Alano telah pergi dari rumah.Sudah setengah jam berlalu, Elrissa gelisah di dalam rumah. Namun, perasaan itu memudar ketika sadar ada pembantu yang membersihkan rumah setiap hari. Ini adalah jam mereka datang untuk bersih-bersih.Ada tiga pembantu, dua wanita, dan satu pria yang diberikan akses masuk ke rumah melalui pintu belakang. Mereka sudah dipercaya oleh Alano selama bertahun-tahun untuk memegang kunci.Dua wanita pembantu berusia empat puluh tahunan yang mengurus kebersihan dari lantai dasar hingga atas, sedangkan satu pria pembantu bertugas memeriksa keamanan listrik dan elektronik lain.Rutinitas ini selalu ada setiap hari, mereka datang dan pergi seperti hantu. Baru kali ini saja, Elrissa mengintip kinerja mereka.Ketika dia melihat tiga pekerja itu sudah selesai dengan pekerjaan mereka, satu orang telah membuka kunci pintu belakang, hendak keluar. Seketika itu pula, Elrissa berteriak, "ah!"Jelas saja, mereka panik dan kembali masuk ke dalam, menuju ke sumber suara yaitu r
Elrissa tidak tahu kemana Alano pergi. Niat awal adalah mendatangi tempat kerja Bella, tetapi urung ketika dia sadar tidak membawa banyak uang tunai.Alhasil, dia menaiki taksi dengan tujuan adalah ke rumah. Dia ingin mencari buku tabungannya, agar bisa melaporkan ke pihak bank kalau kartu debitnya hilang ketika dia tenggelam."Kebuka? Aneh banget, apa kemarin aku lupa menutup tirainya?" Elrissa heran dengan tirai jendela depan rumah yang terbuka.Tanpa memikirkannya lagi, dia langsung masuk ke dalam kamar tidur. Disitu, dia merasa asing.Seluruh tembok sudah dicat ulang putih bersih. Dia tidak ingat kapan mengecat ulang tempat ini. Tetapi, harusnya banyak catatan terpajang di tembok.Dari mulai foto-foto sampai pengingat kerja. Tetapi, sekarang sangat bersih. Tidak ada apapun kecuali jam dinding."Alano membersihkan rumahku? Kapan?" Elrissa mencoba mengingat-ingat.Hanya saja, tidak ada ingatan yang melintas. Iya, seakan telah hilang permanen. Sekalipun sudah mendapat penanganan dokt
Perasaan Elrissa terluka. Dia ingin menangis sejadi-jadinya. Dia tidak tahu, apa mungkin ini salahnya karena mengenalkan Alano dengan temannya? Apakah salah mengenalkan teman wanita? Kenapa mendadak seperti ini?Jauh di lubuk hatinya, dia yakin— tidak mungkin Alano berselingkuh. Lalu, kenapa pria itu diam-diam mengajak jalan berdua dengan Bella?Bella masih diam saja di depan Elrissa, melihat reaksinya. Dia tidak merasa bersalah. Perasaan dengki dalam hatinya terlalu besar. Enak saja Elrissa mendadak bisa mendapatkan pria kaya raya?Elrissa meliriknya tajam. Dengan menahan air mata, dia bertanya, "berapa kali kalian jalan di belakangku?""Berkali-kali, dia bahkan mengantarkanku pulang, selalu memberikan hadiah saat bertemu denganku.""Pembohong!“"Terserah mau percaya atau enggak, kamu sendiri yang tanya, aku cuma jawab, kok.""Kamu nggak malu ngomong kayak gitu? Aku teman kamu, dan kamu malah jalan sama suamiku? Bangga sekali kamu kayak gini?”"Memangnya kenapa aku jalan sama suami b
Elrissa melempar ponselnya ke atas ranjang. Barusan, dia telah mendapatkan telepon dari Alano, tak sepatah kata pun terlontar dari mulut. Kini, dia duduk di kursi sambil mengusap air mata dengan tisu atas meja."Siapa itu Daniel? Apa aku memang punya hubungan sama dia? Tapi kenapa dia nggak menemuiku? Di mana dia? Kenapa dia menghilang? Apa pria bernama David waktu itu berkata benar, dia sepupunya Daniel? Tapi, Alano ...." Dia merasa bimbang. Sebenarnya ada apa ini? Siapa yang benar? Apa yang terjadi dalam beberapa bulan belakangan? Apa hubungannya dengan Daniel?"Alano ... juga nggak mungkin berkhianat ...” Dia menangis lagi kalau ingat suami yang dia percayai itu jalan dengan temannya sendiri.Terlalu banyak yang dia pikirkan, kepala jadi semakin pusing. Ingatannya juga tak kunjung kembali. Apapun yang dia lakukan, mendapat perawatan dari dokter pun, tidak ada yang berhasil membuatnya ingat.Tak lama kemudian, langkah kaki seseorang terdengar mendekat ke ruangan itu.Alano.Dia be
