"Kak Bara?" Bisik Alana dalam hati.Dan ternyata Bara tidak sendiri, dia datang bersama Galih, temannya yang pernah menggoda Alana waktu itu. Sedangkan Bara setelah menangkap tangan Mischa, lalu memluntirnya. Dan kini Mischa berteriak kesakitan. "Argh! Ampun Kak Bara! Jangan kau plintir tanganku, sakiit!! Lepaskan! Aargh!!!" Teriak Mischa kesakitan. "Berani bertingkah dengan Alana lagi, nyawamu akan melayang! Ngerti kamu?" Ujar Bara sambil menatap Mischa dengan tatapan menghunus. Sedangkan Galih kini sedang mengobati Alana dengan mengusap darah yang terus menetes menggunakan tissue. "Biar aku usap sendiri, Kak Galih." Ujar Alana, yang merasa risih hidungnya di sentuh oleh lelaki asing. Meskipun sentuhan itu tidak langsung, yakni melalui tissue. Tiba-tiba sebuah mobil polisi datang, dan polisi turun untuk menangkap pelaku penganiayaan. "Jangan bawa saya, Pak. Tolong jangan penjarakan saya. Saya harus bekerja demi menghidupi ibu yang sakit-sakitan," Teriak Mischa saat polisi mem
Alana merasa ada yang aneh dengan Bara saat ini. Dia semakin perhatian meski sikap dingin dan galaknya masih melekat di dirinya. Akhirnya dia memutuskan untuk menuruti perintah majikannya itu. Istirahat agar cepat sembuh, meski penasaran masih menderanya, kenapa Bara ingin dia segera sembuh dalam waktu seminggu? Alana memang sangat lelah hari ini, karena rasa shocknya tiba-tiba mendapat perlawanan dari Mischa. "Huft, kukira kamu sudah bahagia pesta uang 200 juta, tapi ternyata masih juga menganiayaku. Mau kamu apa sih, Kak?" Ujar Alana geram. "Lama, kamu tidak tidur siang?" Tiba-tiba Bik indah masuk ke kamarnya. Alana menoleh sambil tersenyum. "Gak biasa, Bik. Kalau dipaksakan malah pusing." Jawab Alana. "Kalau disuruh istirahat sama Bos tuh lakukan saja, jarang-jarang loh ada Majikan menyuruh pembantunya tidur." "Bagi Alana istirahat tidak harus tidur kok, Bi. Lagian Alana tidak terbiasa tidur siang.""Mulai sekarang sebaiknya kamu biasakan, Alana. Karena setiap malam kamu ha
"Oh ya? Boleh tunjukkan buktinya bahwa Bu Rika ini menjual anak tirinya?" Tanya Polisi. Bara menunjukkan handphone almarhum papanya, di situ masih terdapat semua chat semasa almarhum masih hidup. Om Anton: "Hutang Abdurrahman sudah lunas, sekarang giliran hutangmu, jika kamu tidak mau membayar, maka serahkan Alana padaku."Bu Rika: "Tidak, aku tidak akan menyerahkan dia padamu. Dia sumber penghasilanku selama ini," Om Anton: "Aku akan membayarmu 200 juta, dan hutangmu kuanggap lunas."Bu Rika: "Wah, oke, Om Anton mau menikahinya kapan? Aku bakal mempersiapkan acaranya."Om Anton: "Besok aku akan membawa penghulu, beritahu bocahnya, pastikan dia harus mau, kalau tidak mau, sekap saja,"Bu Rika: "Baik."Polisi membaca cuplikan chat antara Pak Anton dan Bu Rika di hadapan semua yang ada di situ, Alana terkejut bukan kepalang, tanpa sadar dia mengepalkan tangan, dan menatap nyalang kearah ibu tirinya. "Berarti hutang Papa sudah lunas? Dan Mama tetap memanfaatkan aku untuk melunasi hut
Pegawai butik menyapa kedatangan Bara dengan sangat ramah, bahkan sampai membungkukkan badan juga. Lalu tiba-tiba dari arah dalam muncul seorang perempuan cantik dan berpenampilan fashionable. "Hai Bara, akhirnya kamu sampai sini juga. Hmm ini cewek kamu?" Sapa perempuan modus itu tak kalah ramah dari para penjaga butik. "Tidak, Kak. Saya hanya AR...." "Melinda, tolong siapkan baju yang sudah aku pesan buat Alana." Bara memotong pembicaraan Alana dengan berbicara kepada Melinda. "Baik, ayo masuk, Alana."Alana mengikuti langkah Melinda, sang pemilik butik. Dan sesampainya di dalam ruangan, dia di suguhi sebuah dress berbahan silk dan panjang di bawah lutut, dia juga disuruh memakai high heels berwarna silver. Kakinya yang jenjang dan berkulit putih bersih semakin terlihat cantik. Ya Tuhan cantik sekali.... " Puji Melinda berdecak kagum melihat penampilan Alana sekarang. "Ah, Kak Melinda bercanda." Ujar Alana. Baginya Melinda memang berlebihan karena dia jauh lebih modis dandanan
