Share

[4] Kasihan, Mana Masih Muda!

“Mel! Lo bukannya pernah cerita ya, kalau bokap lo ada kenalan dukun sakti. Bisa nggak Mel, lo ajakin gue kesana?!”

Lolita mengguncang-guncang lengan Melisa. Jalannya sudah buntu, mungkin satu-satunya cara untuk dapat meluluhkan hati Adnan memang melalui dukun sakti. Bukannya malah sok menjadi dukun seperti yang selama ini dirinya lakukan.

Please, bawa gue ya Mel!”

“Heh! Dugong! yang bener aja lo! Bokap gue aja udah pensiun, kenapa jadi giliran lo, yang sukarela, buat jadi human yang tersesat!”  

“Kepepet, Mel. Tuhan pasti maklum! Gue kan hamba yang tidak berdaya!”

“Si Dodol!” Melisa tak bisa menahan tangannya untuk tidak menoyor kepala Lolita. Mana ada gadis setambeng sahabatnya ini. Sudah diperlihatkan kenyataan, matanya tetap saja buta, tak mau mengakui kekalahannya.

“Pake cara yang bener-bener aja sih, Lol! Kena azab lo ntar!”

Bukan apa-apa ya.. Jika Lolita terkena azab, dirinya pun pasti ikut merasakan pedihnya teguran dari Sang Maha Kuasa itu. Secara Lolita kemana-mana selalu bersamanya.

Kalau diazabnya melalui petir disiang bolong, gimana dong? Masa iya, gosong berjamaah!

Nehik!

Melisa lebih baik menyadarkan sahabat bebalnya ini agar menyerah saja dalam urusan perdukunan.

“Mel, lo tega liat gue merana-gegana cuman gara-gara Bang Adnan?! Gue masih mudah loh, Mel!”

“Lo serius tanya ke gue, Lol?”

Lolita menganggukkan kepalanya. Ya bertanya pada siapa lagi, orang yang sedang bersamanya jelas-jelas hanya Melisa seorang.

“Kalau gue sih yes!

“Anjrotlah, lo, Mel! Jadi temen nggak ada setia-setianya!” Dumel Lolita. Ia kan hanya meminta diantarkan ke dukun, bukan meminta nyawa sahabatnya. Kenapa rasanya sulit sekali ya?! Toh dirinya tidak akan menjadikan Melisa tumbal juga, jika pertumbalan itu memang diadakan sebagai syarat.

“Nggak ketolong lo, Lol! Asli! Gue makin gemes, pengen banget nge-goreng jantung lo!”

Auf! Atit! Jangan! Nanti kalau gue metong, Bang Adnan kangen!”

Melisa memegangi dadanya, shock. Kasihan Lolita, mana masih muda, tapi sudah memiliki gangguan separah ini.

“Nyet, ayo nyari tempat duduk kita. Wajib dikeker nih! Takutnya calon laki gue dijampi-jampi sama itu Mbak-Mbak.”

Realy?

Bukannya kebiasaan ingin menaburkan permagisan itu adalah Lolita?

Wah, kaca di rumah Lolita tampaknya sudah memburam dan perlu sekali untuk diganti secepatnya.

Bisa-Bisanya gadis itu tidak sadar diri.

Setelah tanpa malunya ikut bergabung pada meja yang manusianya tidak dirinya kenali, Lolita melebarkan daun telinganya selebar mungkin.

Selain menjadi dukun dadakan untuk sang calon suami dimasa depan, Lolita juga siap sedia menjadi agen mata-mata tingkat kecamatan saat diperlukan.

“Mana Mas Adnan? Ibu tuh kepo. Masa sih di zaman secanggih ini, masih ada yang pake ilmu-ilmu pelet?”

“Ib-Ibu?” Beo Lolita. Kepalanya berputar cepat, membuat rambut panjangnya terkibas. “Nyet! Ibu, Nyet! Kata lo itu ceweknya Bang Adnan?” Sergap Lolita langsung meminta penjelasan pada Melisa.

“Lah, kapan gue bilang Mbaknya ceweknya Bang Adnan?! Perasaan gue nggak ada bilang deh, Lol!

“Eh, Sat! Lo bilang begitu tadi ya! Makanya gue mau nyari dukun sakti!” Lolita bangkit dan menggebrak meja di hadapannya.