Alano kesal. Dia tidak mengira akan bertengkar hebat dengan Elrissa hanya karena wanita lain. Ini adalah masalah yang tidak penting sama sekali. Begitulah pikirannya. Meski demikian, dia sadar diri kalau bersalah. Bagaimana pun, dia sudah jalan-jalan dengan wanita lain di belakang Elrissa. Apapun alasannya, ini tetaplah hal yang salah. Entah sudah berapa jam, dia hanya bisa duduk di depan pintu kamar Elrissa sambil tertunduk lesu. Dia khawatir dengan kondisi Elrissa yang tak mau keluar kamar— padahal waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Sekarang waktunya makan malam. Dia memberanikan diri untuk mengetuk pintu, lalu berkata, “Sayang— ayo kita makan malam dulu. Aku buatkan sesuatu untuk kamu, ya?” Dari dalam, Elrissa menjawab, "nggak perlu." "Oke, aku buatkan." Alano berkata demikian, lalu pergi ke dapur. Dia tak peduli dengan sifat keras kepala Elrissa kalau sudah masuk urusan makan. Seharusnya di dapur ada makanan karena beberapa hari, Bella ada disini. Mengingat Bel
Keesokan harinya ... Jam dinding sudah menunjukkan pukul empat pagi. Cuaca sudah agak lebih baik daripada semalam. Elrissa bangun tidur dengan kondisi seluruh sendi tubuh nyeri, sakit semua. Selain itu, wajahnya memerah, terutama di bagian hidung. Saat dia bangun, kepalanya terasa berputar-putar. Dia tetap nekad untuk turun dari ranjang, lalu menggeledah tasnya untuk mengambil sebotol obat pemberian dokter. Baru setelahnya, dia keluar dari kamar. "Reno?" panggilnya lemah. Reno tinggal sendirian di rumah ini, belum menikah. Dia selalu bangun lebih awal untuk menyiapkan segalanya. Dia menghampiri Elrissa. Tanpa basa-basi, dia memeriksa suhu kening wanita itu dengan punggung tangan. "Kamu demam, sudah pasti gara-gara kena hujan kemarin. Mending kamu tidur dahulu, aku buatkan sup hangat." "Enggak, aku nggak boleh lama-lama di rumah kamu juga, nggak etis. Aku mau minum saja, ini waktunya minum obatku." "Obat?" "Ini ..." Elrissa menunjukkan botol berisi obatnya. "Aku 'ka
Alano membawa Elrissa yang pingsan kembali ke rumahnya. Dia memeriksa kondisi wanita itu, dan yakin seratus persen ini demam akibat kedinginan.Dengan setia, dia merawat Elrissa yang terbaring di atas ranjang.Sambil menunggunya bangun, dia mencari tahu dokumen tentang dokter bernama Reno itu. Dia baru tahu kalau pria itu adalah teman Elrissa."Gawat." Dia merasa posisinya terancam dengan keberadaan pria itu. "Si brengsek itu ..."Entah apa saja yang sudah diceritakan pria itu pada Elrissa semalaman.Apa yang sudah mereka bicarakan? Dan apa yang mereka lakukan? Apakah Elrissa terlalu dekat dengannya? Apakah sungguh hanya teman?Pikiran Alano dibuat runyam. Dia terus memeriksa informasi apapun tentang Reno.Mau tidak mau, dia harus mendekati pria itu nanti. Iya, demi menghindari konflik di kemudian hari."Pria itu pasti kenal Daniel.” Alano menutup laptopnya, puas mencari tahu tentang pria itu.Bertepatan dengan itu, dia melihat Elrissa sudah bangun.Elrissa masih lemas. Dia memgenali
Elrissa hanya beristirahat sepanjang hari. Demamnya sudah turun, tapi dia belum merasa baikan. Dia tidak mau melakukan apapun untuk sekarang. Lidahnya juga tidak bisa merasakan apapun. Bosan dan tidak ada yang bisa dilakukan.Sementara itu, Alano menghabiskan waktu dengan berada di gym yang ada di lantai dua, tak jauh dari kamar tidurnya dengan Elrissa.Area fitness pribadi itu memiliki peralatan yang cukup lengkap. Dari treadmill, sepeda statis, lat pulldown machine dan lain-lain.Alano fokus di latihan pulldown machine, alat fitness yang berfungsi untuk meningkatkan massa otot.Sudah lima belas menit dia duduk di depan mesin kabel pulldown, dan menarik palang mesin itu naik turun.Berkat rutin latihan itulah, otot sayap atau punggung terlihat sangat bagus. Postur tubuhnya juga selalu kelihatan tegap. Dia selalu mengutamakan kesehatan fisik dan bentuk fisik.Pembantu pria yang biasanya memeriksa kelistrikan datang menghadapnya. "Tuan, saya sudah mengganti kenop pintu depan dan belaka