"Ciyee yang semalam habis diajak kencan Babang tamfan...." Goda Bik Indah pagi ini kala Alana membantu pekerjaan di dapur. "Apaan sih, Bik." Alana tersipu sampai merona merah pipinya. Semalam ternyata Bik Sari dan Bik Indah belum tidur pas dia pulang bersama Bara. "Sepertinya dia suka sama kamu loh, Nduk. Terlihat dari caranya melihatmu, dia juga akhir-akhir ini terlihat ceria." Ujar Bik Sari. "Ah, tidak usah terlalu berlebihan lah Bibik ini. Kak Bara orang terhormat, Alana hanya ART di rumahnya.""Ya siapa tahu dong, Nduk. Takdir Tuhan kan kita tidak tahu. Sebagai ganjaran atas segala kesulitan hidup yang menimpamu selama ini."Alana hanya diam. Baginya kisah cinderella yang hanya rakyat jelata dan dipersunting oleh Pangeran tampan hanya ada dalam cerita dongeng saja. Dalam dunia nyata, semua akan tetap mempertimbangkan bibit, bebet, dan bobot. Seperti biasa, pagi ini Alana berangkat kuliah bersama Bara. Karena cowok tersebut sekalian menuju ke cafe yang sudah dia dirikan selama
Alana hanya diam mendengar ucapan bernada ancaman dari Grace. Bukan karena tidak setuju, namun karena dia tidak suka dengan Grace yang seolah merasa berkuasa terhadap Bara."Sekali lagi aku ingatkan, kamu hanya ART di sini. Tidak lebih! Kamu tidak ada apa-apanya dibanding aku! Bara tidak mungkin mau sama kamu yang kumal dan kuno! Semua tipe cewek idaman Bara ada padaku, ngerti kamu?" Grace menunjuk-nunjuk muka Alana. Suaranya tertahan, mungkin takut ada yang mendengarkan.Alana hanya mengangguk. Lalu setelah Gracia turun tangga, Alana segera masuk ke kamar Bara untuk mengantarkan kopi.Wajah Bara masih terlihat garang, sisa-sisa kemarahan terhadap Gracia masih terlihat pada guratan wajahnya. Alana yang hendak menanyakan perihal macb**k air yang ada di kamarnya, jadi urung. Bara tampak menakutkan, sepertinya jika ditanyain mungkin bukannya dijawab tapi malah diterkam."Ini kopinya, Kak Bara." Ujar Alana pelan dan sopan. Dan lelaki kulkas yang sedang marah itu hanya melirik sebentar, ta
"Hai Bara, aku Sashi." Perempuan cantik itu mengulurkan tangannya yang putih mulus ke arah Bara. Bara hanya melirik sebentar, disambutnya uluran tangan tersebut dengan ogah-ogahan. Setelah itu dilepasnya lagi. Bara kini memalingkan muka, dan memilih memandangi pemandangan luar resto melalui kaca. "Bara, Sashi ini lulusan London Bussiness School, loh. Dia piawai mengurus usaha Papanya. Selain cantik, dia juga pintar." Kirana memuji kelebihan Sashi. "Ah, Mbak Kirana bisa saja. Aku masih belajar, Mbaak...." Ujar Sashi dengan suara lembut, namun di telinga Bara terdengar seperti suara lelembut, eh. "Masih belajar saja keren banget, omset perusahaan milik Papamu meroket tajam, terus bagaimana kalau sudah menguasai semuanya?" Ujar Kirana lagi. Yang terus memuji Sashi agar Bara yang duduk di hadapan mereka semakin terpikat. Kedua makhluk cantik itu terus mengobrol, sedangkan Bara malah asyik menghabiskan steaknya, setelah itu cowok kulkas itu malah memasang headset di kedua telinganya,
Kirana tidak berhenti mengomel sampai mobil berbelok menuju rumah besar mereka. Dia menyayangkan Bara yang sangat cerdas dan hebat berbisnis, namun begitu menyedihkan dalam urusan percintaan."Alana mungkin cantik, tapi dia tidak cocok denganmu, dia tidak sepadan dengan kita" Pungkas Kirana sebelum turun dari mobil."Memang menikah dengan yang sepadan menjamin kebahagiaan?""Bara, berpikirlah realistis. Usaha Papa butuh dukungan, kita akan membuat usaha semakin besar dengan cara menjadikan Sashi sebagai istrimu, dengan begini harapannya perusahaan kita semakin berkibar.""Berarti tujuan menikah demi perusahaan Papa?" Ujar Bara sinis."Berpikir realistis, Bara." Setelah itu, Kirana turun."Om, kok gak sama Kak Alana?" Sapa Starla setelah Bara memasuki rumah. "Belum pulang dia." Jawab Bara sambil mengelus kepala ABG itu."Huft, aku butuh bantuannya menyelesaikan tugas matematika." Starla menggaruk kepalanya."Kamu kan bisa tanya guru les kamu, Sayang?" Tiba-tiba Kirana sudah berdiri ta