Brak!!

Kerasnya suara hantaman antara tangan Lolita yang bertemu dengan papan meja, membuat Adnan dan ibunya— sosok yang diindikasi sebagai pemenang hati Adnan, memperhatikan meja tempat dimana Lolita berdiri.

“Lolai!!” Desis Melisa. Lagi-lagi karena kebar-baran Lolita mereka kembali menjadi bahan tontonan mahasiswa lain.

“Aha!” Seseorang memekik, membuat Lolita dan Melisa kontan mencari sumber suara.

Bola mata Lolita seakan ingin terlepas dari sangkarnya saat melihat siapa gerangan yang menginterupsi perdebatannya dengan Melisa. Terlebih tatkala perempuan itu mendekat ke arah mejanya.

‘Gue nggak bakalan dirajam kan? Kok serem banget gini sih!’ batin Lolita, takut. Ia masih perawan loh, belum sempat merasakan celap-celup asoy bersama laki-laki idamannya.

“Jadi kamu ya, yang melet anak kesayangan saya?” tanya Tatiana, selaku ibunda tercinta Adnan.

“Tan-Tante, Ibunya Bang Adnan?”

“Seratus buat kamu.” Tatiana menjentikan jarinya di udara. “Kamu bener!” Serunya heboh. Adnan yang berada tak jauh dari mereka menutupi wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya.

‘Alamat rusuh!’ Pikir pemuda itu.

Menurut Adnan, ibunya tergolong wanita yang sangat unik. Disaat ayahnya marah, bahkan memintanya untuk terus beristighfar pagi tadi, ibunya itu justru merengek ingin dipertemukan dengan si pemelet.

Hasilnya?

Entahlah! Semoga saja ibunya tak berniat menjodoh-jodohkan mereka. Seunik-uniknya sang ibu, ibunya tetap seperti ibu kebanyakan. Menginginkan calon menantu yang saat waktunya tiba kelak, bisa dirinya segera lamar.

Tidak pernah terlintas dalam benak Adnan untuk dirinya menikah muda. Pengalaman buruknya saat masih duduk di Taman Kanak-Kanak membuatnya ingin menikah saat usianya sudah matang. Ia pun akan mencari sosok yang rentang usianya tak jauh berbeda dengannya. Kalau bisa malah satu pantaran.

Hal ini ditujukan agar anaknya kelak tak merasakan kesedihan yang sama, seperti dirinya dulu saat disebut sebagai anak tiri ibunya.

Kembali pada interaksi Lolita dan Tatiana, kedua perempuan berbeda usia itu kini asyik mengobrol setelah perkenalan diri yang super tiba-tiba.

“Kamu melet anak Tante di dukun mana, Lol?”

“Anu, Tan.. Belum ke dukun kok. Baru mau. Hehe..” Cengir Lolita, jujur sekali.

“Loh, kata anak Tante dia duah dipelet kamu.”

“Eh, itu.. Itu pake mantra yang Loli pikirin sendiri.” Lolita membuka mulutnya, menampilkan deretan gigi-giginya.

“Wow! Keren banget kamu! Bisa nyiptain mantra segala!”

Melisa yang mendengar obrolan keduanya menganga. Di dunia ini, ia baru pertama kali menemukan situasi seajaib yang dialaminya sekarang. Jangankan marah mengetahui anak lelakinya dipelet, orang tua kakak tingkatnya justru memuji si pemelet.

Daebak!

Impressive!

“Tunjukin dong, Loli. Gimana sih kamu waktu melet Adnan. Anggap aja Tante Adnan deh.”

“Nggak apa-apa, Tan?” tanya Lolita, takut-takut. Kalau tiba-tiba mantranya ampun kan, gawat ya! Masa naksir anaknya, eh, malah dapat ibunya.

Bisa runtuh dunia persilatan kalau begitu ceritanya!

“Tenang! Adnan aja nggak kecantol kan? Berarti ada yang salah sama mantra cinta kamu. Coba tunjukin dulu, nanti kita cari sama-sama kesalahannya.”

Dengan polosnya, Lolita pun menurut. Ia memperagakan gerakan sama persis seperti sebelumnya, melontarkan mantra yang dirinya peroleh dari alam mimpinya.

