rasanya sangat sejuk dan menyegarkan.

“Ah aku lupa beli minum pula,” ucapnya pelan kemudian bangkit dari duduknya.

Kakinya kembali melangkah pergi meninggalkan kesunyian mengikuti setiap keinginannya. Namun tiba-tiba pandangannya dikejutkan oleh dua manusia yang kini tengah berdiri berhadapan beberapa meter dari tempatnya mematung.

“Itu Rida kan?” Tanya Nadya sembari memastikan penglihatannya.

“Sama siapa? pacarnya?”

“Tapi kalo iya ko gak ngasih tau aku sih?” Pertanyaan itulah yang kini mulai berputar dalam pikirannya.

“Em kayanya aku pernah lihat postur tubuh itu deh, tapi dimana ya?” Nadya mengerutkan keningnya sambil mengingat sesuatu. Langkah kakinya pun berjalan mendekat agar bisa memastikan dengan jelas.

Plaaak...

Belum juga reda rasa keterkejutannya itu, dengan amat sangat tiba-tibanya Frida menampar pria yang kini tengah memegang pipi kirinya.

“Kenapa?” Gumam Nadya pelan dengan ekspresi yang tak bisa diartikan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status