Badabum.. Badabum! Cemriwing! Wing! Buat Bang Adnan terkintil-kintil! Bwah!

“Buahahaha!!” Tatiana terpingkal sampai memegangi perutnya. Gadis yang memiliki perasaan kepada putranya ini benar-benar lucu. Adnan dijamin akan selalu terhibur jika beristrikan Lolita.

“Duh, Loli. Kok kayaknya Tante yang kena pelet kamu ya..” Ujar Tatiana.

Wajah Lolita pias. Apa yang dirinya takuti terjadi. “Tante,” pekiknya, “tapi saya cintanya sama Bang Adnan! Bukan ke Tante! Maaf ya, Tan! Loli masih straight pake banget! Nggak suka yang pelangi-pelangi!”

“Hahahahaha! Ya Allah!” Ledakan tawa kembali mengguncang kantin fakultas. Pelakunya tentu saja ibu dari Ketua BEMU yang memaksa untuk ikut anaknya kuliah.

“Tante ngerti, Tante ngerti! Hahahahaha!”

Lolita bergidik. ‘Nih orang ngerti apaan? Orang dari tadi kerjaannya ngakak mulu!’

“Bu!!” Panggil Adnan, melambai-lambaikan tangannya. Feelingnya mengatakan bahwa ini sudah tak benar. Ibunya harus segera ditarik atau dirinya akan mendapatkan sial seumur hidupnya.

“Ibu budek, Mas! Sepuluh menit lagi baru bisa denger Mas Adnan ngomong!” Ucap Tatiana, sedikit berteriak agar putranya bisa mendengarnya.

“Lolita yang cantik.. Kamu sesuka apa sih sama anak Tante?”

“Suka banget!”

Ah, persetan dengan image! Mumpung ibunya langsung yang bertanya, ya dijawab saja apa adanya. Kesempatan emas seperti ini kapan lagi datang dua kali.

“Sebanget bisa ngelakuin apa aja buat anak Tante?”

“Wah ya pasti itu, Tan!” Jawab Lolita mantap. “Sahabat saya ini nih saksinya. Saya aja abis pulang kuliah mau nyari dukun sakti. Eh, nggak itu aja sih! Kalau misal nih..” Mulut Lolita begitu lancar menjabarkan apa saja yang ingin dirinya lakukan demi Adnan. Termasuk pada agenda mencuri sertifikat rumah untuk menyogok pihak pemerintah yang mengurusi perubahan data warganya.

“Kamu bisa ngaji nggak?”

“Ih, nggak bisa, Tan. Harus banget bisa ya?”

“Iya dong, Loli! Tapi urusan itu gampang sih. Bisa belajar pelan-pelan. Tante dulu sebelum nikah sama Ayahnya Adnan juga nggak bisa.”

“Loli mau deh belajar. Asal dapetin bang Adnan.”

“Hem.. Anak yang gigih! Tante suka.” Pungkas Tatiana. “Kalau yang ini, soal jilbab. Kamu rela nggak semisal syarat utamanya harus berhijab?”

“Nggak bisa dinego, Tan? Loli belum siap. Takutnya nanti Loli didemo massa gara-gara kelakuannya nggak mencerminkan cewek berhijab.”

Tatiana terkekeh. Ia seperti melihat versi dirinya saat muda. Bedanya Lolita sedikit lebih dapat dikendalikan, dibandingkan dirinya dulu.

“Sip-lah! Asalkan akhirnya kamu mau aja.” Tatiana lalu merogoh isi didalam tas yang dirinya bawa. Tangannya mengeluarkan sebuah dompet kecil berisikan kartu-kartu.

Chat Tante, ya. Kirim alamat rumah kamu. Kalau waktunya pas, Tante bakalan dateng sama Om buat khitbah kamu.”

“Mel!” Setelah kepergian ibu pujaan hatinya, Lolita meraih tangan Melisa untuk dirinya letakkan di pipinya. “Gampar, Mel! Kayaknya gue lagi ngigo deh!”

“Lo juga, Lol! Gamparnya barengan! Masa lo ngingo, gue juga sih!” Tutur Melisa yang tidak bisa mempercayai, apa yang baru saja terjadi.

Plak!

“Anjing! Sakit!” Jerit keduanya, bersamaan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status